Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Konten dari Pengguna
Urgensi Pemindahan Ibu Kota Republik Indonesia
2 September 2019 15:12 WIB
Diperbarui 6 Agustus 2020 13:17 WIB
Tulisan dari Nurhastuty K Wardhani tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Gagasan mengenai pemindahan Ibu Kota Republik Indonesia dari Jakarta di Pulau Jawa ke Kalimantan Timur menimbulkan pro dan kontra. Banyak pihak yang tidak siap dengan perubahan bahwa ibu kota akan pindah. Sementara itu, sejumlah pihak otoritas, seperti Kementerian Keuangan, Bappenas, dan Bank Indonesia masih mengevaluasi proses pemindahan ibu kota.
ADVERTISEMENT
Di satu sisi, pemindahan ibu kota memang akan menelan dana yang sangat besar. Menurut Bappenas, sekitar Rp 323 triliun-466 triliun. Bapak Jusuf Kalla dan sebagian anggota DPR mengusulkan agar pembangunan ibu kota baru sebaiknya tidak menggunakan anggaran negara.
Secara pribadi, penulis sangat setuju jika pelaku dunia industri dan pengusaha turut dilibatkan untuk membangun ibu k0ta baru, lalu dilakukan pertukaran antara gedung-gedung baru yang dibangun swasta dengan gedung-gedung pemerintahan di Jakarta untuk masa sewa 70-80 tahun.
Namun, sebenarnya apa esensi dari perpindahan ibu kota dari Jakarta di Pulau Jawa dengan Penajam di Kalimantan Timur? Penulis akan coba mengutarakan opini terkait hal ini. Mari disimak.
15 tahun yang lalu, para pakar teknik lingkungan dari Belanda sudah memprediksi bahwa dalam waktu 30 tahun Jakarta akan tenggelam. Bahkan, ilmuwan dalam negeri seperti Prof. Wayan Suparta dari UKM dan Prof. Heri Andreas dari ITB mendukung prediksi itu.
ADVERTISEMENT
Mereka memprediksi seluruh wilayah Jakarta akan tenggelam oleh air laut pada 2040. Hal itu bisa terjadi lantaran disebabkan oleh penurunan permukaan tanah yang sangat mengkhawatirkan.
Pindah atau tidaknya ibu kota, Jakarta akan dikelilingi oleh air laut, baik wilayah Jakarta Utara maupun Jakarta seluruhnya. Sebelum bencana besar ini terjadi, keputusan pemerintah untuk memindahkan ibu kota sangat penting dan mendesak agar Jakarta bisa diselamatkan sebelum terlambat.
Masih ingatkah kasus Pulau Sipadan dan Ligitan? Dua pulau kecil ini lepas dari wilayah Republik Indonesia hanya karena hampir tidak adanya rupiah yang beredar di sana. Akhirnya, Mahkamah Internasional memenangkan negara perbatasan dan mengakui kedua pulau tersebut sebagai wilayah Malaysia.
ADVERTISEMENT
Hal ini sangat menyakitkan dan menjadi pembelajaran bahwa ketidakterjangkauan wilayah perbatasan oleh Pemerintah Pusat membuat rentan ketahanan wilayah kita. Belum lagi perselisihan dengan China mengenai perbatasan wilayah di sekitar Laut China Selatan. Memindahkan pusat pemerintahan ke Kalimantan bisa membuat pemerintah lebih waspada dengan wilayah perbatasan dan tidak lalai dengan negara-negara tetangga.
Korupsi berjemaah yang sudah terjadi di Indonesia dari zaman Bung Karno, idealnya terjadi karena intensitas pertemuan antara pengusaha dan pemerintah di satu wilayah begitu tinggi.
Dari aspek jarak, tidak ada penghalang bagi sejumlah pengusaha untuk menyogok lembaga legislatif dan eksekutif, serta tidak ada penghalang secara jarak bagi pemerintah untuk memprioritaskan orang-orang terdekat dan pengusaha (nepotisme) dalam memenangkan tender proyek tertentu.
ADVERTISEMENT
Salah satu cara untuk mengurangi intensitas korupsi yang begitu besar, sehingga membuat Komisi Pemberantasan Korupsi kewalahan menerima laporan KKN tiap tahunnya, adalah mengurangi intensitas antara pengusaha dengan pemerintah dengan jarak dan sistem tentunya.
Mengurangi frekuensi dengan pemisahan kota pemerintahan dan kota bisnis adalah salah satu upaya yang harus didukung dengan transparansi sistem tender proyek dan intensitas pertemuan antara pengusaha dengan pemerintah. Tidak ada jaminan korupsi akan berkurang secara signifikan, tetapi setidaknya jarak akan menjadi penghalang antara pemerintah dan pengusaha dalam praktik KKN.
Pemisahan kota pemerintahan dan kota bisnis/perdagangan bisa membuat Pemerintah DKI Jakarta memiliki ruang untuk menghilangkan wilayah-wilayah kumuh akibat tidak meratanya pembangunan ekonomi. Pemerintah DKI Jakarta akan mampu merelokasi wilayah-wilayah kumuh menjadi wilayah yang hijau dan memberikan perumahan yang layak untuk golongan miskin dan tidak mampu.
ADVERTISEMENT
Secara bersamaan, ibu kota yang baru sebagai pusat pemerintahan bisa membangun ibu kota pemerintahan yang berkelanjutan dan berwawasan lingkungan. Selain itu, dengan pindahnya pusat pemerintahan akan mengurangi keinginan masyarakat untuk pindah ke Jakarta yang sudah melebihi kapasitasnya, baik secara tanah, air, dan udara. Idealnya, pemerintah memikirkan konsep green city, baik untuk kota pemerintahan yang baru maupun kota bisnis Jakarta.
Idealnya, proses perpindahan ibu kota dari Jakarta ke Kalimantan Timur memakan waktu 10-15 tahun, tetapi mengingat karakter sistem pemerintahan Indonesia yang ganti pejabat ganti kebijakan, Jokowi harus mampu melaksanakan program ini dalam waktu lima tahun.
Dalam masa jabatannya, Jokowi tidak harus merampungkan 100 persen kepindahan ibu kota, tetapi setidaknya 60 persen kota pemerintahan yang baru harus berjalan sebelum pergantian tampuk kepemimpinan. Sebelum terlambat bagi kita semua, ibu kota harus dipindahkan oleh kepemimpinan yang progressif dan visioner, jika tidak sekarang, maka kapan lagi?
ADVERTISEMENT
---
Nurhastuty K. Wardhani
Penulis adalah dosen di Trisakti dan kandidat doktoral University of Queensland.