Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Pamali sebagai Nasehat Tersirat oleh Masyarakat Dayak Bakumpai
4 Juni 2024 15:13 WIB
·
waktu baca 12 menitTulisan dari Nurul jumiati Hasanah tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Bakumpai sebagai bagian dari Dayak dapat dilihat dari suku-suku yang besar hingga yang kecil. Dalam suku Dayak terbagi menjadi tujuh bagian yaitu Dayak Ngaju, Dayak Apu Kayan, Dayak Iban dan Heban atau Dayak Laut, Dayak Klemetan atau Dayak darat, Dayak Murut, Dayak Punan dan Dayak Ot Danum. Dari ketujuh kelompok Dayak ini, terbagi lagi menjadi ratusan kelompok etnis yang lebih kecil. Misalnya seperti Dayak Ngaju terbagi menjadi puluhan kelompok, salah satunya adalah Dayak Bakumpai.
ADVERTISEMENT
Ada juga versi lain yang menyebutkan bahwa Dayak Bakumpai merupakan bagian dari Dayak Ot Danum. Jika dilihat dari perbedaan versi menganai darimana Dayak Bakumpai berasal, kata Ot Danum dan Ngaju memiliki arti yang sama; kata Ot memiliki arti “hulu” dan Danum artinya “air”, yang jika di gabungkan berari Hulu Sungai yang artinya masyarakat yang tinggal di hulu sungai. Sedangakan Ngaju berasal dari kata Bi-aju; Bi artinya dari dan Aju artinya Interior. Singkatnya Ot Danum dan Ngaju memiliki pengertian secara garis besar yang sama, yaitu “berada di hulu sungai” . Secara tidak langsung penamaan dari etnis-etnis Dayak tersebut menggambarkan serta menentukan wilayah dimana mereka bermukim serta penanda wilayah mereka. Namun, jika dilihat sekarang suku Bakumpai merupakan suku Dayak yang tinggal di wilayah sungai Barito, khususnya di sepanjang sungai Barito.
Indonesia sebagai salah satu negara yang kaya akan warisan budaya, yang pastinya di setiap daerah Indonesia memiliki budayanya masing-masing. Salah satunya adalah budaya lisan yang merupakan salah satu tradisi yang masih dikenal oleh masyarakat Dayak Bakumpai yang di wariskan dari nenek moyang bahkan masih dipercaya oleh sebagian orang yang menganggapnya sebagai tradisi lisan . Oraang jaman dulu khususnya masyarakat Dayak Bakumpai menggunakan tradisi lisan seperti saran dan batasan yang dibungkus dalam kalimat kiasan atau lebih sering dikenal dengan istilah “Pamali”. Pemali atau Pamali merupakan pantangan atau larangan berdasarkan adat dan kebiasaan . Pamali sebagai salah satu tradisi lisan Dayak bakumpai mempunyai nilai penting bagi kehidupan masyarakatnya. Dimana Pamali sudah mengakar kuat menjadi suatu kepercayaan yang dianut masyarakat sebagai suatu nilai yang mengatur kehidupan bermasyarakat (norma yang disampaikan secara lisan).
ADVERTISEMENT
Pamali sebagai salah satu tradisi lisan yang ada di Kalimantan Tengah khususnya di masyarakat Dayak Bakumpai seiring berjalannya waktu tentu akan pudar, mengingat Pamali sering dikaitkan dengan hal-hal mistis serta mitos sehingga tidak banyak orang yang percaya dengan Pamali. Pamali dalam masyarakat Dayak Bakumpai itu sendiri tidak hanya berupa pantangan dan larangan yang ditetapkan oleh adat istiadat, tetapi juga memuat nasehat yang dibungkus dengan kiasan-kiasan dengan tujuan untuk menegur orang yang berbuat tidak sesuai denga norma dengan cara yang halus dan tidak terkesan memaksa.
Pengertian Pamali
Dalam kamus besar bahasa Indonesia daring edisi VI Pamali atau Pemali merupakan pantangan atau larangan berdasarkan adat dan kebiasaan dan biasanya dikaitkan dengan mitos di masyarakat bersangkutan . Pendapat lain mengatakan bahwa istilah Pamali berasal dari bahasa Sunda yang mempunyai ari yang sama dengan kata Pantrang dan Cadu (memiliki makna yang sama dengan kata Pantang atau Tabu), yang artinnya pantangan atau larangan tentang suatu tindakan yang dilakukan sehari-hari, dan apabila larangat tersebut dilakukan maka akan mendatangkan kesialan yang biasanya berhubungan dengan masalah kesehatan, keselamatan, jodoh, rejeki, keturunan dan lain sebagainya .
ADVERTISEMENT
Dalam kamus Bahasa Banjar, Pamali diartikan berdosa karena melakukan sesuatu yang dilarang. Menurut Djebar Hapip, Pamali adalah tabu atau pantangan . Menurut Danadibrata dalam kamusunya menjelaskan bahwa Pamali adalah suatu larangan yang dapat merugikan bila dilakukan. Menurut Mulkam dan Dede menjelaskan bahwa Pamali adalah larangan untuk melakukan atau mengucapkan sesuatu yang dapat berdampak buruk bagi diri sendiri dan lingkungan. Kadang kali Pamali erat kaitannya dengan Mitos, yang faktanya seringkali tidak bisa diterima oleh akal pikir manusia, karena mitos merupakan kumpulan cerita yang dipercaya turun-temurun di kelompok masyarakat tertentu .
Sama halnya dengan Pamali dalam masyarakat Dayak Bakumpai, diartikan juga sebagai larangan atau pantangan yang jika dilakukan kelak akan mendapatkan musibah. Dalam masyarakat Dayak Bakumpai, Pamali dibungkus dalam nasihat yang disampaikan secara lisan dengan tujuan agar mudah diterima oleh yang mendengarkan. Seperti “ela munduk si hunjun bantal kareh babisul” artinya “jangan duduk di atas bantal, nanti bisulan” jika ditafsirkan lebih jauh lagi, Pamali ini berisi larangan tentang menduduki bantal dan jika dilakukan akan berakibat bisulan oleh yang menduduki, selain itu dalam Pamali ini tersirat makna bahwa tidak baik menduduki bantal, karena bantal adalah tempat menaruh kepala ketika tidur. Tidaklah pantas kiranya jika diduduki.
ADVERTISEMENT
Pamali Sebagai Tradisi Lisan
Pamali bisa dikatakan sebagai salah satu jenis budaya yang termasuk kedalam tradisi yang bersifat lisan yang ada dan dimiliki oleh masyarakat Dayak Bakumpai. Tutur Pamali dikatakan tradisi lisan masyarakat Dayak Bakumpai ada dan dikenal oleh hampir masyarakat Dayak bahkan Banjar yang ada di Kalimantan . Tradisi lisan merujuk kepada segala bentuk warisan dan tradisi dalam suatu kelompok masyarakat. Penyampaian tradisi ini berbentuk perantara lisan, yang merupakan salah satu cara masyarakat menyampaikan sejarah lisan, kesusteraan, perundangan dan pengetahuan lain menyeberangi generasi tanpa sistem tulisan. Tradisi lisan adalah berbagai pengetahuan dan adat kebiasaan yang secara turun-temurun disampaikan secara lisan. Tradisi lisan ini tidak hanya mencakup cerita rakyat, mitos dan legenda tetapi juga sistem kognitif masyarakat, sejarah, hukum, hukum adat, practices dan medication .
ADVERTISEMENT
Islam merupakan agama yang dianut oleh sebagian besar masyakat Dayak Bakumpai. Pantangan atau Pamali adalah suatu ketentuan yang bersifat hukum dan tidak tertulis, dijunjung tinggi, di patuhoi oleh setiap masyarakat Dayak Bakumpai. Pamali dalam masyarakat Dayak Bakumpai adalah suatu yang diungkapkan dan memiliki paparan tentang siapa saja yang tidak boleh melakukan kegiatan tertentu, pada waktu yang ditentukan, di tempat-tempat yang ditentukan dan akibat-akibat tertentu yang melekat sebagai hukuman yang diancamkan kepada siapa saja yang berani melakukan perbuatan-perbuatan tertentu yang tidak di perbolehkan .
Alasan diatas berhubungan dengan nilai-nilai norma dan etika, sehingga menuntun perilaku ke aran yang baik dan benar. Jika dibandingkan dengan undang-undang atau peraturan perundang-undangan, Pamali terkadang jauh lebih dapat diandalkan. Di dalam Pamali mengandung pesan-pesan moral jika ditelusuri faktor yang mendorong penerimaan sosialnya. Pamali di masyarakat Dayak Bakumpai digunakan untuk mendidik anak cucu, akhlak, etika dan pendidikan selain sebagai ketentuan hukum.
ADVERTISEMENT
Pamali dikatakan sebagai tradisi lisan karena merujuk pada pengertian tradisi lisan itu sendiri. Pamali disampaikan secara lisan dari generasi ke generasi, Pamali juga merupakan hukum tersirat atau tidak tertulis yang sering kali dijumpai dalam masyarakat-masyarakat kecil yang ada di Indonesia khususnya masyarakat Dayak Bakumpai. Pamali adalah kearifan leluruh masyarakat dalam memberikan nasehat. Kandungan pesan-pesannya merujuk pada nilai-nilai adab yang juga bersumber pada ajaran agama sebagai sumber adab tertinggi. Leluhur mengajak untuk Fastabiqul Khairat dengan komunikasi tutur yang sederhana dan disampaikan secara tidak langsung atau menggunakan kias dan analogi. Komunikasi tutur seperti ini menyesuaikan dengan karakter sasaran sebagai pesan lebih mudah diterima .
Pamali dalam masyarakat Dayak Bakumpai
Dalam mengungkapkan suatu larangan atau pantangan, seringkali dikaitkan dengan hal yang berkaitan dengan apa yang menjadi alasan dikatakannya ungkapan tersebut. Biasanya orang tua yang masih menjunjung tinggi tradisi dan adat istiadat akan melarang seseorang untuk bertingkah laku atau mengerjakan suatu pekerjaan dengan dibarengi oleh dampak yang bisa ditimbulkan dari pelanggaran yang dilakukannya. Asal mulan adanya istilah ‘pantangan’ ini sebenarnya belum ada sumber yang jelas. Masyarakat pada umumnya mengenal pantangan dari berbagai sumber dalam bentuk cerita yang disampaikan dari mulut ke mulut dan dipercayai sebagai sebuah kebenaran. Seorang individu yang mengalami sendiri sebuah kejasdian yang menurutnya diluar nalar akan mengaitkan kejadian tersebut dengan konsekuensi dari pelanggaran pantangan yang sudah menjadi pengetahuan umum di masyarakat. Dan seiring berjalannya waktu menjadi sebuah keyakinan tanpa berdasar sesuatu yang logis akan tetapi lebih kepada ungkapan yang disampaikan secara turun-temurun dari generasi ke generasi sehingga membentuk alur cerita yang sistematis dan paten .
ADVERTISEMENT
Larangan atau pantangan seperti ini dalam masyarakat Dayak Bakumpai sendiri dikenal dengan istilah ‘Pamali’. Istilah Pamali sendiri telah banyak dipakai dan dikenal hampir di seluruh Indonesia. Bukan hanya itu, istilah Pamali ini juga memiliki penafsiran yang sama di berbagai daerah yang ada di Indonesia. Masyarakat Dayak Bakumpai sendiri menafsirkan pamali sebagai larangan atau pantangan yang apabila di lakukan larangan atau pantangan tersebut akan berakibat fatal. Pamali ada banyak sekali macamnya, misalnya seperti Pamali Makanan, Pamali Pakaian, Pamali tempat, Pamali Peilaku dan pamali Ritual. Namun, inti dari adanya Pamali ini untuk menanamkan nilai-nilai luhur yang terkandung dalam Pamali.
Dalam masyarakat Dayak Bakumpai Pamali lebih mengarah kepada nasehat-nasehat yang sarat akan makna. Diantaranya ada makna tekstual atau makna tersurat dan makna terdalam. Makna tekstual atau makna tersurat yang ada dalam kalimat Pamali yang dimaksudkan untuk memberi rasa takut, dengan kata lain makna tekstual dalam Pamali berisi akibat dari melanggar Pamali. Sedangkan makna terdalam atau makna tersirat adalah makna yang ada dalam ungkapan Pamali yang diperoleh setelah kita memaknai secara mendalam ungkapan Pamali dengan memperhatikan unsur tujuan dan maksud orang tua menyampaikan Pamali tersebut . Berikut ini adalah makna tekstual dari Pamali yang sering digunakan masyarakat Dayak Bakumpai:
ADVERTISEMENT
“Ela manjalua amun andau surak saru, Pamali”
Makna tekstual yang bisa diambil dari Pamali diatas berupa larangan keluar ketika hari menjelang Magrib. Surak Saru dalam bahasa Dayak Bakumpai disini diartikan sebagai waktu ketika matahari terbenam dan menjelang magrib. Menurut kepercayaan masyarakat Dayak Bakumpai akan terjadi musibah jika melanggar Pamali ini.
Adapun makna terdalam dari Pamali diatas berupa nasihat dan pesan kepada siapa saja terutama anak-anak agar tidak berkeliaran ketika matahari terbenam menjelang Magrib. Selain itu Pamali ini berisi pesan toleransi antar umat beragama, tidaklah sopan kiranya berkeliaran menjelang waktu Magrib karena waktu itu merupakan waktu beribadah bagi agama Islam. Di dalam Islam juga dijelaskan bahwa ketika matahari terbenam atau waktu menjelang Maghrib merupakan waktu dimana Jin-jin mulai berkeliara, hal ini tertuang dalam Hadis dari Jabir bin Abdillah, Rasulullah Bersabda:
ADVERTISEMENT
إِذَا كَانَ جُنْحُ اللَّيْلِ – أَوْ أَمْسَيْتُمْ – فَكُفُّوا صِبْيَانَكُمْ، فَإِنَّ الشَّيْطَانَ يَنْتَشِرُ حِينَئِذٍ، فَإِذَا ذَهَبَ سَاعَةٌ مِنَ اللَّيْلِ” فَخَلُّوهُمْ، وَأَغْلِقُوا الْأَبْوَابَ، وَاذْكُرُوا اسْمَ اللهِ، فَإِنَّ الشَّيْطَانَ لَا يَفْتَحُ بَابًا مُغْلَقًا، وَأَوْكُوا قِرَبَكُمْ، وَاذْكُرُوا اسْمَ اللهِ، وَخَمِّرُوا آنِيَتَكُمْ وَاذْكُرُوا اسْمَ اللهِ، وَلَوْ أَنْ تَعْرُضُوا عَلَيْهَا شَيْئًا، وَأَطْفِئُوا مَصَابِيحَكُمْ”
Yang artinya:
“Bila hari telah senja, tahan anak-anak kalian. Karena ketika itu setan berkeliaran. Dan bila sudah masuk sebagian waktu malam, silahkan biarkanlah mereka. Tutuplah pintu dan sebut nama Allah, karena setan tidak dapat membuka pintu yang tertutup (dengan menyebut nama Allah). Tutup semua kendi kalian dengan menyebut nama Allah dan tutuplah bejana kalian dengan menyebut nama Allah, sekalipun dengan membentangkan sesuatu di atasnya, dan padamkan lentera kalian (ketika hendak tidur).” (HR. Bukhari 5623 dan Muslim 3756)”
ADVERTISEMENT
Selain itu, dalam masyarakat Dayak Bakumpai waktu menjelang Magrib atau saat matahari terbenam dipercaya sebagai waktu dimana “Umpan” dilepas yaitu orang-orang yang mempunyai ilmu hitam melepaskan mantranya untuk mencelakai seseorang. Pamali ini pada dasarnya digunakan orang-orang zaman dulu untuk menakuti anak-anak yang sering lupa waktu ketika bermain diluar. Namun disamping itu, jika ditelusuri lebih dalam lagi Pamali ini berisi nasehat yang memiliki makna sangat luas bahkan berkaitan dengan agama. Bahkan Pamali ini dalam masyarakat Dayak Bakumpai masih digunakan sampai saat ini.
Dari satu kalimat Pamali diatas, ternyata Pamali memiliki banyak sekali fungsi dalam masyarakat. Dimana dalam Pamali tersebut terdapat nilai Moral, Religi dan Budaya. Esensi Pamali itu sendiri ada dua, yaitu sebagai sebuah kearifan lokal dan mitos, untuk menentukan esensi dari Pamali sendiri tergantung dari sudut pandang masing-masing.
ADVERTISEMENT
Pamali dikategorikan sebagai mitos ketika Pamali tersebut hanya dipahami tanpa pemaknaan misalnya “ela manyundur guti hamalem” artinya jangan menyisir/mencari kutu ketika malam hari, jika dimaknai lebih jauh lagi Pamali ini mengandung makna bahwa mencari kutu dimalam hari itu tidak boleh karena ketika malam hari tidak seterang ketika siang hari, jadi kutunya tidak akan kelihatan. Hal ini juga berkaitan dengan keadaan orang zaman dulu yang hanya menggunakan lampu tembok sebagai penerang. Adapun Pamali yang dikategorikan sebagai kearifan lokal adalah Pamali yang dimaknai dengan meyakini ada nilai yang terkandung didalamnya berupa nilai mendidik, misalnya “Ela munduk si bauntunggang, Pamali” artinya jangan duduk di Pintu. Pamali ini berisi pesan bahwa tidaklah sopan untuk duduk di depan pintu, karena akan menghalani orang yang ingin keluar masuk, karena fungsi dari pintu itu sendiri adalah untuk keluar masuk bukan untuk duduk.
ADVERTISEMENT
Dalam masyarakat Dayak Bakumpai khususnya anak-anak yang ditanamkan nilai-nilai luhur yang terkandung dalam Pamali cenderung memiliki perilaku yang lebih baik. Anak-anak menjadi lebih patuh dan penurut kepada orang tua. Selain itu, Pamali dalam masyarakat Dayak Bakumpai menjadikan masyarakatnya orang-orang yang berbudi luhur dan menghargai budaya yang mereka miliki.
Penutup
Pamali adalah istilah yang merujuk pada pantangan atau larangan yang sering ditemukan dalam adat istiadat masyarakat Indonesia. Meskipun terkadang dianggap sebagai hal yang tidak rasional, pamali masih dijaga dan dipercayai oleh masyarakat Indonesia hingga saat ini. Pamali dapat dihindari dengan menghormati dan mengikuti adat istiadat setempat . Selain itu, pamali juga merupakan kepercayaan turun temurun yang masih dipegang oleh masyarakat Dayak Bakumpai hingga saat ini. Dianggap sebagai sesuatu yang sakral, pamali harus dipatuhi oleh siapa saja . Meskipun telah dijelaskan, pamali memiliki nilai-nilai positif dan negatif dalam kehidupan masyarakat Indonesia, dan kebudayaan tentang pamali dan mitos tetap perlu dipahami dan dihormati
ADVERTISEMENT
Sumber
Abdurrohman, and Cecep Zakaria El Bilad. “ANALISIS MITOS JAWA TENTANG PANTANGAN DAN KEYAKINAN YANG SERING DI UNGKAPKAN OLEH ORANG TUA DAHULU,” n.d.
Anggito, Albi, and Johan Setiawan. Metodologi Penelitian Kualitatif. Edited by Ella Deffi Lestari. I. Jawa Barat: CV. Jejak, 2018.
Banda, Maria Matildis. “Tradisi Lisan Dan Kelisanan Sekunder Di Era Global.” Seminar Seri Fakultas Ilmu Budaya Universitas Udayana, 2016, 1–18. https://simdos.unud.ac.id/uploads/file_penelitian_1_dir/0b9791646fbe7001b7eeefb4ed2e23d1.pdf.
Jamalie, Zulfa & Juhriyansyah Dalle. “Pamali Sebagai Nilai Tradisional Pencitraan Publik Figur Masyarakat Banjar.” Jurnal Sosio Didaktika 1, no. 2 (2014): 1051–61.
Jeferson, Jerry. “Pamali Dalam Masyarakat Dayak Meratus Kecamatan Hampang Kabupaten Kotabaru (Pamali in Dayak Meratus Community in Hampang District, Kotabaru Regency).” Jurnal Bahasa, Sastra Dan Pembelajarannya 12, no. 1 (2022): 181. https://doi.org/10.20527/jbsp.v12i1.13053.
ADVERTISEMENT
Khairiyya, Qathrunnada. “Tutur Pamali Sebagai Kearifan Lokal Dalam Komunikasi Masyarakat Muslim Banjar Kalimantan Selatan.” Yogyakarta, 2023.
Nasrullah. “The Islamic Tradition of Bakumpai Dayak People.” Al ALBAB-Borneo Journal of Religious Studies (BJRS) 3, no. 1 (2014): 52–67. https://doi.org/10.4324/9781315518978-4.
Pembinaan Bahasa, Badan Pengambangan dan. “Kamus Besar Bahasa Indonesia VI Daring,” n.d. https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/pemali.
Subhan, Ahmad, and Egi Ahmad. “Analyzing Students’ Perception Toward Pamali As Sundanesse Social Norm.” PROJECT ProfessionalJournal of English Education 1, no. 5 (2018): 509–17.