Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.95.0
Konten dari Pengguna
Gunung Gamping: Jejak Geologi yang Bertahan di Tengah Modernisasi
23 Januari 2025 14:28 WIB
·
waktu baca 5 menitTulisan dari Nurkholish Kamal tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Gunung Gamping, sebuah bukit karst yang menjadi saksi bisu perjalanan jutaan tahun, terletak di tengah pesatnya pertumbuhan wilayah Sleman, Yogyakarta. Bukit ini, yang terletak di Desa Ambarketawang, Kecamatan Gamping, memiliki makna budaya, sejarah, dan lingkungan bagi masyarakat setempat. Ini bukan hanya sisa dari lanskap purba. Gunung ini adalah satu-satunya bukit karst Yogyakarta. Di masa lalu, wilayah ini adalah bagian dari laut dangkal jutaan tahun lalu. Jejak itu masih bisa dilihat dari fosil-fosil organisme laut yang terperangkap di batu gampingnya. Namun, kini kejayaan masa lalu itu mulai terkikis, secara harfiah dan simbolis.
ADVERTISEMENT
Legenda, Ritual dan Pesona Geologis
Gunung Gamping merupakan bagian dari lanskap yang dulunya adalah lautan dangkal pada masa prasejarah. Batu-batu kapur di gunung ini mengandung fosil organisme laut yang memberikan wawasan berharga tentang kehidupan jutaan tahun lalu.
Bagi masyarakat sekitar, gunung ini tidak hanya menjadi simbol geologi, tetapi juga memiliki dimensi spiritual. Setiap tahun, tradisi seperti Saparan Bekakak, yang diadakan pada bulan Safar, menjadikan Gunung Gamping sebagai lokasi utama prosesi. Tradisi ini dipercaya sebagai penghormatan kepada Kyai dan Nyai Wirasuta, tokoh sejarah yang menjadi pelindung masyarakat sekitar karena ini bagian dari identitas penduduk lokal.
Pengelolaan Kawasan Wisata Alam Batu Gamping
Taman Wisata Alam (TWA) Batu Gamping, yang terletak di Desa Ambarketawang, Kecamatan Gamping, Kabupaten Sleman, Yogyakarta, merupakan kawasan konservasi yang dikelola oleh Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Yogyakarta.
ADVERTISEMENT
Wisata ini memiliki HTM (Harga Tiket Masuk) yang bisa dibilang murah yaitu Rp.10.000 per orangnya. Jika lebih dari 5 orang maka diberikan diskon yaitu satu orang (khusus pelajar) dihitung Rp.5.000, dan wisata ini libur hanya pada saat weekend.
Pengelolaan kawasan ini melibatkan berbagai pihak, termasuk petugas dari BKSDA Yogyakarta yang bertanggung jawab atas konservasi dan pemeliharaan lingkungan. Selain itu, masyarakat setempat juga berperan aktif dalam pengelolaan dan pengembangan kawasan wisata ini. Misalnya, Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) Dwi Hargo bekerja sama dengan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) dalam mengelola dan mempromosikan wisata Gunung Gamping.
Meskipun demikian, data spesifik mengenai jumlah pekerja atau petugas yang terlibat langsung dalam pengelolaan TWA Batu Gamping tidak dipublikasikan secara terbuka. Informasi lebih lanjut mengenai struktur organisasi dan jumlah personel yang terlibat dapat diperoleh dengan menghubungi langsung BKSDA Yogyakarta atau Dinas Pariwisata Kabupaten Sleman.
ADVERTISEMENT
Peran serta masyarakat lokal dalam pengelolaan wisata ini menunjukkan adanya kolaborasi antara pemerintah dan komunitas setempat dalam menjaga dan memanfaatkan potensi alam secara berkelanjutan. Hal ini sejalan dengan upaya pelestarian lingkungan sekaligus meningkatkan kesejahteraan ekonomi masyarakat melalui sektor pariwisata.
Untuk menggali lebih dalam, kami berbicara dengan Pak Andi Prasetyo, seorang petugas di Taman Wisata Alam Gunung Gamping. Beliau telah bekerja selama lima tahun terakhir dan menyaksikan berbagai dinamika di kawasan ini. Bukan hanya Pak Andi kami juga berbicara dengan Pak Suryo sebagai warga lokal yang tinggal tidak jauh dari lokasi.
Saat bertanya tentang masalah modernisasi, Pak Andi menjelaskan, "Tantangan terbesar adalah aktivitas penambangan dan modernisasi yang mengancam keberadaan Gunung Gamping. Seperti penambangan batu kapur untuk bahan bangunan semakin meningkat, merusak struktur alami gunung tersebut, meskipun penambangan legal sudah mulai dibatasi, masih ada beberapa pihak yang melakukannya secara ilegal. Kami terus bekerja sama dengan pemerintah daerah dan komunitas untuk mengawasi hal ini."
ADVERTISEMENT
Beliau juga mengungkapkan keprihatinannya terhadap modernisasi. "Pembangunan perumahan dan industri di sekitar gunung ini juga mengurangi area hijau. Kalau tidak segera diatur, identitas Gunung Gamping bisa saja hilang dalam waktu dekat."
Beliau menambahkan, “Dulu, Gunung Gamping ini menjadi tempat bermain anak-anak. Sekarang, kami khawatir anak cucu kami hanya akan mendengar cerita bahwa gunung ini bagian dari lanskap yang dulunya adalah lautan dangkal pada masa prasejarah,” ujarnya dengan nada sedih.
Menurut Pak Suryo, “Gunung Gamping sering dikunjungi oleh pelajar dan peneliti yang ingin mempelajari lebih dalam tentang formasi batuan”.
Beliau juga menambahkan, “Beberapa bagian gunung bahkan dijadikan lokasi observasi dan praktikum lapangan oleh universitas-universitas di Yogyakarta”.
Peluang dan Harapan Pelestarian
Upaya pelestarian Gunung Gamping sebenarnya sudah mulai dilakukan dari berbagai kelompok masyarakat dan organisasi lingkungan tengah berjuang untuk menyelamatkan Gunung Gamping, salah satunya dengan menjadikan kawasan ini sebagai bagian dari Geopark Jogja. Program ini tidak hanya bertujuan untuk melindungi situs, tetapi juga mempromosikan nilai edukasi dan pariwisata. Seperti kampanye digital yang menggalang dukungan publik untuk menghentikan penambangan liar di sekitar kawasan tersebut.
ADVERTISEMENT
Pak Suryo berharap masyarakat bisa lebih peduli terhadap kelestarian Gunung Gamping. "Kami selalu mengajak wisatawan untuk menjaga kebersihan dan menghormati tradisi setempat. Jika masyarakat, pemerintah, dan wisatawan mau berkolaborasi, Gunung Gamping bisa menjadi ikon yang terus hidup," tambahnya.
Menjaga Jejak Masa Lalu untuk Masa Depan
Keindahan dan keunikan Gunung Gamping di Desa Ambarketawang adalah aset berharga yang patut dijaga. Tempat ini tidak hanya menawarkan keajaiban alam yang memukau, tetapi juga menyimpan kisah sejarah yang kaya, menjadikannya destinasi istimewa bagi siapa saja yang ingin belajar sekaligus menikmati keindahan Yogyakarta. Dengan melestarikan kawasan ini, kita turut memastikan bahwa keajaiban alam dan nilai historis Gunung Gamping dapat dinikmati oleh generasi mendatang. Di tengah arus modernisasi, mampukah kita memilih untuk melestarikan jejak sejarah atau membiarkannya hilang perlahan dikubur oleh kemajuan zaman?
ADVERTISEMENT