Konten dari Pengguna

Masalah Psikologis Pada Anak Yang Ditinggal Orang Tua Untuk Menjadi TKI

Nurul hidayu bt ibrahim
Menempuh Pendidikan di Universitas Negeri Makassar sebagai Mahasiswi Administrasi Kesehatan
16 Oktober 2024 9:51 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
3
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Nurul hidayu bt ibrahim tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
sumber : https://drive.google.com/file/d/1TfxeoiHdknKB4GUvxwerKNrZqz88_RSJ/view?usp=drivesdkhttps://drive.google.com/file/d/1TfxeoiHdknKB4GUvxwerKNrZqz88_RSJ/view?usp=drivesdk Ilustrasi anak yang ditinggal orang tuanya untuk menjadi TKI
zoom-in-whitePerbesar
sumber : https://drive.google.com/file/d/1TfxeoiHdknKB4GUvxwerKNrZqz88_RSJ/view?usp=drivesdkhttps://drive.google.com/file/d/1TfxeoiHdknKB4GUvxwerKNrZqz88_RSJ/view?usp=drivesdk Ilustrasi anak yang ditinggal orang tuanya untuk menjadi TKI
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Bayangkan tumbuh tanpa pelukan hangat ibu atau canda tawa ayah di meja makan setiap hari. Inilah realitas yang dihadapi banyak anak-anak Indonesia ketika orang tua mereka merantau menjadi Tenaga Kerja Indonesia (TKI) di negeri seberang. Di balik pengorbanan besar demi masa depan yang lebih baik, tersimpan luka emosional yang tak kasat mata, membawa anak-anak ini pada kerentanan terhadap berbagai masalah psikologis dan sosial. Siapkah kita memahami dan menjawab tantangan yang mereka hadapi?
ADVERTISEMENT
Pekerjaan sebagai TKI (Tenaga Kerja Indonesia) sering menjadi pilihan bagi orang tua untuk meraih pendapatan lebih layak demi keluarga. Akan tetapi, kepergian mereka tentunya akan berdampak terhadap anak, khususnya dari sisi psikologis.
Ketika orang tua meninggalkan rumah demi mencari nafkah di negeri orang, siapa yang akan menjaga kesehatan mental anak-anak mereka? Sebuah kenyataan pahit menunjukkan bahwa di balik rempah-rempah yang dihasilkan oleh tenaga kerja migran, ada anak-anak yang terjebak dalam perasaan kehilangan dan kecemasan.
Menurut data dari UNICEF, lebih dari 100 juta anak di seluruh dunia hidup tanpa satu atau kedua orang tua karena migrasi. Hal ini tidak hanya menciptakan kesedihan mendalam, tetapi juga meningkatkan risiko gangguan emosional dan perilaku. Penelitian menunjukkan bahwa sekitar 30% dari anak-anak yang ditinggal orang tua mengalami perilaku menyimpang, seperti pembolosan sekolah dan peningkatan konflik dengan teman sebaya.
ADVERTISEMENT
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan mencatat bahwa anak-anak yang ditinggal orang tua untuk menjadi TKI memiliki tingkat putus sekolah yang lebih tinggi, mencapai 15% di beberapa daerah. Ini menunjukkan bahwa ketidakhadiran orang tua berpengaruh besar terhadap kualitas pendidikan mereka.
Dukungan dari komunitas dan kebijakan yang mendukung perlindungan anak harus menjadi prioritas utama. Program-program berbasis komunitas yang fokus pada pendidikan dan kesehatan mental bisa menjadi jembatan yang membantu anak-anak ini meraih masa depan yang lebih baik, meskipun tanpa kehadiran orang tua di samping mereka.
Dampak Psikologis
Anak-anak yang ditinggalkan oleh orang tua mereka untuk bekerja sebagai TKI sering mengalami berbagai masalah psikologis. Penelitian menunjukkan bahwa mereka cenderung mengalami:
ADVERTISEMENT
Faktor Penyebab
Beberapa faktor penyebab masalah psikologis ini meliputi:
Upaya Penanganan
Untuk mengatasi masalah ini, beberapa langkah dapat diambil:
ADVERTISEMENT
Dengan dukungan sosial yang memadai dari pengasuh, komunikasi berkelanjutan dengan orang tua, serta bantuan konseling jika diperlukan, diharapkan dampak negatifnya dapat dicegah atau diminimalisir. Kewaspadaan terhadap perubahan perilaku dan gangguan kejiwaan anak penting dilakukan.
Kesimpulan
Anak-anak merupakan generasi penerus bangsa yang berharga. Namun sayangnya, banyak anak Indonesia harus tumbuh tanpa kasih sayang orang tua karena mereka bekerja jauh sebagai TKI. Artikel ini mengungkapkan bahwa ketidakhadiran orang tua berdampak besar terhadap psikologis anak. Mereka rentan stres, depresi, dan gangguan perilaku. Bahkan, tingkat putus sekolah anak TKI lebih tinggi.
Di balik pengorbanan orang tua, tersimpan luka tak kasat mata pada anak. Mereka kehilangan sandaran emosi dan motivasi belajar. Stigma masyarakat pun memperburuk masalah. Jika dibiarkan, masalah ini dapat menghambat pertumbuhan anak menjadi generasi unggul. Untuk itu, dibutuhkan solusi komprehensif dari berbagai pihak. Peningkatan edukasi keluarga, program dukungan sosial, hingga kesadaran masyarakat perlu didorong. Mari beri perhatian pada mereka yang terlantar demi masa depan yang lebih cerah. Karena anak-anak adalah amanah yang harus dijaga. Marilah kita tak membiarkan generasi penerus terluka karena pengorbanan orang tua.
ADVERTISEMENT