Fenomena Moral Hazard dalam Program BPJS Kesehatan

Nurfitrah Aliyah Fauzi
Mahasiswa D3 Akuntansi Alih Program, PKN STAN
Konten dari Pengguna
17 Februari 2022 12:37 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Nurfitrah Aliyah Fauzi tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Kartu kepesertaan BPJS Kesehatan pada aplikasi Mobile JKN. Foto : Nurfitrah Aliyah F
zoom-in-whitePerbesar
Kartu kepesertaan BPJS Kesehatan pada aplikasi Mobile JKN. Foto : Nurfitrah Aliyah F

Negara memiliki program yang bertujuan untuk memberikan kepastian perlindungan dan kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat. Berdasarkan program tersebut, negara membentuk suatu badan hukum yang khusus menyelenggarakan program jaminan sosial yaitu Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS). Badan ini berdiri berdasarkan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional dan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial.

ADVERTISEMENT
Negara menyediakan jaminan sosial kepada rakyat merupakan suatu bentuk perlindungan sosial untuk menjamin seluruh rakyat agar dapat memenuhi kebutuhan dasar hidupnya dengan layak. Jaminan tersebut terdiri dari lima program yang termasuk dalam Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN), yaitu Jaminan Kesehatan, Jaminan Kecelakaan Kerja, Jaminan Hari Tua, Jaminan Pensiun, dan Jaminan Kematian.
ADVERTISEMENT
Negara memiliki kewajiban untuk melindungi seluruh rakyat Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia. Berdasarkan kewajiban tersebut, negara memberikan perlindungan dalam bentuk penyediaan program jaminan kesehatan yang merata kepada seluruh rakyat. Rakyat Indonesia wajib untuk bergabung dalam kepesertaan program BPJS Kesehatan. Termasuk bagi yang telah memiliki jaminan kesehatan lain. Semua yang terdaftar sebagai peserta BPJS Kesehatan wajib untuk membayar iuran kepesertaan setiap bulan.
BPJS Kesehatan merupakan salah satu dari lima program dalam SJSN yang paling sering mendapat sorotan. Lantaran kondisi keuangan program BPJS kesehatan selalui mengalami defisit dari tahun ke tahun bahkan sejak tahun pertama didirikan.
Keanggotaan BPJS di bagi ke dalam dua kelompok, yaitu kelompok Bukan Penerima Bantuan Iuran Jaminan Keseharan dan kelompok Penerima Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan. Kedua kelompok di atas wajib membayar iuran BPJS Kesehatan yang jumlahnya proporsional berdasarkan persentase dari upah hingga batas tertentu serta nominal yang ditinjau secara berkala. Khusus untuk peserta BPJS Kesehatan yang termasuk dalam kelompok Penerima Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan, yaitu fakir miskin dan orang tidak mampu, iuran BPJS Keseharan akan menjadi tanggungan pemerintah. Secara umum, pembiayaan dalam program BPJS Kesehatan dilakukan dengan sistem subsidi silang.
ADVERTISEMENT
Melalui program BPJS Kesehatan, rakyat akan menerima manfaat baik manfaat yang bersifat medis maupun non medis. Ketika masyarakat sakit dan harus berobat atau memperoleh perawatan dari rumah sakit, maka biaya yang timbul atas biaya berobat dan perawatan akan menjadi tanggungan program BPJS Kesehatan. Peserta BPJS Kesehatan akan mendapatkan manfaat medis yang tidak terikat dengan besaran iuran yang mereka bayarkan.
Dari tahun ketahun, kondisi keuangan BPJS Kesehatan selalu mengalami defisit. Padahal seluruh rakyat Indonesia yang terdaftar wajib membayar iuran secara rutin, termasuk fakir miskin dan masyarakat tidak mampu yang membayar iuran melalui mekanisme tanggungan pemerintah. Bahkan peserta yang telah terdaftar dalam program jaminan kesehatan lain tetap wajib terdaftar dalam program BPJS Kesehatan dan wajib membayar iuran.
ADVERTISEMENT
Informasi Asimetris
Dalam interaksi yang terjadi antara masyarakat sebagai peserta BPJS Kesehatan dengan pengelola program BPJS Kesehatan terjadi informasi asimetris. Pihak yang saling berinteraksi memilki informasi yang tidak setara. Peserta BPJS Kesehatan sebagai pihak yang memiliki informasi lebih dan pengelola program BPJS Kesehatan sebagai pihak yang memiliki informasi terbatas. Peserta BPJS Kesehatan mempunyai informasi yang lebih lengkap mengenai keadaan fisik, kesehatan, serta perilaku meraka dalam menggunakan fasilitas BPJS Kesehatan. Sementara pengelola program BPJS Kesehatan memiliki informasi yang terbatas mengenai keadaan setiap peserta terlebih lagi peserta BPJS Kesehatan mencakup seluruh masyarakat di Indonesia.
Informasi asimetris akan menimbulkan dua konsekuensi. Konsekuensi yang pertama adalah adverse selection yaitu adanya karakteristik-karakteristik yang tidak diketahui oleh salah satu pihak. Konsekuensi yang kedua adalah timbulnya moral hazard yaitu tindakan yang dilakukan salah satu pihak (pihak yang memiliki informasi lebih) yang tidak diketahui oleh pihak lain (pihak yang memiliki informasi terbatas) yang dapat merugikan pihak lain tersebut.
ADVERTISEMENT
Moral Hazard
Defisit yang dialami BPJS Kesehatan merupakan dampak dari adanya moral hazard. Peserta BPJS Kesehatan sebagai pihak yang memiliki informasi lebih menjadi lebih sering menggunakan fasilitas yang tersedia dari program BPJS Kesehatan misalnya peserta menjadi lebih banyak berobat dan mengunjungi dokter meskipun untuk hal-hal yang sebenarnya tidak perlu. Selain itu, Peserta BPJS menjadi lebih tidak berhati - hati dalam menjaga kesehatan karena adanya tanggungan kesehatan yang tersedia melalui fasilitas BPJS Kesehatan.
Perilaku-perilaku di atas menimbulkan biaya - biaya di luar perkiraan pengelola program BPJS Kesehatan. Akibatnya, BPJS kesehatan harus membayar biaya pelayanan yang lebih besar sehingga total iuran BPJS Kesehatan yang terkumpul tidak sanggup menanggung seluruh biaya yang timbul dari pelayanan kesehatan yang diberikan.
ADVERTISEMENT