Konten dari Pengguna

Waspada Bencana Kekeringan Akibat El Nino dan OID

Nur Khafi Udin
Akademisi Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta. Penulis buku Tafakkur Akademik (2022), Buku Melihat Indonesia dari Mata Pemuda (2023) dan Buku Konsep Agama Hijau (Greendeen) atas Kerusakan Lingkungan Hidup (2023).
11 Juni 2023 6:23 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Nur Khafi Udin tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi Suhu Panas/Sumber: https://unsplash.com/photos/v0MYkk84y9w
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Suhu Panas/Sumber: https://unsplash.com/photos/v0MYkk84y9w
ADVERTISEMENT
Bencana alam memang bisa diprediksi dengan ilmu pengetahuan modern. Namun alam tetap memiliki hukum sendiri ketika manusia tidak bersahabat dengan alam. Misalnya, pandemi covid-19 lalu boleh kita sebut sebagai hukum alam yang memberi vonis serius bagi umat manusia.
ADVERTISEMENT
Baru saja pulih dari pandemi, umat manusia harus kembali menghadapi bencana kekeringan. Menurut Badan Meteorologi dan Geofisika (BMKG) gelombang kekeringan akan terjadi pada bulan Juli hingga Oktober 2023, dan gelombang kekeringan ini bisa menjadi bencana karena diperkirakan sebagai kekeringan yang parah.
Kekeringan ini merupakan dampak dari El Nino, yaitu pemanasan Suhu Muka Laut di Samudera Pasifik sehingga mampu mengurangi curah hujan di Indonesia. Selain itu muncul Indian Ocean Dipole (IOD) yaitu fenomena naik turun suhu permukaan laut yang tidak teratur yang menyebabkan wilayah barat Samudera Hindia lebih hangat.

Waspada Dampak Kemarau Panjang

Ilustrasi Dampak Kemarau Panjang/Sumber: https://pixabay.com/id/photos/petani-gandum-tanaman-pertanian-2260636/
Dua fenomena alam tersebut mampu menimbulkan kemarau yang panas dalam waktu yang panjang di Indonesia. Seperti tahun-tahun sebelumnya, bencana alam di Indonesia memiliki pola yang sama. Jika musim hujan dan curah hujan tinggi biasanya terjadi banjir. Jika kemarau panjang biasanya terjadi kebakaran hutan.
ADVERTISEMENT
Gelombang kemarau ini tidak hanya memberi dampak rasa gerah bagi setiap individu, lebih jauh lagi, gelombang kemarau ini bisa membawa Indonesia menuju krisis pangan jika pemerintah tidak mempersiapkan dengan matang.
Pemerintah jangan hanya memberi imbauan agar masyarakat tidak panik menghadapi gelombang kemarau ini. Imbauan ini seolah-olah hanya menjadi obat penenang.
Namun pemerintah harus secara masif memberikan sosialisasi dan melibatkan kelompok masyarakat untuk mempersiapkan, serta memanfaatkan infrastruktur air yang sudah dibangun pemerintah untuk mengatasi gelombang kemarau di titik-titik rawan krisis air dan memiliki potensi menimbulkan kebakaran.
Pada lain sisi, untuk menjaga produksi pangan, para petani harus mendapat perhatian khusus. Seperti memastikan jika petani tetap bisa menanam padi atau mengganti dengan tanaman yang tidak membutuhkan banyak air.
ADVERTISEMENT
Di sini seluruh pemangku kebijakan benar-benar harus cawe-cawe demi kepentingan hajat hidup masyarakat Indonesia. Misalnya, memastikan ada subsidi pompa air bagi petani. Selain itu distribusi pompa air harus merata, lebih lagi bagi petani yang ada di wilayah lumbung padi Indonesia.

Memastikan Ketahanan Pangan

Ilustrasi Menjaga Ketahanan Pangan/Sumber: https://pixabay.com/id/photos/panen-myanmar-birma-1822578/
Terakhir, pemerintah harus kembali cawe-cawe untuk mengurangi dampak krisis pangan di tengah gempuran gelombang kemarau ekstrem.
Memastikan ketahanan pangan bukan hanya mengatasi hal-hal teknis seperti pemanfaatan waduk, bendungan, irigasi, dan distribusi pompa air.
Substansi dari memastikan ketahanan pangan yaitu membuka akses pangan bagi masyarakat terhadap pangan. Dengan kata lain, pemerintah harus benar-benar memastikan bahan kebutuhan pokok sampai ke tangan masyarakat.
Poin ini penting mengingat akses sembako bagi masyarakat merupakan lahan basah bagi mafia dan koruptor seperti yang terjadi pada Juliari Batubara.
ADVERTISEMENT