Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Konten dari Pengguna
Pasifik Selatan: Menggali Peluang Ekspor Indonesia
6 Mei 2018 23:10 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:09 WIB
Tulisan dari Nurhasanah Arumsari Sihombing tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Perdagangan Indonesia selama ini fokus pada pasar tradisional antara lain Amerika Serikat, China, atau negara-negara Uni Eropa. Namun, di bawah pemerintahan Presiden Joko Widodo, diplomasi ekonomi Indonesia diarahkan untuk menggali potensi pasar prospektif sekaligus memperkuat kerja Sama dengan negara-negara di luar kawasan Asia Tenggara.
ADVERTISEMENT
Dengan visi Indonesia menjadi ekonomi terbesar keempat dunia pada tahun 2045, Pemerintah Republik Indonesia (RI) sangat aktif membangun kemitraan yang lebih kuat dengan sektor industri dan komunitas bisnis. Dalam Rapat Terbatas Peningkatan Kerja Sama Indonesia dengan Negara-Negara Kawasan Pasifik Selatan pada hari Jumat, 4 Mei 2018, Presiden Joko Widodo berpandangan, sudah selayaknya bagi Indonesia untuk menjalankan diplomasi politik dan ekonomi untuk kepentingan nasional di kawasan tersebut. Kehadiran Indonesia di Pasifik Selatan tidak hanya akan membawa dampak positif bagi branding Indonesia di Pasifik Selatan, namun juga ikut dalam membantu menciptakan kawasan yang stabil dan sejahtera.
Kawasan Pasifik Selatan
Sebagai tetangga terdekat di wilayah Timur Indonesia, negara-negara di kawasan Pasifik Selatan memiliki peluang kerja sama yang belum dieksplorasi secara maksimal. Negara-negara Pasifik Selatan yang dimaksud di sini adalah 12 negara kepulauan anggota organisasi internasional Pacific Island Forum (PIF) yang telah memiliki hubungan diplomatik dengan Indonesia, yaitu: Fiji (sejak 1974), Papua Nugini (sejak 1975), Kepulauan Solomon (sejak 1983), Vanuatu (sejak 1995), Tonga (sejak 1994), Samoa (sejak 1978), Kepulauan Marshall (sejak 1993), Mikronesia (sejak 1991), Palau (2007), Tuvalu (sejak 2012), Nauru (sejak 2012), dan Kiribati (sejak 2013),
ADVERTISEMENT
Negara-negara Pasifik Selatan tersebut nampaknya belum dipandang sebagai pasar prospektif oleh pelaku bisnis dalam negeri karena jumlah penduduknya yang sedikit dan ketergantungan yang besar terhadap bantuan asing. Perekonomian negara-negara Pasifik relatif kecil bila dilihat dari nilai Produk Domestik Bruto (PDB).
Selain Papua Nugini (PNG) dengan populasi 8,08 juta dan PDB USD 20.213 juta, tidak ada negara di kawasan ini yang memiliki populasi lebih dari 1 juta. Bahkan, Fiji, sebagai negara terbesar kedua, memiliki jumlah penduduk sebanyak 898.760 orang dan PDB USD 4,70 juta.
Sebagian besar negara kepulauan Pasifik Selatan juga memiliki defisit perdagangan, yang umumnya ditutup dengan dana bantuan dan pinjaman dari negara lain. Mayoritas negara-negara dimaksud hanya memiliki sedikit industri manufaktur domestik, sehingga kebutuhan konsumsi mereka bergantung pada produk impor.
ADVERTISEMENT
Negara-negara kepulauan Pasifik Selatan juga melakukan perdagangan, namun masih sangat terbatas, mengingat sebagian besar menghasilkan komoditas primer yang belum diproses sama sekali. Di Fiji terdapat industri pemurnian gula dan air kemasan “Fiji Water”; di PNG dan Kepulauan Solomon ada pengalengan ikan, sedangkan di Kepulauan Marshall telah dilakukan pengolahan tuna di Kepulauan Marshall.
Ketergantungan pada sumber daya alam juga dapat dilihat dari pemanfaatannya sebagai situs pariwisata unggulan setempat. Selama ini, Australia dan Selandia Baru adalah mitra tradisional negara-negara kepulauan Pasifik Selatan karena kedekatan geografis dan pengaruh besar mereka di kawasan.
Pelaku Usaha Belum Tertarik Masuk ke Pasar Pasifik Selatan
Pelaku bisnis masih belum dapat memahami mengapa kehadiran Indonesia di Pasifik Selatan saat ini penting. Daerah ini dianggap menawarkan keuntungan yang tidak seberapa bila dibandingkan dengan banyaknya tantangan berbisnis. Dimulai dengan isolasi geografis, tantangan perubahan iklim dan lingkungan, ketidakstabilan politik, kurangnya sumber daya dan konektivitas, serta sistem hukum dan peraturan yang rumit.
ADVERTISEMENT
Indirect Trade ke Pasifik Selatan Dianggap Hemat Biaya
Perdagangan Indonesia dengan negara-negara kepulauan Pasifik Selatan saat ini masih relatif kecil dalam jumlah. Meskipun produk Indonesia umumnya dapat ditemukan di pasar Pasifik Selatan, namun sebagian besar produk tersebut diekspor dari negara ketiga seperti Singapura, Malaysia, dan Australia. Ekspor tidak langsung (indirect export) hingga saat ini dianggap hemat biaya, mengingat sangat sedikit pelaku usaha dari Indonesia yang menjalankan bisnisnya di negara-negara di kawasan.
Oleh karena itu, karena Pemerintah Indonesia harus terus menggali potensi pasar untuk produk yang belum masuk, melakukan promosi secara terpadu, dan memberikan insentif yang memadai agar lebih banyak lagi entitas bisnis Indonesia untuk menggali potensi bisnis di kawasan yang belum dimanfaatkan.
ADVERTISEMENT
Perlunya Market Inteligence
Dalam konteks ini, market intelligence berdasarkan data yang baik dan dapat diandalkan penting untuk segera disusun sebagai informasi utama dalam pembuatan kebijakan selanjutnya, selain mengidentifikasi sektor-sektor potensial untuk dieksplorasi lebih lanjut. Inkubator bisnis, yang melibatkan pengalaman dari perusahaan yang telah sukses melakukan bisnis di Pasifik Selatan juga bermanfaat dalam meyakinkan pelaku usaha dan sektor bisnis lainnya untuk menjelajahi pasar Pasifik Selatan.
Potensi Sektor Usaha di Pasifik Selatan
Adapun sektor yang menjanjikan potensi untuk dieksplorasi lebih lanjut, antara lain, konektivitas, konstruksi, mesin semi-berat termasuk alat pertanian, dan tenaga kerja terampil (antara lain: koki, terapis spa, pekerja konstruksi). Pelaku bisnis kiranya juga tertarik pada peluang investasi setempat, antara lain di bidang pariwisata, sektor infrastruktur termasuk transportasi, pertanian, budidaya perairan, dan kerja sama industri strategis.
ADVERTISEMENT
Menurut Bapak Ozie Moechlis, Managing Director Audie Building Industry, perusahaan bahan bangunan dan konstruksi Indonesia yang membuka kantornya di Fiji dengan nama Audie Pacific Engineering, membuka bisnis di Pasifik Selatan berarti ekspansi perusahaan ke pasar yang lebih besar, selain mendapatkan keuntungan yang sangat signifikan.
Menurutnya, negara Fiji kini telah menjadi pusat untuk rute komunikasi dan transportasi global (pelayaran dan perjalanan udara) kawasan Pasifik Selatan. Dengan memasuki pasar Fiji, perusahaannya dapat mengekspor produk ke negara-negara kepulauan lainnya dengan bea masuk yang rendah.
Hingga saat ini, kementerian terkait belum menentukan potensi dan sektor strategis yang akan dikembangkan lebih lanjut dengan negara-negara Pasifik Selatan. Sektor infrastruktur, pariwisata dan perhotelan dapat dikatakan sebagai sektor utama yang sangat berpotensi baik untuk penetrasi pasar yang lebih intensif.
ADVERTISEMENT