'Perang' di Singapura: #NotMyPresident versus #HalimahisMyPresident

13 September 2017 13:44 WIB
comment
5
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Halimah Yacob dan suaminya (Foto: REUTERS/Edgar Su)
zoom-in-whitePerbesar
Halimah Yacob dan suaminya (Foto: REUTERS/Edgar Su)
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Sebagaimana di Indonesia, pemilihan presiden juga memicu “perang” di antara netizen di media sosial. Di Singapura, kemenangan mudah (walkover) Halimah Yacob sebagai presiden wanita pertama di Singapura untuk 6 tahun ke depan memicu perang hastag #NotMyPresident versus #HalimahisMyPresident.
ADVERTISEMENT
#NotMyPresident adalah hastag yang populer di Amerika Serikat saat Donald Trump terpilih sebagai presiden.
Mereka yang memilih tagar #NotMyPresident kecewa atas proses “penunjukan” Halimah sebagai presiden yang tanpa lewat proses “pemilihan” yang demokratis.
Dalam pilpres tahun ini, adalah etnis Melayu yang berhak bertarung, bergiliran dengan etnis Singapura lainnya (China, India, dan lain-lain). Terdapat 3 kandidat yang mendaftar pilpres, tapi akhirnya hanya Halimah yang lolos seleksi.
Karena Halimah (62) adalah calon satu-satunya, akhirnya pemungutan suara yang seharusnya digelar 23 September, ditiadakan. Halimah dinyatakan sebagai presiden ke-8 yang akan dilantik pada Rabu (13/9) petang.
Mereka yang memilih tagar #NotMyPresident bukannya menolak Halimah, yang mereka akui sebagai politisi yang mampu dan popular.
ADVERTISEMENT
“Saya tidak menolak Madam Halimah - dia adalah wanita kuat yang memiliki apa yang diperlukan untuk memenangkan suara. Dia terpilih secara legal,” ungkap Kyle Malinda-White, warga Singapura etnis Melayu, berusia 25 tahun.
Hanya saya Kyle Malinda-White mempertanyakan keputusan untuk meningkatkan syarat dari calon sektor swasta. “Sekarang, kita memiliki seorang presiden terpilih yang mandatnya dalam pertanyaan serius, bukan karena dia (Halimah) tapi karena prosesnya,” ujarnya seperti dikutip dari The Straits Times, Rabu (13/9).
Nadia Nasser juga mengungkapkan kemarahan atas terpilihnya Halimah yang tidak lewat pemungutan suara (pemilu). "Saya warga Singapura. Saya perempuan. Saya Melayu. Namun suara saya bukan untuk pengangkatannya," tulis Nadia di Facebook seperti dikutip dari BBC Indonesia.
"Demokrasi di atas ras, bila dia terlibat pemilihan presiden dengan cara yang lebih adil, ia pasti menang dengan suara saya bersama yang lainnya dalam komunitas Muslim. Namun bukan itu yang terjadi. Jadi dia bukan presiden saya, dia hanya pemimpin yang diajukan negara," ungkapnya.
ADVERTISEMENT
Dua pesaing Halimah Yacob yang dianggap tidak memenuhi syarat untuk mengikuti pemilihan tersebut adalah chairman perusahaan Farid Khan, 61, dan seorang chief executive, Salleh Marican, 67. Keduanya tidak memenuhi persyaratan utama untuk membentuk perusahaan dengan ekuitas pemegang saham $ 500 juta dalam tiga tahun terakhir, sesuai persyaratan kandidat presiden dari kalangan swasta.
Sedang Halimah Yacob maju dari sektor publik dan dia dianggap memenuhi syarat oleh badan urusan pemilu Singapura. Dia punya pengalaman 40 tahun di bidang layanan publik termasuk tiga tahun sebagai ketua DPR Singapura.
Suara #NotMyPresiden diimbangi oleh kelompok vokal lainnya dengan tagar #HalimahisMyPresident.
"Saya melompat gembira karena kita akan memiliki juara sejati rakyat sebagai presiden kita," tulis pendukung berat Halimah, Saleemah Ismail (48).
ADVERTISEMENT
Selain proses terpilihnya Halimah yang tidak lewat pemungutan suara, hal lain yang disoroti adalah etnis Halimah. Halimah berayahkan seorang India dan beribu Melayu. Sejumlah kalangan berpendapat bahwa etnis seseorang mengikuti ayahnya, sehingga Halimah beretnis India dan bukan Melayu. Dengan demikian, dia tidak berhak bertarung di pilpres sekarang yang giliran untuk etnis Melayu.
Namun, Halimah mengantongi pengakuan dari komunitas Melayu bahwa dia beretnis Melayu, sehingga memenuhi syarat untuk berkompetisi dalam Pilpres Singapura. Sementara itu, tidak ada yang mempersoalkan Halimah sebagai penganut Islam atau Muslimah.
Jabatan presiden di Singapura memang bersifat seremonial. Presiden sebagai simbol persatuan nasional berhak memimpin acara penting nasional, seperti Parade Hari Nasional dan Pembukaan Parlemen. Presiden juga berhak mewakili Singapura pada tingkat tertinggi dalam hubungan internasional.
ADVERTISEMENT
Namun, berbeda dengan di negara lain, presiden di Singapura punya posisi yang lebih kuat. Presiden Singapura memiliki hak veto terhadap simpanan keuangan atau anggaran negara, dan penunjukan jabatan strategis seperti Jaksa Agung, Panglima Angkatan Bersenjata, dan kepala staf tiga angkatan.