Futoko di Jepang: Analisis Mendalam tentang Faktor, Akibat, dan Upaya Pencegahan

Nurul Maulid Dia
Mahasiswa S1 Universitas Airlangga Prodi Bahasa dan Sastra Jepang
Konten dari Pengguna
30 Maret 2024 18:53 WIB
·
waktu baca 6 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Nurul Maulid Dia tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Photo by Suzy Hazelwood https://pexels.com/
Sebagai salah satu negara maju di dunia, Jepang telah membangun reputasi yang kokoh dalam semua bidang, khususnya dibidang pendidikan yang berkualitas. Keberhasilan Jepang dalam menciptakan sumber daya manusia yang unggul merupakan sebuah bukti nyata dari sistem pendidikan yang efektif dan memiliki daya saing. Perjalanan pendidikan di Jepang telah mengalami beberapa perubahan yang sangat panjang dan kompleks sebelum mencapai bentuk pendidikan modern seperti sekarang.
ADVERTISEMENT
Melalui pengalaman dan perubahan yang sudah dilakukan, Jepang telah memperkuat pondasi yang kokoh, memberikan kesempatan yang setara bagi seluruh siswa, dan menempatkan pendidikan sebagai prioritas utama dalam upaya mencapai kemajuan sumber daya manusia. Pemahaman masyarakat Jepang tentang pentingnya pendidikan telah memainkan peran penting dalam perkembangan sistem pendidikan mereka. Masyarakat Jepang meyakini bahwa pendidikan memiliki peran kunci dalam kemajuan suatu bangsa.
Photo by Christiano Sinisterra: https://www.pexels.com/photo/girl-walking-on-sidewalk-with-an-umbrella-5197153/
Meskipun sistem pendidikan di Jepang mencapai suatu keberhasilan yang signifikan, terdapat fenomena di mana beberapa siswa tidak hadir atau tidak mengikuti kelas di sekolah dalam jangka waktu yang lama. Fenomena ini dikenal dengan sebutan futoko, yang secara harfiah berarti berhenti sekolah. Menurut Kementrian Pendidikan, Kebudayaan, Olahraga, Sains dan Teknologi Jepang (MEXT) futoko didefinisikan sebagai suatu kondisi di mana seorang siswa tidak menghadiri sekolah dalam kurun waktu lebih dari 30 hari, dengan alasan yang bukan disebabkan oleh masalah kesehatan atau keuangan.
ADVERTISEMENT
Fenomena futoko mencerminkan adanya masalah yang lebih dalam mengenai sistem pendidikan di Jepang. Meskipun Jepang telah mencapai prestasi besar dalam bidang pendidikan, absensi sekolah yang berkepanjangan mengindikasikan adanya tantangan signifikan yang dihadapi oleh sejumlah siswa. Siswa yang melakukan futoko berisiko mengalami penurunan prestasi akademik, kurangnya keterampilan sosial, dan kesulitan dalam membangun masa depan yang sukses. Selain itu, absensi sekolah yang berkepanjangan juga dapat mengganggu proses pembelajaran dalam kelas, serta menghasilkan biaya sosial dan ekonomi yang signifikan bagi masyarakat.
Futoko dapat dialami oleh siapapun dan bisa terjadi dimanapun mereka bersekolah. Futoko tidak terjadi tanpa alasan pada siswa, melainkan ada beberapa faktor yang dapat menyebabkan seseorang menjadi futoko. Menurut survei yang dilakukan oleh Kementrian Pendidikan, Kebudayaan, Olahraga, Sains dan Teknologi Jepang (MEXT) terdapat tiga faktor yang dapat menyebabkan seorang anak atau siswa menjadi futoko, yaitu faktor yang berkaitan dengan sekolah, faktor yang berkaitan dengan keluarga, dan faktor yang menyangkut dengan diri sendiri. Meskipun faktor-faktor tersebut telah dirangkum dan belum mencakup semua kemungkinan penyebab futoko, tidak menutup kemungkinan bahwa juga ada faktor lain yang dapat menyebabkan seseorang menjadi futoko.
Photo by Mikhail Nilov: https://www.pexels.com/photo/a-kid-getting-bullies-by-classmates-in-school-7929441/
Faktor penyebab futoko yang berkaitan dengan sekolah beragam, penyebab yang sering dijumpai adalah kasus bullying atau dalam bahasa jepang disebut ijime (いじめ). Tindakan bullying terhadap anak dapat membawa pengaruh buruk yang besar, para korban bullying sering kali mengalami kecemasan, rasa rendah diri, perasaan kesepian, dan rentan mengalami depresi.
ADVERTISEMENT
Selain bullying, hubungan yang tidak harmonis dengan teman sebaya dan guru juga dapat menjadi salah satu alasan mengapa siswa terlibat dalam perilaku futoko. Ketika siswa mengalami kesulitan dalam menjalin hubungan yang positif dan harmonis dengan teman sebaya atau merasakan ketidakcocokan dengan guru, hal ini dapat mempengaruhi kesejahteraan mereka secara emosional dan sosial. Kurangnya dukungan sosial dan interaksi yang positif dalam lingkungan sekolah dapat membuat siswa merasa terisolasi, tidak dihargai, atau bahkan diabaikan. Hal ini dapat memicu rasa frustasi, putus asa, depresi, dan ketidakmampuan dalam mengatasi masalah dengan cara yang tepat. Akibatnya, beberapa siswa mungkin memilih untuk melarikan diri dari situasi tersebut melalui tindakan futoko sebagai bentuk pelampiasan atau perlawanan terhadap lingkungan sekolah yang tidak mendukung.
ADVERTISEMENT
Faktor penyebab futoko juga berkaitan erat dengan hubungan keluarga, beberapa faktor tersebut meliputi hubungan yang buruk antara anak dan orang tua, terjadinya perubahan mendadak dalam lingkungan keluarga, serta adanya perselisihan dan konflik dalam keluarga.
Photo by Kindel Media: https://www.pexels.com/photo/woman-in-blue-shirt-talking-to-a-young-man-in-white-shirt-8550841/
Hubungan yang tidak harmonis antara anak dan orang tua memiliki dampak yang signifikan terhadap kesejahteraan dan motivasi belajar anak. Ketika hubungan ini mengalami gangguan, kurangnya komunikasi efektif dan dukungan emosional dapat membuat anak merasa tidak dihargai atau kurang mendapatkan perhatian yang seharusnya. Akibatnya, motivasi anak untuk bersekolah dan belajar dapat terpengaruh secara negatif.
Selain itu, perubahan tiba-tiba dalam lingkungan keluarga seperti pindah rumah, perceraian, atau kehilangan anggota keluarga dapat menjadi pemicu perilaku yang sulit dikendalikan oleh anak. Perubahan tersebut dapat menimbulkan ketidakstabilan emosional dan sosial, mengganggu rutinitas dan kebiasaan yang telah terbentuk, serta menciptakan perasaan tidak nyaman.
ADVERTISEMENT
Perselisihan dan konflik dalam keluarga dapat berdampak negatif pada kesejahteraan anak dan motivasi belajar mereka. Ketika anak sering menghadapi konflik di antara anggota keluarga, mereka akan terdampak dengan lingkungan yang penuh ketegangan dan stress. Akibatnya, fokus dan konsentrasi anak dalam proses pembelajaran dapat terganggu.
Selain faktor yang berkaitan dengan keluarga, faktor-faktor yang berkaitan dengan diri sendiri juga dapat berperan dalam perilaku futoko atau berhenti sekolah. Faktor ini bergantung pada kondisi fisik, mental, dan sifat anak itu sendiri. Ketidakseimbangan dalam kondisi fisik atau mental, serta kecenderungan terhadap perilaku negatif, dapat menjadi faktor penyebab terjadinya futoko.
Futoko harus dicegah segera mungkin, pencegahan futoko merupakan langkah yang penting untuk menciptakan lingkungan belajar yang aman dan mendukung bagi anak-anak. Upaya pencegahan tersebut dapat dilakukan oleh orang tua yang berperan penting dalam kehidupan anak. Upaya awal yang orang tua perlu lakukan untuk mencegah anak futoko adalah mulai mengapresiasi semua usaha yang telah dilakukan anak. Penting bagi mereka untuk mengakui dan menghargai usaha dan prestasi anak, baik dalam hal akademik maupun non-akademik. Memberikan pujian dan penghargaan akan meningkatkan rasa percaya diri anak dan motivasi mereka untuk terus berusaha.
ADVERTISEMENT
Dalam pencegahan futoko, menjadi pendengar yang baik bagi anak dan menghindari menyalahkan mereka langsung merupakan langkah penting yang dapat diambil oleh orang tua. Orang tua harus meluangkan waktu dan ruang untuk mendengarkan keluh kesah, perasaan, dan masalah yang dihadapi anak dengan empati dan tanpa menghakimi. Selain itu, orang tua harus membantu anak mencari solusi dan mengajarkan cara mengatasi kesulitan, daripada langsung menyalahkan mereka saat terjadi masalah atau kesalahan. Mereka juga harus memberikan dukungan dan bimbingan kepada anak-anak.
Untuk mencapai tujuan mengurangi futoko dan mendorong kemajuan pendidikan di Jepang, berbagai upaya telah dilakukan dengan fokus pada pengurangan jumlah siswa yang absen sekolah. Jepang menyadari pentingnya mengatasi tantangan futoko secara berkelanjutan, dengan tujuan utama memastikan bahwa setiap siswa memiliki kesempatan yang setara untuk mendapatkan pendidikan yang berkualitas. Dengan demikian, Jepang berkomitmen untuk mempertahankan kualitas pendidikan yang telah dicapai dengan mengembangkan strategi yang efektif untuk mengatasi fenomena futoko dan menciptakan lingkungan pendidikan yang inklusif, aman, dan mendukung bagi semua siswa.
ADVERTISEMENT