Konten dari Pengguna

Pelecehan Seksual Online di Ranah Digital Meningkat Selama Pandemi Covid-19

Nurfadia Faradila
Mahasiswi Fakultas Hukum UPN Veteran Jakarta
28 Desember 2020 6:30 WIB
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Nurfadia Faradila tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Pelecehan Seksual Online di Ranah Digital Meningkat Selama Pandemi Covid-19
zoom-in-whitePerbesar
ADVERTISEMENT
Seperti yang kita ketahui, selama pandemi covid-19 hampir seluruh masyarakat Indonesia lebih sering mengisi waktu luangnya dengan menggunakan sosial media. Pesatnya perkembangan sosial media dikarenakan hampir seluruh lapisan masyarakat sudah memiliki media sendiri. Platform sosial media yang paling sering digunakan saat ini yaitu; Facebook, Twitter, Youtube, Line, Instagram, Whatsapp, dan lainnya. Saat ini pelecehan seksual tidak hanya terbatas pada pemerkosaan dan tindak kekerasan. Pelecehan seksual yang biasanya terjadi di ruang publik secara langsung kini berpindah dan dapat dilakukan di ranah digital.
ADVERTISEMENT
Menurut sebuah kelompok hak asasi wanita terkemuka di Indonesia, pelecehan seksual online terhadap wanita telah meningkat selama pandemi Covid-19. Penyebab para pelaku melakukan pelecehan online ialah mereka merasa bosan di tengah karantina hingga akhirnya timbul niat jahat untuk melecehkan perempuan, ditambah lagi mereka merasa bebas untuk mengemukakan opini nya di sosial media tanpa hambatan apapun. Selama masa karantina, hasrat seksual seseorang menurun akibat adanya tekanan untuk mengurung diri dirumah, tetapi hasrat seksual tersebut dapat naik akibat adanya rasa cemas terhadap kematian yang mengancam dirinya karena virus Covid-19. Sehingga, para pelaku mengambil jalan keluar dengan mengekspresikan seksualitas, salah satunya melibatkan teknologi internet, seperti mengirimkan video telanjang, sexting , atau melakukan aktivitas seksual sambil merekamnya dengan video.
ADVERTISEMENT
Pelecehan online terhadap perempuan di ranah digital muncul dalam berbagai bentuk. Bentuk yang paling sering terjadi adalah berbahasa kasar, penghinaan, bodyshaming dan ancaman kekerasan seksual. Berikut jenis – jenis yang termasuk pelecehan online :
Sexting adalah bentuk pelecehan seksual verbal yang banyak terjadi di ranah digital. Sexting merupakan aktivitas mengirimkan pesan berisi konten intim, seperti foto/video telanjang, atau setengah telanjang, atau pesan teks bermuatan seksual, tanpa persetujuan kedua belah pihak.
Kebanyakan dari pelaku biasanya menggunakan platform sosial media untuk melancarkan aksinya. Disarankan jika ada seseorang, baik yang Anda kenal maupun yang tidak Anda kenal memulai percakapan berbau seks dengan Anda, berarti dia sedang melecehkan Anda. Segera blokir dan laporkan akun milik orang-orang seperti ini.
ADVERTISEMENT
Ini merupakan pelecehan online berupa menyebarkan foto, suara/audio, video, atau ujaran yang berisi konten seksual milik seseorang tanpa persetujuan orang tersebut. Salah satu bentuk yang sering kita lihat penyebaran konten intim milik seseorang sebagai bentuk balas dendam atau ancaman. Biasanya pelaku yang melakukan hal ini bertujuan untuk mengancam kekasihnya, mulai dari memaksa supaya tidak memutuskan hubungan sampai supaya mau melakukan hal sesuai dengan keinginan pelaku.
Body Shaming tidak hanya terjadi dalam dunia nyata, di dunia virtual pun masih banyak orang yang mencela dan menghujat penampilan fisik seseorang karena tidak sesuai dengan standar masyarakat. Contohnya, perempuan harus bertubuh langsing, berambut panjang, dan berpenampilan feminine, serta memiliki wajah yang mulus dan putih. Jika tidak sesuai dengan ketentuan – ketentuan tersebut, maka para pelaku pelecehan seksual akan melakukan body shaming terhadap perempuan tersebut.
ADVERTISEMENT
Dasar hukum yang mengatur tentang pelecehan seksual di sosial media ada dalam Pasal 27 Ayat 1 UU ITE. Pasal ini mengatur tentang pelarangan dalam hal penyebaran Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan. Barang siapa yang melakukan seperti yang telah di jelaskan dalam pasal 27 ayat 1 UU ITE maka akan dijerat dengan pasa ini jika melanggar. Dalam Undang-Undang Nomer 11 tahun 2008 tentang ITE, Pasal 45 Ayat 1 mengatur hukuman yang dilakukan oleh pelaku pelecehan seksual atau tindakan yang menyangkut kesusilaan di Pasal 27 Ayat 1 UU ITE yang berbunyi “ setiap orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam pasal 27 Ayat (1), (2), (3), dan ayat (4), dipidana penjara paling lama 6 (enam tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah).
ADVERTISEMENT
Pelecehan seksual dalam sosial media seperti menyebarkan konten bermutan asusila di sosial media telah diatur dalam Undang – undang No. 44 tahun 2008 tentang Pornografi. Dalam pasal 4 ayat (2) UU Pornografi mengatur bahwa setiap orang dilarang menyediakan jasa pornografi, seperti :
Orang yang menyediakan jasa pornografi sebagaimana disebutkan dalam Pasal 4 ayat (2) UU Pornografi dapat dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 6 (enam) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp. 250 juta dan paling banyak Rp. 3 miliar.
ADVERTISEMENT
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa pelecehan seksual tidak hanya terjadi di ruang publik yang dilakukan secara langsung, tetapi bisa dilakukan di ranah digital. Perusahaan teknologi perlu menyadari dan mengakui bahwa pelecehan online terhadap perempuan adalah perbuatan yang melanggar hukum. Agar pelecehan seksual online ini dapat berkurang maka diperlukan kerja sama dalam memberikan bantuan kepada korban, seperti bekerja sama dengan penegak hukum, menghentikan akun jika melanggar atau melakukan pelecehan seksual online, dan melaksanakan prosedur penghapusan konten yang mengarah pada pelecehan seksual yang lebih efektif.