Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.96.1
Konten dari Pengguna
Saat TVRI, RRI, & Kantor Berita Antara Tak Lagi Relevan di Era Konvergensi
10 Februari 2025 15:27 WIB
·
waktu baca 5 menitTulisan dari Nurjaman Mochtar tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
![Ilustrasi TVRI. Foto: Dok: Indra Fauzi/kumparan.](https://blue.kumparan.com/image/upload/fl_progressive,fl_lossy,c_fill,q_auto:best,w_640/v1579749563/qjbjwqju7evwyou0i6i9.jpg)
ADVERTISEMENT
"Siaran kami juga sudah bisa ditonton di Youtube, Kang Nur," kata teman saya yang merupakan Dirut Radio Republik Indonesia (RRI) dengan penuh kebanggaan.
ADVERTISEMENT
Maksud dia adalah, saat RRI bersiaran, mereka juga bisa ditonton di media sosial terutama Youtube. Apalagi ketika melakukan talkshow, mereka juga siarkan di Youtube. Tentu saja teman kita ini ingin menunjukkan bahwa mereka juga sudah menjadi televisi, tinggal ketika baca berita ditambahkan gambar atau video pendukung, jadilah televisi yang bersiaran di Youtube.
Begitu pula yang dilakukan Televisi Republik Indonesia (TVRI) yang berusaha hadir di jagat baru digital, baik di media sosial maupun di portal. Itulah hakikat televisi masa kini di era konvergensi.
Bagaimana dengan Kantor Berita Antara? Sama saja. Yang tadinya bergerak dengan berjualan teks dan foto, belakangan jadi jualan video juga dan membuat portal juga. Bahkan Antara juga sudah mengantongi izin televisi FTA digital.
ADVERTISEMENT
Kantor Berita Antara saat ini bisa hidup lebih karena subsidi dari pemerintah dalam bentuk Kerja Sama Operasi (KSO) dengan Kementerian Komunikasi dan digital. Artinya dengan KSO ini, Antara mendapat uang dari Komdigi untuk setiap berita yang dipublikasinya. Pertanyaannya apakah efektif disiminasi informasi Kominfo melalui Antara? Belum ada ukurannya.
Apa Sih Arti Konvergensi Itu?
Apa sih arti konvergensi itu? Sederhananya konvergensi itu adalah ketika televisi mematut-matut diri jadi portal dan ketika portal mematut-matut diri jadi televisi. Begitu juga radio mematut-matut diri jadi portal atau televisi. Dan begitulah sebaliknya. Jadi yang disebut televisi itu sudah berubah, bukan hanya Free To Air (FTA) atau televisi pakai frekuensi tetapi siaran di Youtube pun sudah bisa disebut televisi. Bahkan bisa jadi jumlah penonton Youtube sudah melampaui jumlah penonton FTA. Dan ingat 95% pengguna internet mengakses media melalui smartphone. Jadi setiap media harus mobile friendly atau menyesuaikan dengan format handphone.
ADVERTISEMENT
Ketiga Perusahaan atau lembaga ini, TVRI, RRI, dan Antara, berdiri pada zamannya masing-masing sesuai dengan perkembangan platform. Tentu saja yang pertama berdiri media cetak yaitu Kantor Berita Antara yang berdiri tahun 1937. Kantor Berita Antara ini didirikan oleh anak-anak muda pejuang Adam Malik dkk. Sehingga ketika proklamasi kemerdekaan terjadi, Antara berjasa menyebarkan berita ini ke seluruh dunia melalui jaringannya. Jadi dasar platform pendirian antara ini adalah cetak atau printed dan foto.
Dalam perkembangannya Kantor Berita Antara juga berkembang ke portal dan video. Kalau tidak salah Antara sudah juga mengantongi izin televisi digital. Begitu juga antara sudah masuk ranah media baru terutama Youtube dengan subscriber, yang masih, puluhan ribu. Jadi ke depan apa bedanya dengan TVRI?
ADVERTISEMENT
Radio Republik Indonesia (RRI) lahir berikutnya. RRI lahir beberapa minggu setelah Indonesia Merdeka. RRI ini didirikan oleh sekelompok pemuda yang pernah mengoperasikan radio milik penjajah Jepang yang tersebar di enam kota. RRI inilah yang berperan dalam perang kemerdekaan sebagai pembangkit semangat untuk berjuang dan mempertahankan kemerdekaan. Inilah media pertama yang menggunakan platform frekuensi publik atau Free to Air.
RRI pun sudah bergerak ke media baru terutama Youtube. Selain bersiaran langsung di Youtube juga mengisi kanalnya dengan video-video hasil shooting-nya. Walaupun subscriber-nya masih kecil, masih puluhan ribu, tapi video-videonya sudah lumayan kaya. Tapi saya belum dengar apakah RRI juga mengantongi izin televisi digital. Tapi dominasi RRI pun sudah pudar senyampang bermunculannya radio swasta yang programnya lebih menarik tanpa terikat etika birokrasi.
ADVERTISEMENT
Sedangkan Televisi Republik Indonesia atau TVRI lahir pada tahun 1962. Tentu saja merupakan televisi pertama di republik ini. Semua acara TVRI sangat popular di masyarakat karena pemain tunggal saat itu.
Monopoli televisi ini berlangsung hingga tahun 1989. Pada tahun 1989 didirikan televisi swasta pertama yang bernama RCTI atau PT Rajawali Citra Televisi Indonesia milik keluarga Presiden Suharto. Setelah RCTI maka lahirlah televisi swasta yang lain mulai dari SCTV, TPI, ANTV dll. Pada saat itu masih menggunakan frekuensi analog. Begitu masuk ke era digital maka jumlah televisi menjadi tidak terhitung karena menggunakan frekuensi digital. Tiap satu frekuensi analog bisa dipakai, minimal, 6 kanal bahkan bisa sampai 12 kanal. Jadi dominasi TVRI menjadi tidak signifikan lagi.
Ketika teknologi komunikasi sudah meng-konvergen atau menyatu maka tidak relevan lagi membiarkan ketiga institusi ini berjalan sendiri-sendiri. Selain tidak efisien juga tidak efektif sebagai media yang bermisi menyampaikan suara publik atau pemerintah. Sehingga misi yang diemban ketiga media ini mejadi berjalan sendiri-sendiri. Apakah ketiga lembaga ini dinaungkan dalam sebuah holding yang memayungi semua. Ini perlu kajian yang koMprehensif.
ADVERTISEMENT
Lebih jauh lagi, di beberapa negara, lembaga-lembaga media milik pemerintah ini menjadi hub untuk penyebaran konten-konten semua instansi pemerintah. Boleh saja semua instansi pemerintah membuat konten sendiri-sendiri. Tapi penyebarannya diserahkan ke tiga media milik pemerintah untuk di-share ke berbagai platform media termasuk media sosial. Toh sama-sama duit dari APBN tidak ada salahnya mensupport media milik pemerintah. Jadi tidak hanya Komdigi yang setor ke Kantor Berita Antara dalam bentuk KSO atau Kerja Sama Operasi yang dibayar sesuai jumlah berita.
Kalaulah kita hitung share (prosentase) penonton, pendengar dan pengakses portal antara tiga lembaga media milik pemerintah ini dengan media yang dikuasai swasta pasti sangat jauh. Media swasta bisa jadi menguasai 98% lebih penonton, pendengar atau pengakses portal. Padahal secara ukuran korporasinya ketiga lembaga media milik pemerintah ini bisa jadi menguasai 70% lebih dari keseluruhan asset seluruh media. Bayangkan ketiga lembaga media pemerintah ini, masing-masing, memiliki kantor atau perwakilan hampir di setiap provinsi. Bahkan kantor berita Antara memiliki perwakilan hingga ke kabupaten-kabupaten atau kota.
ADVERTISEMENT
Tentu saja keberadaan nilai asset media milik pemerintah ini sudah tidak relevan lagi. Apalagi di era media sosial dan Articial Intelegent keberadaan asset ini sangatlah inefisiensi. Sampai kapan keberadaan media milik pemerintah ini kita biarkan tidak relevan dengan perkembangan zaman. Hanya tinggal menunggu waktu saja era pemerintahan mana yang menyadari situasi ini.
Bisakah share ketiga lembaga media milik pemerintah ini ditingkatkan? Padahal luasnya jangkauan ketiga lembaga media milik pemerintah ini hadir sampai ke pelosok-pelosok. Ini mestinya bisa menjadi potensi yang bisa menjadi modal untuk meningkatkan share penonton/pendengar atau pengakses. Jawabannya bisa dengan opsi: sinergi, holdingisasi atau efisiensi.