Konten dari Pengguna

29 Agustus: Jalan Panjang Dunia Bebas Senjata Nuklir

Nurhadiansyah
Fungsional Pengawas Radiasi, ASN BAPETEN.
28 Agustus 2020 11:59 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Nurhadiansyah tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi Nuklir. Foto: Shutter Stock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Nuklir. Foto: Shutter Stock
ADVERTISEMENT
Akhir tahun 2019, publik sempat dikejutkan adanya isu telah terjadi ledakan nuklir di Laut Cina Selatan. Pemerintah Indonesia berusaha mengkonfirmasi hal tersebut melalui BMKG dan BAPETEN. Hasil yang dirilis ke publik, menyatakan bahwa tidak ada indikasi ledakan nuklir baik dari pemantauan seismik maupun radiasi latar yang tertangkap detektor pemantauan radiasi lingkungan.
ADVERTISEMENT
Lalu bagaimanakah sejarah uji coba senjata nuklir di dunia, adakah hubungannya dengan sejarah ketenaganukliran di Indonesia, dan bagaimana metode mendeteksi adanya ledakan nuklir.
Uji coba senjata nuklir pertama kali dilakukan pada tanggal 16 Juli 1945, lebih dari 2000 kali uji coba senjata nuklir dilakukan antara tahun 1945 sampai 1996 di seluruh dunia. Pada awalnya sedikit yang menyadari bahaya yang muncul akibat uji coba senjata nuklir dan dampaknya bagi kehidupan manusia. Sehingga kemudian disadari setelah uji coba, residu zat radioaktif akan menyebar di atmosfer dan membahayakan kehidupan manusia.
Kejadian ini pula yang menjadi tonggak sejarah ketenaganukliran di Indonesia. Bung Karno pada tahun 1954 membentuk Panitia Negara untuk Penyelidikan Radioaktivitet yang mempunyai tugas untuk melakukan penyelidikan adanya jatuhan zat radioaktif dari uji coba senjata nuklir di lautan Pasifik. Panitia Negara inilah yang menjadi cikal bakal Badan Tenaga Atom Nasional (BATAN) pada tahun 1964 yang sekarang namanya menjadi Badan Tenaga Nuklir Nasional.
ADVERTISEMENT
Pada tahun 1997, disahkan UU Nomor 10 Tahun 1997 tentang Ketenaganukliran mengatur pemisahan Badan Pelaksana yakni BATAN dengan Badan Pengawas yakni BAPETEN (Badan Pengawas Tenaga Nuklir)
Lahirnya CTBT
Di dunia internasional, isu uji coba senjata nuklir menjadi bahasan pada Sidang Majelis Umum PBB. Pada 2 Desember 2009, PBB mendeklarasikan bahwa tanggal 29 Agustus sebagai Hari Internasional menentang Uji Coba Senjata Nuklir (International Day Against Nuclear Tests). Hal ini bertujuan untuk meningkatkan kesadaran dan pengetahuan tentang dampak ledakan uji coba senjata nuklir atau ledakan nuklir lainnya dan sebagai langkah awal penghentian uji coba senjata nuklir demi terwujudnya tujuan dunia bebas senjata nuklir di masa mendatang.
Pada tahun 1996, dunia Internasional juga melahirkan Perjanjian Pelarangan Menyeluruh Uji Coba Nuklir (Comprehensive Nuclear-Test-Ban Treaty atau disingkat CTBT) yang bertujuan melarang uji coba senjata nuklir oleh siapapun, dimanapun baik di permukaan bumi, di atmosfer, di bawah air maupun di bawah tanah.
ADVERTISEMENT
CTBT sudah ditandatangani oleh 184 negara dan sebanyak 168 negara menindaklanjutinya dengan meratifikasi perjanjian tersebut termasuk didalamnya negara pemilik senjata nuklir seperti Prancis, Rusia dan Inggris. Namun, 44 Negara pemilik teknologi senjata nuklir harus menandatangani dan meratifikasi sebelum CTBT dapat diberlakukan.
Dari 44 Negara tersebut, 8 negara belum meratifikasi CTBT yakni Cina, Mesir, India, Israel, Korea Utara, Pakistan dan Amerika Serikat. Bahkan India, Korea Utara dan Pakistan belum menandatangani CTBT. Indonesia sendiri menandatangani CTBT pada tanggal 24 September 1996 dan baru pada 6 Februari 2012 meratifikasi CTBT menjadi UU Nomor 1 Tahun 2012 tentang Pengesahan Perjanjian Pelarangan Menyeluruh Uji Coba Nuklir. CTBT sendiri belum dapat diberlakukan sebelum seluruh Negara menandatangani dan meratifikasi CTBT. Dikarenakan CTBT belum berlaku, maka dibentuk organisasi persiapan yang diberi nama The Preparatory Commission for the Nuclear-Test-Ban Treaty Organization (CTBTO).
ADVERTISEMENT
Mendeteksi Ledakan Nuklir
Mendeteksi sebuah ledakan nuklir menjadi perhatian selanjutnya, hal ini penting agar nantinya bisa dipastikan tidak ada satupun ledakan nuklir yang tidak terdeteksi. Dalam memverifikasi terjadinya suatu uji coba senjata nuklir dibangunlah Sistem Pemantauan Internasional (The International Monitoring System atau disebut IMS) oleh CTBTO.
IMS ini terdiri dari 337 fasilitas stasiun pemantauan yang tersebar diseluruh dunia untuk memantau adanya tanda – tanda telah terjadinya ledakan nuklir. Teknologi yang dipakai di IMS adalah teknologi pemantauan seismik, hidroakustik, infrasonik, dan pemantauan radionuklida.
Pemantauan seismik berfungsi memantau gelombang kejut di permukaan bumi serta mengidentifikasi apakah gelombang kejut tersebut berasal dari gempa bumi alami atau ledakan buatan manusia. Saat ini terdapat 50 stasiun seismik utama dan 120 stasiun seismik bantu yang tersebar di seluruh dunia.
ADVERTISEMENT
Teknologi hidroakustik digunakan untuk mendengar suara gelombang di lautan. Gelombang suara yang dihasilkan dari ledakan bisa menyebar sangat jauh didalam air. Saat ini tercatat 11 stasiun hidroakustik tersebar di seluruh dunia.
Teknologi infrasonik dapat mendeteksi gelombang suara berfrekuensi sangat rendah (tidak terdengar oleh telinga manusia) yang dihasilkan oleh ledakan besar. Saat ini terdapat 60 stasiun infrasonik di seluruh permukaan bumi.
Teknologi yang paling penting adalah pemantauan radionuklida, hasil pemantauan ini dapat memberikan indikasi apakah ledakan yang dideteksi merupakan ledakan nuklir atau bukan. Terdapat 80 stasiun pemantauan radionuklida di seluruh dunia untuk mendeteksi partikel radioaktif di atmosfer. Dengan data yang terkumpul dari IMS, maka CTBTO melakukan inspeksi lapangan ke area yang dicurigai dijadikan tempat uji coba ledakan nuklir.
ADVERTISEMENT
Peran Indonesia
Indonesia sendiri terdapat 6 stasiun pemantauan yang masuk kedalam jaringan stasiun pemantauan CTBTO yang tersebar di Lembang, Deli Serdang, Kappang, Kupang, Sorong dan Jayapura. Selain stasiun pemantauan CTBTO, BAPETEN juga bekerjasama dengan BMKG untuk meningkatkan pengawasan dan memperluas jaringan dengan dukungan stasiun pengamatan milik BMKG terutama dari aspek meteorologi, klimatologi dan geofisika. Melalui kerjasama ini, BAPETEN menitipkan peralatan pengamatan radiasi nuklir yaitu Radiological Data Monitoring System (RDMS) yang dipasang secara bertahap di 6 stasiun pemantauan CTBTO dan 48 stasiun pengamatan milik BMKG.
Keterlibatan Indonesia dalam menentang uji coba senjata nuklir sejatinya merupakan pelaksanaan amanat tujuan bangsa Indonesia yang tertulis dalam pembukaan Undang Undang Dasar 1945 yakni ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.
ADVERTISEMENT