Kepemilikan (Al Milk) Umum dan Negara Dalam Perspektif Islam

Nurul Fajrin
Mahasiswa Ekonomi Syariah UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Konten dari Pengguna
18 Juni 2022 7:11 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Nurul Fajrin tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Prinsip-prinsip dasar yang terkandung dalam Al-Qur'an dan Al-Hadits sangat memperhatikan masalah perilaku ekonomi manusia dalam posisi manusia atas sumber daya material yang diciptakan Allah SWT untuk manusia. Islam mengakui hak asasi manusia untuk memiliki konsumsi dan produksi tetapi tidak memberikan hak itu secara mutlak. Berbicara tentang konsep kepemilikan tidak lepas dari pembahasan masalah Al-Mal (harta) dan Al-Milk (harta). Mengenai kepemilikan diatur agar tidak ada pelanggaran hak (milik) seseorang oleh pihak lain, karena manusia memiliki kecenderungan materialistis, dan Islam mengakui adanya hak milik pribadi dan hak milik umum.
ADVERTISEMENT
Para ahli fiqh mendefinisikan hak milik (al-milk) sebagai ”kekhususan seseorang terhadap harta yang diakui syariah, sehingga menjadikannya mempunyai kekuasaan khusus terhadap suatu harta tersebut, baik memanfaatkan dan atau mentasharufkannya”. Dari pengertian tersebut dapat dipahami bahwa kepemilikan adalah penguasaan seseorang atas sesuatu, baik berupa barang maupun harta baik secara nyata maupun sah, yang memungkinkan pemiliknya melakukan perbuatan hukum, seperti jual beli, hibah, wakaf, dan seterusnya, sehingga dengan kekuasaan ini orang lain baik secara individu maupun secara kelembagaan dicegah untuk memanfaatkan atau menggunakan barang tersebut.
Sebab kepemilikan untuk memiliki (tamalluk) yang diatur oleh syariat terdiri dari empat sebab, antara lain sebagai berikut:
ADVERTISEMENT
Sebagai suatu sistem tersendiri, ekonomi Islam telah menjelaskan segala sesuatu yang berkaitan dengan masalah kepemilikan (al-milkiyyah), yang terbagi menjadi tiga kelompok, antara lain:
Foto oleh Tom Fisk dari Pexels
Di Indonesia, sejak pemerintahan Orde Baru hingga pemerintahan sekarang, kenyataannya telah memberikan kebebasan kepada individu atau swasta untuk menguasai dan memanfaatkan potensi sumber daya alam seperti pertambangan (batubara, emas, tembaga), hutan, minyak dan gas. Seperti dalam kasus PT Freeport. Seperti diketahui, PT Freeport merupakan salah satu perusahaan asing yang paling lama menetap di Indonesia. Penguasaan luas tambang tembaga dan emas di bumi Mimika, Papua selama puluhan tahun. Permasalahan PT Freeport adalah bukan dari berapa persen royalti untuk Indonesia, atau berapa persen sahamnya untuk pemerintah. Namun, masalahnya adalah kepemilikan tambang itu sendiri.
ADVERTISEMENT
Kenyataannya, kepemilikan negara Indonesia dengan sumber daya alam yang melimpah tidak memberikan manfaat yang semestinya. Mengapa negara kaya seperti Indonesia masih memiliki orang miskin seperti pepatah "ayam mati di lumbung padi". Kenapa ini terjadi? Di mana letak kekeliruannya? Dalam konsep atau sistem manajemen atau pada orang-orang yang kurang kompeten dan kurang dapat dipercaya atau keduanya? Milik Tambang Grasberg siapa itu sebenarnya?
Konsep kepemilikan di Indonesia dalam konsep dasarnya terdapat dalam Pasal 33 ayat (2) UUD 1945 yang menyatakan bahwa “segala kekayaan yang menyangkut hajat hidup orang banyak atau yang dibutuhkan oleh setiap orang pemanfaatannya yang disebut sebagai kekayaan atau harta benda milik umum masuk dalam lingkup harta benda milik negara”. Hal ini karena Indonesia mendasarkan prinsipnya pada asas kekeluargaan. Dan suka tidak suka, harus diakui bahwa prinsip ini memiliki kesamaan dengan prinsip sosialisme.
ADVERTISEMENT
Islam menetapkan bahwa pertambangan adalah milik umum semua orang. Tambang harus dikelola langsung oleh negara dan semua hasilnya dikembalikan untuk kepentingan rakyat. Demikian pula Pasal 33(3) UUD 1945 “Bumi, Air, dan kekayaan alam yang dikandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat”. Namun, seperti pasal tentang hak atas pendidikan, pengasuhan anak terlantar, dan pasal-pasal lainnya, pasal ini juga hanya berakhir sebatas kata-kata. Padahal, hanya dengan mengelola sesuai aturan syariah, masyarakat akan mendapatkan haknya, kekayaan alam benar-benar menjadi berkah bagi negara ini dan penduduknya.
Islam sebenarnya membedakan keduanya secara detail. Dari segi konsep dasarnya, Islam secara jelas membedakan keduanya. Kepemilikan publik dalam Islam sebenarnya memberikan ruang bagi individu masyarakat untuk bersama-sama mengelola dan memelihara untuk kepentingan bersama. Karena kekayaan adalah hak mereka. Para ahli hukum mengatakan bahwa jalan, sungai dan sebagainya adalah milik masyarakat dan dipelihara oleh masyarakat, bukan oleh pemerintah. Selain itu, negara akan turun tangan jika terjadi masalah di antara mereka. Negara juga mengantisipasi agar pemeliharaan dan pemanfaatannya dapat berjalan dengan baik dan adil.
ADVERTISEMENT
Meskipun negara bertanggung jawab atas perekonomian, termasuk pengelolaan barang milik umum, negara tetap tidak dapat memilikinya atau menetapkannya sebagai milik perseorangan, sekalipun karena alasan kemaslahatan. Karena kemaslahatan dalam harta ini telah ditentukan oleh syariat ketika menjelaskan mana harta yang milik umum, mana yang milik negara, dan mana yang milik pribadi.