Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Kesenian Kuda Lumping
22 Mei 2022 20:29 WIB
Tulisan dari nurmilamilla5 tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Kuda Lumping atau Jaranan adalah seni tari yang dimainkan dengan cara menunggangi kuda peniruan yang terbuat dari anyaman bambu (jalin). Pengerjaan ini umumnya dimainkan dengan melodi dasar seperti gong, kenong, kendang, dan slompret (alat musik tradisional Jawa Timur).
ADVERTISEMENT
Beberapa daerah yang mengetahui kekhasan Kuda Lumping antara lain Blitar, Malang, Nganjuk, Tulungagung. Jika dilihat dari model pengerjaan yang memanfaatkan kekuatan dan kelaziman ini, hampir pasti berasal dari daerah-daerah termasyhur di Jawa.
Dilihat dari cara bermainnya, para seniman Kuda Lumping ini terlihat memiliki kekuatan yang luar biasa, bahkan terlihat memiliki kemampuan dunia lain. Karya tari yang memanfaatkan kuda poni palsu dari anyaman bambu ini ternyata siap membuat penonton terpukau dengan setiap pesona para penunggang kuda lumping (seniman). Hebatnya, para seniman Kuda Lumping konvensional pertama kebanyakan dimainkan oleh gadis-gadis cilik yang berpakaian seperti laki-laki sebagai perwira-perwira termasyhur. Namun, belakangan ini, kuda poni lumping umumnya digerakkan oleh kaum pria.
Tanda dari keahlian ini adalah adanya suara siulan (cambuk yang juga merupakan tanda awal permainan dan berlalunya kekuatan misterius yang dapat menghilangkan kesadaran pemain). Mengendarai kuda poni yang terbuat dari anyaman bambu, pengelana kuda poni yang kaki bagian bawahnya terguncang mulai melompat-lompat, terpental dan berguling-guling di tanah. Atraksi tidak berhenti di situ. Para seniman mulai melakukan trik-trik keterlaluan, misalnya memakan gelas dan mengupas sabut kelapa dengan giginya. Pemain kuda lumping berkisar antara 12-20 individu. Pemain dan pekerjaan individu mereka.
ADVERTISEMENT
Kerajinan tradisional Kuda Lumping harus dilindungi dengan menjaga keabsahannya agar tetap memikat dan tidak kehilangan jiwanya sebagai karya yang terhormat.
Senior Pengrajin Kuda Lumping, Mbah Gajul, mengaku khawatir dengan kekhasan masyarakat Kuda Lumping yang saat ini digarap secara asal-asalan dengan tari Pendet dan penggabungan figur break. Dengan demikian, kekhasan Kuda Lumping kehilangan keasliannya dan tidak lagi memiliki atribut pengerjaan yang terhormat yang diperoleh dari para pendahulu kita. Oleh karena itu, sebagai ungkapan rasa khawatir sekaligus menunjukkan realita para perajin tua dari lereng Gunung Sumbing, Temanggung, mereka memainkan kembali standar Kuda Lumping untuk menghadirkan usia yang lebih muda, di Pengdopo Pengayoman, kemarin.
Menurutnya, usia yang semakin dipacu mengkhawatirkan momentum usaha bersama Kuda Lumping di Temanggung, mengingat gerakan Pendet dan Leak untuk pameran. Upaya bersama ini melanggar norma Kuda Lumping. Kuda lumping memiliki norma, tidak boleh sembarangan bekerja sama dengan ekspresi yang berbeda. Kini melalui penataan sebagai ilustrasi ke usia yang lebih muda.
ADVERTISEMENT
Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata, Woro Andijani, mengungkapkan banyak tandan ekspresi Kuda Lumping di Temanggungan, namun hanya tinggal dua pertemuan yang benar-benar mengikuti prinsip lama. Khususnya Turongggo Mudo dari Tlogomulyo dan Sri Budoyo dari Tembarak. Jaran Kepang Temanggungan memiliki kepribadian yang khas. Yaitu musik khas dari instrumen gamelan murni dan para pemainnya mengenakan pakaian putih, rompi, dan ikat kepala. Ia yakin, perkumpulan seni Kuda Lumping bisa menjaga keasliannya dengan tidak lesu membaur dengan ekspresi yang berbeda.
Keistimewaan adat Kuda Lumping harus dijaga dengan tetap menjaga keabsahannya agar tetap menarik dan tidak kehilangan jiwanya sebagai suatu karya seni yang terhormat.
Senior Pengrajin Kuda Lumping, Mbah Gajul, mengaku khawatir dengan kekhasan masyarakat Kuda Lumping yang saat ini digarap tanpa tujuan dengan tari Pendet dan pertimbangan sosok lobang. Dengan demikian, kekhasan Kuda Lumping kehilangan hakikatnya dan tidak lagi memiliki ciri-ciri pengerjaan yang terhormat yang diperoleh dari para pendahulu kita. Dengan cara ini, sebagai luapan rasa khawatir sekaligus menunjukkan realita para ahli tua dari lereng Gunung Sumbing, Temanggung, mereka memainkan kembali standar Kuda Lumping untuk menghadirkan usia yang lebih muda, di Pengdopo Pengayoman, kemarin.
ADVERTISEMENT
Menurutnya, usia yang lebih berpengalaman mengkhawatirkan aliran upaya koordinasi Kuda Lumping di Temanggung, mengingat jurus Pendet dan Leak untuk pameran. Upaya terkoordinasi ini melanggar norma Kuda Lumping. Kuda lumping memiliki norma, tidak boleh sembarangan digarap dengan berbagai ekspresi. Kini melalui penataan sebagai ilustrasi ke usia yang lebih muda.
Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata, Woro Andijani, mengungkapkan banyak tandan ekspresi Kuda Lumping di Temanggungan, namun hanya tinggal dua pertemuan yang benar-benar mengikuti prinsip lama. Khususnya Turongggo Mudo dari Tlogomulyo dan Sri Budoyo dari Tembarak.
Jaran Kepang Temanggungan memiliki kepribadian yang tidak salah lagi. Khususnya musik dari instrumen gamelan murni dan para pemainnya mengenakan pakaian putih, rompi, dan ikat kepala. Ia meyakini, perkumpulan seni Kuda Lumping bisa menjaga legitimasi dengan tidak lesu membaur dengan ekspresi yang berbeda.
ADVERTISEMENT
Adat Menolak Bala
Jaranan atau Kuda Lumping adalah kerajinan masyarakat atau tarian penunggang kuda (jaran) dengan mainan kuda yang terbuat dari anyaman bambu kawat gigi yang disusun sedemikian rupa dan kemudian dijepitkan di antara para senimannya. ' dua kaki.
Kuda poni ditambahkan dengan embel-embel dan shading sehingga bentuknya terlihat seperti kuda poni asli. Cadangan melodinya lugas, diliputi oleh kenong dan terompet.
Pada mulanya Jaran Kepang bukanlah seni pertunjukan, juga tidak disebut kekaryaan karena pada zaman dahulu belum dikenal istilah kekaryaan.
Jaran Kepang penting untuk adat membubarkan benteng, menaklukkan berbagai bencana, meminta kesuburan di tanah pedesaan, mengharapkan pertemuan yang efektif, dan lebih jauh lagi agar daerah itu terlindungi dan tenang.
ADVERTISEMENT
Di masa-masa sulit, ada keyakinan bahwa kerusakan ekologis, episode penyakit, peristiwa bencana, dll terjadi karena kekuatan roh keluarga.
Dalam jangka panjang, setiap malapetaka, malapetaka, atau berbagai persoalan kehidupan yang terkait dengan arwah nenek moyang teragregasi menjadi rangkaian cerita yang terbentuk menjadi fantasi yang dipercaya oleh daerah setempat.
Kemudian, pada saat itu, sebuah layanan (kebiasaan) diselesaikan dengan tujuan agar bencana tidak kembali lagi. Peristiwa yang terjadi lebih dari satu kali kemudian membentuk gambar-gambar berbeda yang digunakan untuk latihan upacara.