Konten dari Pengguna

Urgensi Kode Etik dalam Pembentukan Integritas dan Akuntabilitas Hakim

Nur Fadila Maulana Putri
Mahasiswa Fakultas Syari'ah dan Hukum, Aktivis Klinik Etik dan Advokasi UIN Sunan Ampel Surabaya
30 September 2024 18:26 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Nur Fadila Maulana Putri tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Setiap sebab pasti menimbulkan dampak, segala hal yang diperbuat, pasti terdapat konsekuansi yang harus diterima dari perbuatan tersebut. Akhir-akhir ini ramai dengan berita kasus pemberhentian Hakim PT Medan yang berinisial AGRG, dimana hal tersebut mencerminkan kurangnya nilai integritas dan akuntabilitas hakim dalam melaksanakan tugasnya dan menciderai kepercayaan masyarakat dalam sikap yang diambil hakim karena dirasa kurang professional. Dalam perjalanan kasusnya, Hakim berinisal AGRG tersebut dinyatakan telah melanggar KEPPH (Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim) dalam meningkatkan integritas dan profesionalisme hakim.
ADVERTISEMENT
Gambar 1/Sidang Majelis (Sumber : ANTARA News)
Kronologi Singkat Pemberhentian Hakim
Rabu (5/9) Komisi Yudisial (KY) dan Mahkamah Agung (MA), melalui siding majelis hakim (MKH) telah menjatuhkan pemberhentian tetap kepada hakim pada pengadilan tinggi (PT) Medan berinisal AGRG karena telah terbukti melanggar Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH) dengan alasan tidak masuk tanpa keterangan yang sah selama 70 hari kerja, pada periode 2 Juli 2021 sampai pada 4 Maret 2022.
“Menjatuhkan sanksi disiplin kepada terlapor dengan sanksi disiplin berat berupa pemberhentian tetap, seperti dimaksud Pasal 19 ayat (4) huruf d Peraturan Bersama MA dan KY Nomor 02/PB/MA/IX/2012 dan Nomor 02/PB/P.KY/09/2012 tentang Panduan Penegakan KEPPH,” kata Hakim Agung Nurul Elmiyah selaku ketua sidang, sebagaimana dilansir Antara pada Kamis (5/9).(Yozami 2024)
ADVERTISEMENT
Kejadian tersebut dianggap sebagai bentuk pelanggaran kode etik oleh majelis kehormatan hakim (MKH) dan dijatuhi pemberhentian tetap kepada terlapor AGRG. Putusan tersebut dikuatkan dengan pernyataan bahwa terlapor juga pernah tidak masuk kerja tanpa keterangan dan izin dari ketua PT Medan selama tiga bulan berturut-turut. Padahal, menurut MKH, AGRG telah menandatangani pakta untuk disiplin dalam bekerja dam juga telah diperiksa hingga tiga kali untuk permasalahan yang sama. (Fadhil 2024)
Dalam keterangannya dijelaskan, bahwa terlapor mengaku keberatan dibawa ke MKH karena sebelumnya sudah pernah diperiksa oleh ketua PT Medan, AGRG juga mengaku bahwa alasannya tidak masuk kerja dikarenakan sering sakit dan harus merawat ibu yang tinggal sendiri dan sedang dalam kondisi sakit, serta pasca perceraian saat bertugas di Pengadilan Negeri Payakumbah. Hal tersebut juga mendapatkan pembelaan dari IKAHI (Ikatan Hakim Indonesia), akumulasi pelanggaran 70 hari tersebut kurang sesuai karena Sanksi peringatan satu dan dua sudah pernah diberikan, sehingga seharusnya bisa mengurangi akumulasi jumlah ketidakhadiran yang diajukan ke MKH. Akan tetapi MKH menilai hal tersebut termasuk pelanggaran berat serta MKH menolak pembelaan dari IKAHI karena tidak dapat membantah hasil pemeriksaan Badan Pengawas MA. Namun, walaupun terlapor diberhentikan dengan hormat sebagai hakim tapi tidak diberhentikan sebagai PNS karena AGRG belum memenuhi syarat menerima hak pension.(Mulya 2024)
ADVERTISEMENT
Urgensi Kode Etik dalam Pembentukan Integritas dan Akuntabilitas Hakim
Kode etik merupakan satu hal yang sangat penting dalam melaksanakan suatu profesi, termasuk salah satunya Hakim dalam pembentukan integritas dan akuntabilitas. Ada beberapa alas an mengapa kode etik dirasa penting dan harus dipatuhi agar terjamin keadilan dan meningkatkan ke profesionalitas.
1. Sebagai panduan perilaku, dalam profesi hakim itu sendiri, kode etik menyediakan pedoman yang jelas mengenai perilaku yang diharapkan dari Hakim, Hal tersebut membantu mereka dalam mengambil keputusan yang adil dan objektif. Dari kasus pemberhentian Hakim PT Medan tersebut yang dikarenakan mangkir kerja selama 70 hari tentunya sudah menunjukkan perilaku yang tidak sesuai dengan kode etik Hakim dan harus diberikan sanksi yang sepadan.
ADVERTISEMENT
2. Meningkatkan kepercayaan public, dengan adanya kode etik tentunya masyarakat dapat lebih percaya bahwa hakim bias menjalankan tugas dan kewajibannya dengan berintegritas dan tanpa bias. Kepercayaan ini penting untuk membangun legitimasi system peradilan. Dari kasus tersebut tentunya bisa menurunkan kepercayaan masyarakat kepada integritas hakim yang tidak bertanggung jawab pada kewajibannya.
3. Pencegahan Penyalahgunaan Kekuasaan, kode etik berfungsi sebagai alat pencegah terhadap penyalahgunaan wewenang oleh hakim. Hal tersebut memastikan bahwa keputusan yang diambil berdasarkan hukum dan bukan kepentingan pribadi.
4. Akuntabilitas, kode etik menegaskan harus memiliki tanggung jawab pada setiap tindakan yang dilakukan. Hal tersebut merupakan mekanisme untuk menilai perilaku hakim dan memberikan sanksi jika diperlukan. Dalam kasus tersebut tentunya hakim yang melanggar kode etik dapat bertanggung jawab dengan mendapatkan sanksi yakni pemberhetian tetap dari pertimbangan majelis kehormatan hakim.
ADVERTISEMENT