Konten dari Pengguna

Tak lagi menjadi Ibu Kota, Harapan untuk Jakarta yang Nyaman di Masa Depan

Nuriat Adzariat
Awardee LPDP 2022 - FIA Universitas Indonesia - ASN Kementerian Luar Negeri
7 Agustus 2024 13:15 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Nuriat Adzariat tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi upacara bendera HUT RI. Foto: Unspalsh
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi upacara bendera HUT RI. Foto: Unspalsh
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Bulan Agustus telah tiba. Riuh dan gembira menyongsong berbagai perlombaan di seluruh Indonesia mulai terasa, termasuk persiapan upacara kenegaraan yang biasanya dilakukan di Istana Negara. Namun tahun ini akan berbeda karena Upacara Kemerdekaan RI untuk pertama kalinya akan dilakukan di Ibu Kota Nusantara (IKN).
ADVERTISEMENT
Indonesia bukanlah negara pertama yang memutuskan untuk memindahkan ibu kotanya. Beberapa negara lain di antaranya Rusia, Jerman, Brasil, Kazakhstan, dan Nigeria. Perpindahan ibukota Indonesia dari Jakarta ke Kalimantan atau kita sebut dengan Ibu Kota Nusantara (IKN) saat ini sedang berjalan prosesnya. Wacana mengenai perlunya Indonesia memindahkan ibukota sudah sering kita dengar sebelumnya melalui berbagai dialog, tulisan artikel, dan penelitian yang dilakukan oleh berbagai pakar sejak dulu kala.
Alasan pentingnya pemindahan Jakarta sebagai ibukota berbeda-beda dilihat dari berbagai sudut pandang, misalnya pemisahan pusat bisnis dan pusat pemerintahan; pemerataan pembangunan dan penduduk; dan perbaikan tata kota; serta sampai kepada sudut pandang ilmu geografis, geologi, dan topologi tanah.
Salah satunya yaitu fakta bahwa Jakarta yang terletak di bawah permukaan laut menjadi tantangan tersendiri di masa yang akan datang. Hal ini sesuai dengan laporan National Aeronautics and Space Administration (NASA) yang disampaikan oleh Presiden Joe Biden ketika berbicara di kantor Direktur Intelijen Nasional Amerika Serikat pada 27 Juli 2021. Pada saat itu Presiden Biden berbicara tentang bahaya perubahan iklim, perubahan suhu global dan lapisan es yang mencair.
Gambar diambil dari tangkapan layar halaman https://landsat.visibleearth.nasa.gov merupakan perbedaan kota Jakarta tahun 1990 (kiri) dan 2019 (kanan)
Gambar kota Jakarta yang diambil oleh NASA yang menujukkan perbedaan signifikan antara tahun 1990 dengan 2019, di mana terlihat jelas bahwa terdapat pembangunan secara masif yang mengakibatkan kepadatan penduduk terutama di pesisir pantai dengan potensi risiko tenggelam akibat kenaikan air laut, sebagaimana dilaporkan oleh CNN Indonesia.
ADVERTISEMENT
Jakarta, sebuah kota megapolitan yang penuh dengan sejarah panjang bagi bangsa Indonesia sejak keberadaannya dengan nama Sunda Kelapa pada tahun 397-1527. Kota yang tidak hanya menjadi pusat pemerintahan namun juga bisnis, industri dan hiburan. Jakarta berada di sebelah utara Pulau Jawa dengan letak geografis sebagaimana tabel di bawah yang diambil dari halaman website Badan Pusat Statisik (BPS).
Gambar diambil dari tangkapan layar halaman https://jakarta.bps.go.id
Dari sekian banyak faktor yang mendukung keputusan pemindahan ibu kota, bukti nyata bahwa letak geografis dan ancaman bahaya tenggelam yang mengadang di masa depan menjadi salah satu faktor utama mengapa pemindahan ibu kota Indonesia menjadi penting, sebagaimana liputan Kompas TV yang menyebutkan Jakarta diprediksikan akan tenggelam pada 2050 jika pemerintah tidak segera bertindak.
ADVERTISEMENT
Dalam Webinar yang diselenggarakan oleh Fakultas Teknik Geodesi dan Geomatika ITB berjudul Geodesink 2021: Our Sinking Capital from Geodesy’s Perspective melalui kanal Youtube Geodesink, Dr. Agustan, S.T., M.Sc., (Direktur Pusat Teknologi Pengembangan Sumberdaya Wilayah BPPT) menyampaikan bahwa masalah utama Jakarta yaitu banjir di antaranya disebabkan oleh penurunan muka tanah dan kenaikan muka laut. Sementara itu disampaikan juga bahwa pengamatan penurunan muka tanah menggunakan teknologi InSAR (Interferometric Synthetic Aperture Radar) telah dilakukan dari tahun 2014-2020. Dalam setiap tahunnya, terdapat perbedaan hasil yang menunjukkan terjadinya penurunan muka tanah.
Dalam paparannya, Dr. Agustan juga menyampaikan bahwa Jakarta sebenarnya tidak akan tenggelam, melainkan tergenang. Berbagai solusi dikembangkan untuk mencegah hal itu terjadi seperti pembangunan tanggul air, pembenahan sistem pengelolaan sampah, pembersihan sungai dan perbaikan tata kelola kota Jakarta serta program-program lainnya, namun faktor kepadatan kota Jakarta memang menjadi tantangan tersendiri, terutama mengingat secara geografis Jakarta berada di bawah permukaan laut.
ADVERTISEMENT
Hal ini senada dengan fakta yang diunggah oleh akun Instagram resmi Dinas Sumber Daya Air (SDA) DKI Jakarta (2021), di mana pesisir Jakarta lebih rendah dari permukaan laut. Selain itu, SDA juga bekerja sama dengan ITB yang menghasilkan penelitian bahwa sekitar 18-20 persen wilayah Jakarta sudah berada di bawah permukaan laut. Angka tersebut diprediksikan akan terus meningkat.
Ilustrasi senja di Kota Tua Jakarta Foto: Shutter Stock
Menuju Jakarta yang nyaman tentu memerlukan perubahan besar. Salah satunya dengan mengurangi kepadatan kota Jakarta yang menjadi salah satu alasan pemindahan ibu kota. Selain bertujuan mengurangi kepadatan penduduk juga sekaligus mengurangi dampak global warming. Dengan demikian pengelolaan dan penataan kota Jakarta akan mudah dan lebih baik sehingga walaupun terletak di bawah permukaan laut. Dengan pengelolaan yang tepat masyarakat tidak perlu khawatir akan potensi Jakarta tenggelam (tergenang), sebagaimana disampaikan oleh Dr. Agustan.
ADVERTISEMENT
Hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti ITB, BPPT, SDA dan juga bukti foto yang diambil oleh NASA serta didukung oleh berbagai data dan fenomena alam yang terjadi seperti masalah banjir yang tidak kunjung selesai, perubahan iklim ekstrem dan lain sebagainya merupakan sebuah dasar yang memperkuat alasan dibalik kebijakan pemerintah melakukan pemindahan ibu kota negara Indonesia dari Jakarta ke IKN.
Demi Jakarta yang nyaman, tentu saja memerlukan perubahan dan kontribusi bersama yang signifikan dari pemerintah, swasta, dan masyarakat itu sendiri.