Konten dari Pengguna

Perempuan di Negri Abaya: Mata yang Mengikuti Langkah di Jalanan Makkah

nurlaeli lutviani
DOSEN UNIVERSITAS NAHDATUL WATHAN MATARAM
21 Februari 2025 21:29 WIB
·
waktu baca 6 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari nurlaeli lutviani tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Perempuan diizinkan masuk stadion di Arab Saudi Foto: Reuters/Faisal Al Nasser
zoom-in-whitePerbesar
Perempuan diizinkan masuk stadion di Arab Saudi Foto: Reuters/Faisal Al Nasser
ADVERTISEMENT
Dalam Visi 2030 Modernisasi Arab Saudi, Pangeran Arab Saudi Muhammad bin Salman ingin melibatkan perempuan sebagai salah satu penentu keberhasilan perekonomian negeri. Oleh karena itu, pemberdayaan perempuan dan kebebasan pergerakan perempuan menjadi salah satu perhatian penting dalam reformasi Arab Saudi. Pada Januari 2024, saya berkesempatan mengunjungi Tanah Haram yang menjadi pusat sejarah Islam dunia. Sebagai seorang perempuan di tanah patriarki, artikel ini akan menelusuri perjalanan seorang perempuan solo traveler di tanah patriarki.
ADVERTISEMENT
Kesibukan Kota Makkah dan Terbatasnya Transportasi Publik
Jika berkunjung ke Tanah Suci Makkah, maka Anda akan melihat kesibukan kota kecil ini yang dipenuhi dengan riuh dan khusyuk secara bersamaan. Kebanyakan penduduk Makkah bekerja sebagai pedagang dan pengusaha, pelayan hotel dan pariwisata, pegawai pemerintah, serta petugas keamanan. Lalu lintas di pagi hari sangat sibuk dengan kendaraan dan pejalan kaki yang hilir mudik menuju tempat kerja dan Masjidil Haram.
Namun, di tengah kepadatan penduduk dan mobilitas sosial yang tinggi, transportasi publik sangatlah terbatas. Satu-satunya transportasi publik yang tersedia adalah Mecca Bus atau Bus Makkah, yang jadwalnya sudah tertera dalam aplikasi Mecca Bus yang bisa diunduh secara online di play store ataupun IOS . Tidak semua tempat memiliki pusat pemberhentian Bus Makkah yang cepat dan efisien untuk dijangkau. Terkadang, bus penuh sesak dengan orang tua dan para pekerja laki-laki.
ADVERTISEMENT
Sopir dan kondektur sudah pasti laki-laki. Biaya transportasi di sekitar Kota Makkah berkisar antara 5 hingga 6 Saudi Riyal. Jika beruntung, sopir yang tidak didampingi kondektur bisa memberikan perjalanan gratis. Beberapa opsi transportasi lainnya adalah taksi dan kereta antar kota.
Dilema Taksi: Keamanan vs Mobilitas
Perempuan memiliki berbagai tantangan dalam bepergian atau melancong, seperti cenderung lebih mudah lelah jika harus berjalan kaki dalam jangka waktu yang panjang.
Meski sudah menyesuaikan dengan kebutuhan zaman dengan adanya taksi online, penduduk Arab Saudi nampaknya masih lebih nyaman dengan sistem taksi tradisional. Masih banyak taksi berkeliaran di jalanan, dan mendapatkan taksi jalanan jauh lebih mudah dibandingkan taksi online yang entah mengapa sering mengalami pembatalan pesanan. Taksi jalanan di Makkah masih sangat tradisional.
ADVERTISEMENT
Calon penumpang akan menunggu di jalan dengan melambaikan tangan atau sopir taksi akan menawarkan tumpangan. Hal yang sangat menarik adalah harga taksi di Arab Saudi masih menggunakan sistem tawar-menawar, tidak seperti di negara-negara besar yang tarifnya sudah ditentukan berdasarkan jarak tempuh. Harga maksimal taksi di sekitar Kota Makkah adalah sekitar 30 Saudi Riyal. Namun, pendatang, khususnya perempuan yang bepergian sendirian, cenderung dianggap lemah dan mudah diperdaya.
Oleh karena itu, sopir taksi sering melipatgandakan harga hingga 100 riyal. Pastikan untuk menolak dengan tegas jika harga terlalu tinggi dan jangan naik jika belum terjadi kesepakatan. Pembayaran taksi masih sangat konvensional, yaitu menggunakan uang tunai. Penumpang harus menyediakan uang pas, karena jika tidak, ini menjadi celah bagi sopir taksi untuk memaksa penumpang melanjutkan perjalanan dengan alasan menyesuaikan uang kembalian.
ADVERTISEMENT
Khusus bagi perempuan asing yang melancong, peluang untuk diperas kerap terjadi. Tentu hal ini memberikan rasa tidak nyaman dan kurang aman bagi pelancong perempuan. Kebanyakan pekerja kasar di Arab Saudi adalah buruh asing atau migran. Dari pekerja rumah tangga hingga sopir taksi didominasi oleh buruh migran. Sensus penduduk yang dilakukan oleh pemerintah Arab Saudi menunjukkan bahwa pada 2022, 55,5% penduduk Makkah adalah penduduk non-Arab Saudi. Hal ini semakin memberikan kesan kurang aman bagi perempuan yang bepergian sendirian. Kebanyakan sopir taksi dan pekerja migran berasal dari India, Bangladesh, Indonesia, ataupun Filipina.
Suansa Masjidil Haram di Malam Hari), sumber photo camera pribadi original di ambil 30 January 2024.
Mata yang Mengikuti: Dinamika Sosial dalam Ruang Publik
Sebelum lahirnya Visi 2030 Modernisasi Arab Saudi, partisipasi perempuan dalam ranah publik sangat terbatas. Menurut hukum wali, perempuan harus didampingi oleh laki-laki untuk berkeliaran di luar rumah dan tidak diizinkan mengendarai kendaraan sendiri. Namun, setelah lahirnya reformasi Arab Saudi, kebebasan perempuan mulai terasa, seperti diperbolehkan bekerja di sektor publik, mengendarai mobil sendiri, dan menikmati fasilitas publik tanpa dampingan wali laki-laki. Di beberapa tempat publik, seperti pusat perbelanjaan, mulai ramai oleh pekerja perempuan dan pelanggan perempuan. Namun, sebagian besar ranah publik, seperti tempat makan, tamu hotel, dan pekerja, masih didominasi laki-laki.
ADVERTISEMENT
Sehingga, tidak jarang keberadaan perempuan seorang diri di tempat umum akan memancing rasa penasaran bagi banyak mata untuk terus menatap dan mengikuti gerak-geriknya. Terlebih di negeri lelaki seperti Arab Saudi, perempuan yang berjalan sendiri bukanlah fenomena lazim. Perasaan risih karena merasa diintimidasi oleh tatapan, walaupun dari jarak jauh, tentu memberikan ketidaknyamanan yang besar.
Lebih lagi dengan budaya pakaian burqa dan abaya di kalangan perempuan Arab Saudi. Jika pendatang menggunakan pakaian berwarna dan bukan abaya, hal ini akan mengundang rasa penasaran dari setiap mata yang memandang.
Salah satu stasiun Makkah Bus road 155) sumber photo camera pribadi original di ambil 30 January 2024.
Senyum atau Rayuan? Perbedaan Makna Keramahan dalam Budaya Arab Saudi
Dalam berbagai budaya, keramahan sering dianggap sebagai sikap positif yang sangat dihargai, menunjukkan kebaikan hati dan kehangatan. Namun, memaknai keramahan tidak selalu sama di setiap negara, termasuk Arab Saudi. Di negara-negara Barat atau bahkan Indonesia, tersenyum atau berbicara akrab dengan lawan jenis adalah bagian dari interaksi sosial yang wajar dan sangat dianjurkan. Namun, tidak demikian di Arab Saudi. Pembatasan interaksi yang ketat antara laki-laki dan perempuan oleh norma agama serta tradisi budaya menciptakan persepsi yang berbeda bagi masyarakat Arab Saudi.
ADVERTISEMENT
Percakapan atau interaksi akrab antara perempuan dan laki-laki hanya terjadi di kalangan mahram atau keluarga inti. Hubungan dengan teman atau kerabat hanya bersifat formal. Sehingga, tersenyum—yang merupakan hal yang sangat sederhana—jika dilakukan di tempat publik dapat diartikan sebagai isyarat ketertarikan, khususnya jika perempuan yang tersenyum. Begitu pula dengan tatapan mata. Berbicara dengan menatap mata dan bahasa tubuh yang terbuka dapat disalahartikan sebagai kecenderungan untuk menggoda laki-laki. Perbedaan dalam menafsirkan bahasa tubuh dapat mengundang tindakan yang tidak diinginkan, mulai dari rayuan yang membuat tidak nyaman hingga upaya menyentuh fisik karena perempuan yang ramah dianggap menantang laki-laki untuk menggoda mereka.
Kesan dan Refleksi
Perjalanan di Arab Saudi memberikan kesan yang mendalam dan mengubah perspektif saya tentang negara ini. Saya menyadari bahwa citra besar Saudi sebagai rumah bagi seluruh muslim di dunia belum diimbangi dengan kesiapan fasilitas, keamanan, dan kenyamanan bagi para pelancong muslim yang ingin berkunjung ke rumah Sang Pencipta, yaitu Baitullah.
ADVERTISEMENT
Reformasi yang diambil oleh pemerintah Arab Saudi, khususnya dalam melibatkan perempuan dalam proses pembangunan modernisasi Arab Saudi harus dibersamai dengan peningkatan keamanan dan kenyamanan perempuan di Tanah Haram—bukan hanya untuk perempuan Arab Saudi, tetapi juga bagi seluruh perempuan yang hendak beribadah atau sekadar melancong di negeri para khalifah.