Konten dari Pengguna

Perempuan Mengalami Beban Kerja Ganda

Nurul Izzah
Mahasiswi Universitas Pamulang
24 Oktober 2022 9:12 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Nurul Izzah tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
sumber: Pexels. Ilustrasi perempuan pekerja
zoom-in-whitePerbesar
sumber: Pexels. Ilustrasi perempuan pekerja
ADVERTISEMENT
Konsep dari gender itu dibedakan antara jenis kelamin yaitu laki-laki dan perempuan. Konsep dari gender merupakan sifat yang diproduksi secara sosial dan budaya, di mana laki-laki dipandang sebagai sosok yang kuat, logis, dan jantan. Sedangkan perempuan dianggap sebagai sosok yang lemah, emosional, atau keibuan. Perbedaan gender sebagai konstruksi sosial gender menjadi suatu ideologi dan perlahan-lahan mempengaruhi biologis masing-masing individu. Di mana konseptual yang membuat laki-laki harus bersifat kuat dan ambisius yang kemudian terlatih serta termotivasi untuk menjadi atau menuju ke sifat gender yang ditentukan oleh suatu masyarakat, yaitu secara fisik lebih kuat dan lebih besar.
ADVERTISEMENT
Namun, konseptualisasi gender tersebut masih dapat dipertukarkan karena hal tersebut merupakan hasil konstruksi masyarakat dan bukan bersifat kodrati. Konstruksi sosial terhadap gender justru dianggap sebagai takdir dan diartikan sebagai ketentuan biologis atau ketentuan Tuhan.
Faktor pola asuh orang tua menjadi salah satu akar dari lahirnya konseptualisasi gender yang membentuk peran dengan standar mutlak. Hal tersebut membuat lahirnya stereotip gender di masyarakat. Secara sosial di dalam masyarakat hal ini dipermasalahkan karena telah melahirkan perbedaan. Misalnya persoalan gender yang terjadi dalam keluarga seperti peran-peran yang tidak seimbang antara anggota keluarga laki-laki dan perempuan sering kali memposisikan laki-laki lebih mendapatkan hak-hak istimewa, sedangkan perempuan sebagai kaum kelas kedua. Meskipun pada kelompok masyarakat tertentu hubungan yang dibangun antara laki-laki dan perempuan sudah lebih baik. Namun, setelah ditelaah lebih jauh, pada sebagian besar kelompok masyarakat lainnya, hubungan yang seimbang antara laki-laki dan perempuan masih jauh dari harapan.
ADVERTISEMENT
Ketidaksetaraan gender (Gender Inequality) mengarah pada perilaku bias gender. Unsur ini dihasilkan dari sistem dan struktur sosial yang merugikan dari berbagai pihak, yaitu laki-laki dan perempuan. Akibat dari adanya sistem dan struktur ketidakadilan gender membuat laki-laki maupun perempuan sama-sama ikut merasakan ketidakadilan tersebut. Di dalam kondisi masyarakat perempuan sering mendapatkan perlakuan yang tidak adil saat berada di lingkungan sosial. Oleh karena itu, banyak risiko yang dihadapi perempuan akibat dari ketidakadilan yang mereka hadapi sebagai perempuan. Dapat dilihat dari perbedaan peran dalam masyarakat dimana peran perempuan adalah lingkungan domestik dan peran laki-laki lingkungan luar atau pencari nafkah utama. Karena pembagian peran yang tidak seimbang mengakibatkan beban kerja yang lebih berat terhadap perempuan.
ADVERTISEMENT
Permasalahan peran gender telah diajarkan kepada kita sejak usia dini. Biasanya tugas perempuan hanya berada di dalam rumah sementara tugas laki-laki berada di luar rumah. Mayoritas perempuan diberi tanggung jawab di ranah domestik seperti menyapu, mengepel, mencuci, dan menyetrika, dan lain-lain. Sedangkan peran laki-laki berkonsentrasi pada pekerjaan yang menghasilkan pendapatan untuk dirinya dan keluarga. Pada permasalahan tersebut dapat dilakukan suatu upaya untuk menyelesaikan permasalahan gender dengan cara mengurangi stereotipe pada bias gender, mengurangi pernikahan dini, memberikan kesempatan terhadap perempuan, dan meningkatkan kesetaraan gender yang ada di dalam masyarakat.
Umumnya pekerjaan domestik sebagai tanggung jawab perempuan. Pekerjaan rumah tangga seperti mencuci, mengepel, memasak, menjaga anak, membersihkan rumah, dan lain sebagainya. Padahal pekerjaan tersebut merupakan pekerjaan umum yang harus dikuasai sebagai makhluk hidup dan tidak ada sangkut pautnya terhadap gender. Perbedaan gender ini sering kali disebabkan karena adanya pandangan atau keyakinan di lingkungan masyarakat bahwa jenis “pekerjaan perempuan” seperti domestik dinilai lebih rendah dibandingkan dengan jenis “pekerjaan laki-laki”, serta pekerjaan perempuan dikatakan sebagai tidak produktif. Stereotipe yang terus berkembang tersebut semakin menguatkan anggapan bahwa kaum perempuan memiliki sifat rajin dan tidak cocok untuk menjadi kepala rumah tangga.
ADVERTISEMENT
Pembagian kerja antara laki-laki dan perempuan dibedakan dalam pembagian kerja domestik, reproduktif atau tidak memiliki nilai ekonomis dan kerja publik atau produktif yang tentunya memiliki nilai ekonomis. Pekerjaan rumah tangga bersifat non produksi atau tidak memiliki nilai ekonomis berakibat pelakunya tidak dinilai bekerja. Sedangkan produksi publik ini menghasilkan uang yang berarti sumber produksi dengan status yang tinggi dalam masyarakat. Hal ini memunculkan persepsi bahwa perempuan melakukan pekerjaan yang terbatas jumlahnya serta dengan status pekerjaan rendah. Berdasarkan pembagian kerja tersebut perempuan mengalami beban ganda bahkan lebih (triple burden).
Seiring dengan perkembangan zaman, kini semakin banyak perempuan yang bekerja di luar rumah, baik untuk membantu suaminya atau bahkan untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga. Banyak faktor yang menyebabkan perempuan menjadi tulang punggung keluarga, bisa karena perempuan belum berkeluarga atau hal lainnya yang kemudian dituntut untuk mencari nafkah untuk menghidupi kebutuhan keluarganya. Beban kerja yang ditanggung kaum perempuan menjadi ganda karena harus mengurus urusan selain pekerjaan, juga rumah tangga.
ADVERTISEMENT
Pada contoh perempuan yang belum berkeluarga, memiliki peran untuk memikirkan masa depan dan dirinya sendiri. Mulai dari berkarir untuk kepentingannya sendiri dan bagaimana ia bisa berguna untuk di lingkungan masyarakat. Artinya peran perempuan tidak hanya sebagai individu saja, melainkan perempuan juga sebagai makhluk sosial. Misalnya jika seorang perempuan tidak memiliki pekerjaan tetapi masih berstatus pelajar, maka ia akan memenuhi tanggung jawabnya sebagai pelajar sesuai dengan norma-norma baik di lingkungan masyarakat maupun lingkungan sosialnya.
Sedangkan perempuan yang memiliki keluarga memiliki fungsi ganda yang jauh lebih sulit, yaitu menyesuaikan individu dengan komponen lingkungan keluarganya dan lingkungan tempat tinggalnya. Jika perempuan karir yang merangkap sebagai seorang ibu. Baik perempuan single ataupun berkeluarga, perempuan tetap memiliki peran ganda. Kondisi tersebut perempuan sering kali mendapatkan tekanan dari lingkungan sekitar dan mengharuskan adaptasi sesuai dengan keadaan di lingkungan dan juga mengubah lingkungan sesuai dengan keadaan diri sendiri. Peran ganda ini membawa dampak pada nilai dalam keluarga, berupa pola penggunaan waktu dan kegiatan untuk keluarga, urusan rumah tangga, pekerjaan, sosial, dan pemanfaatan waktu luang.
ADVERTISEMENT
Perempuan bukan lagi sekedar ibu rumah tangga yang memenuhi tugas reproduksi, mengasuh suami dan anak, serta tugas domestik lainnya; ia juga berperan aktif dalam berbagai bidang sosial, ekonomi, dan politik. Berarti jumlah kerja perempuan akan mendominasi pasar kerja di masa mendatang. Peran ganda yang dijalani perempuan membuat beban kerja dan kebutuhan waktu bagi perempuan bertambah akibat beban kerja terus menambah. .
Adapun pola pengelolaan pendapatan dan pemanfaatan pendapatan keluarga didasarkan oleh tanggung jawab untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Misalnya perempuan yang sudah bercerai dan memiliki anak yang mana perempuan mengharuskan dirinya untuk mengurus segala hal dalam menghidupi anak dan dirinya. Selain itu perempuan juga mengharuskan dirinya sebagai pusat kehidupan anaknya, berperan sebagai ayah bagi anak-anaknya, dan bekerja untuk memenuhi kebutuhan diri dan anak-anaknya. Contohnya dalam membiayai pendidikan anak, mengurus rumah, dan bekerja di luar rumah, dan lain-lain. Dengan kondisi seperti ini, perempuan yang menjadi orang tua tunggal berarti peran ibu berubah menjadi kepala keluarga untuk keluarganya. Alhasil ibu tunggal memiliki kewajiban tambahan seperti memberikan dukungan keuangan untuk keluarga mereka, membesarkan anak-anak mereka tanpa bantuan figur ayah, dan melakukan kegiatan lain yang sering dikaitkan dengan menjadi orang tua. Memerankan figur seorang ayah sekaligus panutan positif bagi anak-anak dapat menjadi suatu hal yang harus dihadapi oleh ibu tunggal.
ADVERTISEMENT
Oleh karena itu, tanggung jawab dan peran tidak boleh dipandang samar, sehingga akan mempengaruhi bagaimana kita mengevaluasi seberapa banyak yang diketahui tentang perempuan. Karena wanita adalah makhluk multitasking. Bahkan jika dia membawa beban dan mengeluhkan, dia tidak benar-benar memperlihatkan dan itu hanya sentimen dari hati kecilnya. Dengan adanya kondisi tersebut memungkinkan perempuan untuk beradaptasi dengan kondisi baru, yaitu dengan menambahkan beberapa peran dan tugas yang harus dilakukan.