Payahnya Menembus Gerbang Rusun 'PNS' Cipinang Muara

Nurul Nur Azizah
Womenfolk.
Konten dari Pengguna
8 November 2017 14:28 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Nurul Nur Azizah tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Rusun Cipinang Muara. (Foto: Nurul/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Rusun Cipinang Muara. (Foto: Nurul/kumparan)
ADVERTISEMENT
Kisah perjalanan yang ada di dalam pagiku kali ini berbeda. Meliput Rumah Susun (Rusun) Cipinang Muara, Pondok Bambu, Duren Sawit, Jakarta Timur, Rabu (8/11), adalah penugasan hari ke-8 semenjak pertamaku mengikuti Officer Development Program (ODP) kumaparan.
ADVERTISEMENT
Namun, liputan inilah yang aku catat sebagai yang pertama paling menegangkan dan memberiku rasa 'nano-nano'. Barangkali, beginilah yang minimal harus dilakukan wartawan investigasi ketika terjun di lapangan nanti, pikirku.
Aku merasakan detak jantung yang luar biasa kencang, gemetar hingga kaki lemas dan tak sanggup berjalan beberapa saat. Semuanya bercampur aduk membubungkan 'kepuasan' tersendiri yang tak terlupakan bagiku.
Kisah itu, berawal ketika aku yang sedari pukul 05.20 WIB berangkat menuju Stasiun Pasar Minggu untuk menuju Stasiun Klender. Aku transit dulu ke Manggarai kemudian mencari kereta arah Bekasi untuk turun di Jatinegara. Hingga kemudian, naik transportasi online menuju lokasi rusun.
Sesampainya di lokasi, aku tak langsung masuk. Aku melihat-lihat dulu sekitar dan melipir ke warung nasi padang depan rusun Cipinang Muara. Maklum, perutku keroncongan hebat, karena baru ingat kalau dari kemarin lupa belum makan nasi. Hanya ngemil mie rebus, singkong goreng dan roti selai. Biasalah, orang Indonesia, Nasi Harga Mati!
ADVERTISEMENT
Ibarat 'hitungan ilmu mendayung', supaya sekali bisa melampaui dua tiga pulau, maka agenda makanku pagi ini juga dalam misi menggali informasi awal tentang rusun Cipinang Muara. Aku kebetulan duduk di samping Herman (34), seorang pengemudi transportasi online yang sedang clingak clinguk menunggu penumpang langganan.
"Ini lagi nunggu langganan, tadinya dia bilang pukul 08.00 WIB, eh belum muncul-muncul si ibunya, dia istri anggota dewan, PNS dianya," kata Herman sambil menunjukkan nomor PIN driver yang akan digunakan pelanggan yang ingin memesan secara 'khusus' itu.
Dari layar ponselnya, terlihat tarif sebesar Rp 88.500 untuk perjalanan yang akan dituju. Pantas saja, bapak itu rela menunggu sebegitu, batinku.
Tak lama kemudian, seorang perempuan berbaju batik kuning bermotif bunga-bunga oranye dan rok hitam selutut dengan rambut bergelombang sebahu, keluar di depan rusun, usia 40 tahunan, prediksiku. Kemudian Herman, langsung bergegas mengantar perempuan itu secepat kilat, seperti rasa penasaranku yang semakin menguat.
ADVERTISEMENT
Aku mengaku sebagai pencari rumah rusun yang sedang melihat-lihat. Keingintahuanku, disambut baik oleh pedagang warung nasi padang, Ulfi (40), yang mengaku berada di daerah itu sejak 1996.
Rusun Cipinang Muara (Foto: Nurul/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Rusun Cipinang Muara (Foto: Nurul/kumparan)
Ia menerangkan bahwa di rusun Cipinang Muara memang banyak dihuni oleh para pegawai negeri dan beberapa di antaranya anggota dewan. Banyak juga dari mereka yang katanya berasal dari lokasi jauh dan bukan warga sekitar situ.
"Saya juga pengin banget tinggal di situ, tapi ya kata orang-orang ribet, harus ngurus ini itu, harus ada 'kenalan orang dalam', nanti sama 'ngasih' ke sana gitu," kata Ulfi.
Ibu dua anak yang tidak mengetahui rincian harga 'orang dalam' tersebut, akhirnya hanya bisa berlapang dada mengurungkan niatnya tinggal di rumah susun yang difasilitasi TransJakarta 'pribadi' itu.
ADVERTISEMENT
Ulfi memutuskan untuk mengontrak rumah dengan harga Rp 13 juta pertahun. "Mending ngontraklah, enggak ribet," ujarnya pasrah.
Dari Ulfi juga aku mengetahui bahwa di depan rusun dekat tempatnya berjualan ada sebuah lahan rumah warga untuk penitipan mobil penghuni rusun.
"Ini sebulan Rp 400 ribu, ada sekitar 60 mobil yang di sini, ini untuk blok itu aja (Blok B -red), belum yang belakang-belakang," ungkapnya yang enggan membocorkan siapa pemilik usaha penitipan mobil penghuni rusun itu.
Ulfi menyebutkan, setidaknya rusun Cipinang Muara mempunyai fasilitas 2 kamar tidur, 1 kamar mandi dan 1 dapur setiap petaknya. Ditambah, 1 TransJakarta yang bisa masuk dan diperuntukkan untuk para penghuni rusun.
Niat liputanku seolah terendus oleh Ulfi dengan nada sedikit meninggi. "Mbak mau nyari rusun apa mau observasi?" tanyanya dengan ekspresi berbeda ketika aku menanyakan rumah RT/RW setempat.
ADVERTISEMENT
Setelah merampungkan makan, aku langsung pamit bergegas menuju muka gerbang dan di kelilingi pagar-pagar tinggi sekitar 10 meter.
Dihadang Keamanan
Kaget, karena begitu melangkahkan kaki di pintu gerbang, ada 4 penjaga keamanan (security) yang menyambut. Wajah-wajah kaku, penuh kecurigaan dan menatapku asing. Ia menanyakan maksud kadatanganku dan dari mana aku berasal. Akhirnya, aku mengaku kalau aku ada tugas liputan di rusun yang nyaring dikenal 'rusun PNS' itu.
Rusun Cipinang Muara (Foto: Nurul/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Rusun Cipinang Muara (Foto: Nurul/kumparan)
Mereka mengelilingiku dengan tubian pertanyaan dan memintaku menunjukkan surat tugas, surat permohonan izin dari media dengan tembusan untuk UPRS Cipinang dan ID Card press. Baru boleh masuk dan melakukan wawancara. Itupun tetap dengan dikawal petugas keamanan.
"Mendingan juga jangan wawancara di sini Mbak, nanti kalau dapat izin dari kepala Cipinang sana, langsung wawancara sana aja, di sana juga ada banyak rusun lain," kata salah satu petugas yang juga enggan menyampaikan keterangan apapun terkait rusun Cipinang Muara.
ADVERTISEMENT
Sebelum melipir pergi, aku sempat sembunyi-sembunyi mengambil gambar dan bertanya pada salah satu penghuni yang suaminya PNS. Namun, ia juga tidak mau angkat bicara dan memintaku bertanya pada keamanan.
Mencari Jalan Tikus
Belum puas dengan apa yang aku dapatkan, aku mencoba menyusuri 'jalan tikus' yang ada di antara Blok A dan Blok B rusun. Dari lokasi itu, aku sempat merekam lokasi penitipan mobil penghuni yang dikelilingi pagar besi oleh 3 laki-laki bertubuh kekar.
Khawatir gelagatku tercium, karena ada satu dari mereka yang menatapku tajam dari jauh, maka aku segera melipir menuju gang perumahan warga sekitar. Di sana, aku tembus ke pintu kecil menuju rusun incaranku.
Rusun Cipinang Muara (Foto: Nurul/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Rusun Cipinang Muara (Foto: Nurul/kumparan)
Aku berjalan di sebuah warung dan mencoba memainkan peranku, bertanya sebagai pencari rusun. Tak disangka, aku bertemu petugas kebersihan, Umar (40), yang menyaksikan aku ketika tidak diizinkan masuk dari pintu depan.
ADVERTISEMENT
"Udah jadi keliling mbak?" tanyanya.
Pikiranku kacau, setelah Umar mengatakan bahwa tidak sembarang orang boleh masuk di lokasi itu. "Jarang juga orang luar yang masuk sini, enggak boleh, tamu juga harus lapor KTP," katanya membuatku ketar ketir.
Namun, setelah mengeluarkan 'jurus' basa-basiku, akhirnya Umar kemudian mau sedikit bercerita tentang rusun itu.
"Ada 5 lantai di sini, yang paling murah itu lantai 5 harganya Rp 242 ribu dan paling mahal Rp 344 ribu. Tiap bulan plus bayar listrik Rp 500 ribu per unit".
Katanya lagi, emang banyak mobil penghuni yang dititipkan, karena dulu pernah ada yang diderek saat parkir di depan rusun.
"Itu kaitannya sama kebijakan Pemprov dulu tuh. Karena memang kan sebenarnya rusun buat MBR (Masyarakat Berpenghasilan Rendah). Bukan buat warga kaya," katanya lagi.
Rusun Cipinang Muara (Foto: Nurul/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Rusun Cipinang Muara (Foto: Nurul/kumparan)
Meskipun ada beberapa juga katanya yang berasal dari kalangan masyarakat umum non-PNS yang tinggal di rusun yang dibangun dari tahun 2000 hingga 2003 itu.
ADVERTISEMENT
Lalu lalang penghuni seolah menatapku asing, tidak mau 'tertangkap basah' nyelonong tanpa izin, akhirnya aku mempercepat langkahku dan mencari lokasi 'aman'.
Di tengah pelarianku, aku bertemu Aep (69), seorang warga sekitar, yang juga menyebut bahwa warga biasa sekitar rusun itu juga sulit menempati rusun itu.
"Dulu juga pernah berkali-kali ngurus rusun, tapi selalu gagal bahkan pernah nyari sampai Depok, termasuk di Rusun Cipinang Muara itu," kata Aep.
Dia juga pernah mendengar jika ada calon penghuni yang ingin tinggal dirusun maka harus menyiapkan Rp 30 juta agar bisa disetujui.
Akibat putus asa, Aep akhirnya mulai mengontrak di sekitar lokasi rusun dengan harga Rp 7 juta pertahun dan mulai membuka bisnis tambal ban.
ADVERTISEMENT
Aku selesai liputan. Badanku gemetar hebat sekaligus lunglai. Kupikir masuk akal, perkataan Ulfi, Umar dan Aep tentang payahnya masuk di rusun Cipinang Muara, begitupun liputanku.