Konten dari Pengguna

Arsitektur Berwawasan Budaya Melanesia di Tangan Renzo Piano

5 Maret 2018 0:02 WIB
clock
Diperbarui 14 Maret 2019 21:11 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Nurhasanah Arumsari Sihombing tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Siapa yang tidak kenal dengan Renzo Piano? Ia adalah arsitek andal asal Italia yang terkenal dengan karyanya merancang museum dan bangunan publik lain. Setelah memenangkan kompetisi desain untuk “Centre Georges Pompidou” di Paris pada tahun 1971 dengan Richard Rogers, hasil karya Piano semakin dikenal di berbagai negara, termasuk pusat kebudayaan etnis Melanesia “Kanak” di Kepulauan Kaledonia Baru, Wilayah Seberang Lautan Perancis di Pasifik Selatan.
ADVERTISEMENT
Dinilai mengedepankan visi arsitektur dan berusaha memberikan nilai estetika tersendiri dalam karyanya, Piano dipilih sebagai arsitek untuk merancang Pusat Budaya Tjibaou setelah menang dalam kompetisi internasional terbatas yang dilakukan Pemerintah Perancis bersama dengan Pemerintah lokal Kaledonia Baru pada tahun 1991.
Arsitektur Berwawasan Budaya Melanesia di Tangan Renzo Piano
zoom-in-whitePerbesar
(Renzo Piano, sumber: dok pribadi)
Pusat Budaya Jean-Marie Tjibaou atau biasa dikenal dalam bahasa Perancis “Centre culturel Tjibaou” didirikan di lahan seluas 8 hektar di kota Nouméa, dan diresmikan pada tanggal 4 Mei 1998. Pusat budaya ini merupakan kantor Badan Pengembangan Budaya Kanak (L'Agence de Développement de la Culture Kanak/ADCK), yang dibangun atas persetujuan Pemerintah Perancis, untuk mewujudkan keinginan mendiang Jean-Marie Tjibaou pemimpin perjuangan kemerdekaan Kanak, penduduk asli New Caledonia yang berasal dari ras Melanesia.
ADVERTISEMENT
In the quest for identity, you must always look forwards, never backwards… our identity lies ahead of us” - Jean-Marie Tjibaou.
Tjibaou ingin menunjukkan identitas Kanak melalui pusat kebudayaan yang mengedepankan tradisi dan sekaligus teknologi. Ia berharap dapat ditemukan keseimbangan antara sejarah Kanak dengan kehidupan modern. Meski tidak mudah, tetapi Tjibaou percaya bahwa di masa depan kemungkinan apapun bisa terjadi.
Arsitektur Berwawasan Budaya Melanesia di Tangan Renzo Piano (1)
zoom-in-whitePerbesar
(Pusat Budaya Tjibaou, sumber: dok pribadi)
Arsitektur Pusat Budaya Tjibaou adalah hasil kolaborasi erat antara Renzo Piano dan ADCK. Konsep desain yang digunakan adalah penerapan filosofi budaya Kanak, seperti pola hidup, bentuk pondok/rumah adat, dan artefak.
Merepresentasikan budaya Kanak
Bagi orang Kanak, hidup sangat berkaitan dengan lingkungan alam, tanah dan tumbuhan. Renzo Piano ingin menciptakan simbiosis antara arsitektur kontemporer dengan lingkungan alam Semenanjung Tina, lokasi Pusat Budaya Tjibaou berada. Mengambil inspirasi dari hubungan mendalam orang Kanak dengan alam, pembangunan dilakukan menggunakan arsitektur asal budaya masyarakat Kanak dan memadukan penggunaan material modern (seperti kaca, baja, aluminium, baja bambu) dengan bahan tradisional (seperti kayu dan batu). Struktur yang terpenting adalah fungsi rumah adat Kanak direproduksi dan disesuaikan, baik secara arsitektural maupun sosial.
Arsitektur Berwawasan Budaya Melanesia di Tangan Renzo Piano (2)
zoom-in-whitePerbesar
(sumber: dok pribadi)
ADVERTISEMENT
Piano menyuguhkan budaya Kanak kepada pengunjung pusat budaya melalui alam. Digunakan jalan tapak yang berkelok-kelok pada bagian Utara dipercantik dengan tanaman endemik atau yang hanya ada di Nouméa. Piano mengambil bentuk rumah tradisional dan mentransformasi budaya vernakular Kanak ke dalam format kontemporer. Tiga pavilion dengan tinggi antara 20 sampai 28 meter terletak asimetris di sepanjang jalan utama dan tersambung dengan jalan setapak. Fungsi dan jenis kegiatan di tiap pavilion dibagi menjadi tiga kategori mengikuti pola lay out pedesaan tradisional setempat yaitu; auditorium pertunjukan seni, galeri dan karya seni serta riset dan perpustakaan.
Bentuk selubung pada muka bangunan yang menyerupai curva lengkung didasarkan pada struktur rumah adat Kanak, dan dibangun menggunakan rusuk dan bilah kayu Iroko sehingga tahan rayap dan tidak high maintenance. Piano mendesain sedemikian rupa tidak sekedar memenuhi nilai estetika namun juga dilengkapi dengan fungsi passive system, yang efisien sehingga tidak diperlukan mesin pendingin maupun pencahayaan pada siang hari.
Arsitektur Berwawasan Budaya Melanesia di Tangan Renzo Piano (3)
zoom-in-whitePerbesar
(sumber: dok pribadi)
ADVERTISEMENT
Piano memanipulasi tipologi bioklimatik lokal untuk menciptakan kenyamanan dengan passive cooling didasarkan arah angin dan orientasi sinar matahari. Bentuk atap lengkung juga merupakan double skin yang memungkinkan sirkulasi udara berlangsung bebas. Skylight atau ventilasi atas akan membuka dan menutup untuk menyeimbangkan tekanan udara di dalam. Layer kayu akan memudahkan ventilasi alami menggunakan angin untuk mendorong udara panas keluar dari atas, sementara dinding bambu menyaring cahaya ke dalam.
Nah, kalau kalian penasaran seperti apa green architecture yang diimplementasikan Renzo Piano pada karyanya ini, kalian dapat segera mengunjungi kota Nouméa yang letaknya tidak terlalu jauh dari Brisbane, Australia.