Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Konten dari Pengguna
Di Balik Logika: Mengapa Orang Makan Daging Kucing?
8 Agustus 2024 12:19 WIB
·
waktu baca 6 menitTulisan dari Nuriat Adzariat tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Seorang pria di Semarang memakan daging kucing untuk mengobati diabetes. Itulah judul beberapa hari ini di banyak media massa hingga menyebabkan kemarahan masyarakat. Terlihat dari video yang diunggah oleh salah seorang warga, lelaki paruh baya tersebut berkelakar bahwa yang dilakukannya adalah baik untuk menurunkan gula darah karena yang bersangkutan memiliki riwayat penyakit diabetes. Entah dari mana pemahaman tersebut.
ADVERTISEMENT
Banyak orang tentu menyalahkan tindakannya karena tidak sesuai norma bermasyarakat dan secara hukum kucing bukan hewan ternak. Walaupun dalam video ia berulang kali meminta maaf karena perilakunya telah meresahkan orang lain, namun yang jelas, pria itu secara subjektif mempunyai pemikiran yang rasional.
Orang akan cenderung menentukan sebuah pilihan yang menurut mereka rasional dipengaruhi oleh tujuan dan kepentingan pribadinya. Dan hal tersebut juga akan berpengaruh terhadap perilakunya. Oleh karena itu, pilihan yang rasional walaupun didasari dengan rasionalitas memiliki potensi pengambilan keputusan yang subjektif karena persepsi, preferensi, dan pengalaman orang yang berbeda-beda.
Sebagai contoh, orang yang bekerja di Dinas Sosial yang sedang menangani pembersihan pedagang asongan pasti akan memiliki persepsi yang berbeda jika ditangani oleh orang yang pernah merasakan hidup susah dengan orang yang kehidupannya selalu nyaman. Persepsi dalam pilihan yang rasional atau logika sangat bergantung pada pengalaman pribadi dan mempengaruhi perilaku dan pendekatan yang dilakukan dalam berkehidupan sehari-hari.
ADVERTISEMENT
Berbeda pada rational-comprehensive , pembuat keputusan biasanya disediakan berbagai alternatif yang mana opsi-opsi yang ada dilakukan analisa secara menyeluruh untuk melihat alternatif terbaik yang dapat diambil. Biasanya juga mempertimbangkan biaya dan manfaat serta digunakan sebesar-besarnya untuk kepentingan bersama.
Secara ideal, rational-comprehensive adalah sebuah cara yang akurat untuk pengambilan keputusan, namun terdapat juga banyak kekurangan terutama dari segi ketersediaan waktu, energi, dan juga kemampuan untuk mengolah data dan seluruh alternatif yang ada. Dalam kehidupan sebuah organisasi tidaklah ideal, terutama pada instansi pemerintah, khususnya di negara berkembang.
Apalagi dalam kehidupan bermasyarakatnya yang tentu dipengaruhi berbagai aspek baik ekonomi, pendidikan, budaya, maupun lingkungan. Dalam penelitiannya, Abel Lopez Dodero mengungkapkan bahwa negara-negara berkembang memiliki karakteristik sosial dan ekonomi yang sangat berbeda dibandingkan negara-negara maju, tempat rational-comprehensive pertama kali diperkenalkan.
ADVERTISEMENT
Kasus orang memakan kucing bukan yang pertama kalinya terjadi di Indonesia. Selain faktor ekonomi dan kesehatan mental, terdapat faktor utama yang sangat mempengaruhi logika yaitu faktor budaya seperti yang dulu terjadi di Pasar Tomohon Manado. Setelah melalui perjuangan panjang, akhirnya pada tahun 2023, Pasar Tomohon Manado resmi melarang perdagangan anjing dan kucing.
Hingga saat ini, diketahui masih banyak orang memperdagangkan secara ilegal serta memakan daging anjing dan kucing. Beberapa kali tertangkap tangan perdagangan anjing dan kucing, contoh pada 2023 lalu, sebuah truk berisi selundupan 226 anjing berhasil digagalkan.
Oleh karena itu, teori rational-comprehensive ini kurang ideal jika dilakukan. Proses pengambilan keputusan yang rumit dan lama, ketika diimplementasikan belum tentu akan berhasil, dan potensi kegagalannya pun juga besar. Oleh karena itu, pengambilan keputusan menggunakan cara ini sering dirasa kurang masuk akal terlebih data dan alternatif pilihan yang diolah bukan hanya secara ekonomi namun juga harus mempertimbangkan manfaat-manfaat sosial dan juga manfaat jangka panjang yang dapat dicapai. Teori ini hanya mungkin dilakukan ketika bermasyarakat di negara maju. Itupun resiko kegagalan juga tinggi.
ADVERTISEMENT
Sebuah teori logika yang lebih mudah, Bounded Rationality dikembangkan oleh Herbert A. Simon yang pada dasarnya menyatakan bahwa orang mengambil keputusan bukan hanya didasari oleh manfaat ekonomi, tapi juga dipengaruhi oleh unsur psikologis. Pengambilan keputusan didasari oleh attempt to satisfice atau good enough decision dan bukan yang paling optimal.
Bounded rationality juga dirasa lebih rasional untuk dilakukan dengan kesadaran bahwa segala sesuatunya tidak ideal, yang sering menjadi hambatan rational-comprehensive, yaitu data dan informasi yang kurang akurat, tidak lengkap, bahkan kedaluwarsa kemudian unsur-unsur humanis seorang manusia yang kurang dianggap berimplikasi pada pengambilan keputusan yang sudah se-rasional dan se-komprehensif mungkin.
Padahal dalam setiap pengambilan keputusan, unsur sosial juga menjadi bahan pertimbangan apalagi menyangkut kepentingan publik secara luas. Belum dengan tantangan terbatasnya kapasitas dan kompetensi SDM untuk mengolah data dan informasi se-akurat mungkin.
ADVERTISEMENT
Bounded rationality datang dengan cara dan pendekatan yang lebih masuk akal, karena yang mengambil keputusan itu adalah manusia, maka pendekatan secara perilaku juga harus digunakan dalam pengambilan keputusan. Cara ini jika dilakukan dengan tepat akan menghasilkan sebuah keputusan yang bukan hanya cepat, efektif, efisien, dan ekonomis karena tetap mempertimbangkan biaya manfaat, namun juga memenuhi unsur etika karena telah mempertimbangkan faktor manfaat sosial bagi kepentingan publik. Namun dalam kasus orang memakan kucing, bahkan sesederhana bounded rationality pun gagal karena tidak memenuhi unsur etika.
Dalam bermasyarakat, berorganisasi baik publik maupun sektor swasta, pengambilan keputusan yang terkait dengan perilaku tentu tidak bisa lepas dari ethical decision, yang menurut Consultative Committee of Accountancy Bodies (CCAB) yang ditulis di dalam pedoman penyusunan ethical conduct berjudul Developing and Implementing a Code of Ethical Conduct (2014) menyebutkan bahwa pengambilan keputusan yang etis adalah yang memenuhi unsur-unsur sebagai berikut: selflessness, keputusan harus sebesar-besarnya untuk kepentingan publik; integrity yaitu melakukan hal yang benar dan tidak dipengaruhi orang atau entitas lain dalam pengambilan keputusannya; objectivity, pengambilan keputusan harus dilakukan imparsial, adil, berdasarkan kemampuan, dan menggunakan bukti-bukti akurat tanpa diskriminasi atau bias; accountability, keputusan harus dapat dipertanggungjawabkan, dalam hal ini dapat dijelaskan dan penjelasannya dapat diterima oleh publik; openness, informasi dan pengambilan keputusan dilakukan terbuka dan transparan, kecuali dibatasi oleh hukum; honesty, jujur dalam perkataan dan tindakan; leadership, memimpin, mengelola perusahaan, dan memberi kepada seluruh entitas organisasi (tone of the top) dan menggunakan kebijaksanaan sehingga setiap keputusan yang dibuat mendapatkan kepercayaan publik.
ADVERTISEMENT
Kasus pria memakan kucing karena alasan diabetes mungkin satu contoh di mana pemerintah juga gagal untuk meningkatkan kualitas taraf hidup SDM-nya dan pemahaman masyarakat mengenai kesehatan sehingga masyarakat membuat keputusan yang salah, keputusan yang mungkin berasal dari keterbatasan finansial dan pengetahuan. Atau lebih parahnya berasal dari keputusasaan.
Policy failure adalah gagalnya sebuah kebijakan untuk mencapai tujuannya. Dalam komponen-komponen keputusan yang etis di atas, terdapat merupakan campuran unsur-unsur rasional ekonomi dengan unsur psikologis dan perilaku yang akan selalu berjalan beriringan dalam pengambilan keputusan yang lebih baik, dengan tercapainya keputusan yang juga ethical sehingga dapat menghindari policy failure di masa yang akan datang.
Jadi kurangnya penggunaan bounded rationality dalam pengambilan keputusan adalah penyebab sering terjadinya policy failure karena bukan hanya keputusan dan dinamika perubahan yang tidak logis, tapi manusia si pembuat keputusan adalah juga makhluk yang tidak logis, dan untuk memahaminya lebih jauh dibutuhkan bantuan ilmu perilaku. Di dunia yang serba tidak pasti dan tidak logis ini, good enough decision seringkali menjadi jawaban yang terbaik karena kita dapat melihat lebih jelas dan tidak rumit.
ADVERTISEMENT