Konten dari Pengguna

Aksi Kamisan, Sebuah Perjuangan untuk Mereka yang Dihilangkan

Nurul Jasmine Fathia
Mahasiswa Jurnalistik di Politeknik Negeri Jakarta.
22 November 2022 13:11 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Nurul Jasmine Fathia tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Asih Widodo Saat Aksi Kamisan di Depan Istana Negara (Foto: Argya Dharma Maheswara/Kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Asih Widodo Saat Aksi Kamisan di Depan Istana Negara (Foto: Argya Dharma Maheswara/Kumparan)
15 Tahun sudah Asih Widodo berdiri di depan Istana Negara, menuntut keadilan untuk putra tercinta, Sigit Prasetyo. Sigit adalah satu dari sekian banyak korban Tragedi Semanggi 1998. Ia tewas di tangan aparat negara dengan peluru tepat di dadanya.
ADVERTISEMENT
Sejak kepergian putra satu-satunya 21 tahun lalu, Asih Widodo terus memperjuangkan keadilan untuk Sigit lewat berbagai macam cara. Pergi ke Senayan untuk berjumpa dengan wakil rakyat, pergi ke Mahkamah Konstitusi untuk bertemu penegak hukum, hingga berdiri di depan Istana Negara dalam aksi yang berjudul Kamisan.
Sesuai namanya aksi kamisan merupakan aksi damai yang dilakukan setiap hari kamis dengan tujuan meminta kepastian kepada negara terkait kasus pelanggaran HAM berat yang terjadi di negeri ini. Tak hanya keluarga korban Tragedi Semanggi yang mengikuti aksi ini. Hadir juga mereka yang menuntut keadilan dari peristiwa pelanggaran HAM lain. Seperti kasus Talangsari, kasus Tanjung Priok, hingga kasus pembunuhan aktivis HAM Munir.
Peserta Aksi Kamisan Membawa Payung Hitam dengan Tulisan Bernada Sindiran (Foto: Argya Dharma Maheswara/Kumparan)
Mereka yang bergabung dalam aksi kamisan tak menuntut kompensasi berupa uang tunai, tak juga meminta petinggi negara bersujud memohon pengampunan, hanya satu tuntutan mereka. Keadilan untuk sanak keluarga yang mati ditangan negara. Jauh di lubuk hati keluarga korban, mereka sangat ingin mengikhlaskan dan memaafkan. Namun, siapa yang harus mereka beri kata maaf? Karena hingga detik ini tak satu orang pun yang merasa bertanggung jawab.
ADVERTISEMENT
Perjuangan mereka selama 15 tahun terakhir memang tak kunjung mendapatkan titik terang. Hanya janji, janji, dan janji yang mereka dapatkan dari para petinggi negara. Salah satunya, janji kampanye Presiden Joko Widodo tahun 2014 bertajuk Nawacita. Tertulis dengan jelas di sana bahwa beliau akan menghormati HAM dan penyelesaian berkeadilan terhadap kasus-kasus pelanggaran HAM di masa lalu.
Dalam rangka menepati janji kampanyenya ini Presiden Joko Widodo membentuk Tim Penyelesaian Non Yudisial Pelanggaran HAM. Namun, menurut salah satu pengamat HAM sekaligus Direktur Amnesty International Indonesia, Usman Hamid, pembentukan tim ini hanyalah upaya yang sia-sia. Hal itu karena tuntutan yang diajukan selama 15 tahun terakhir adalah pertanggung jawaban secara yudisial. Jalur yudisial dipilih karena apa yang terjadi terkait dengan penghilangan nyawa yang sama sekali tidak dapat dianggap remeh.
Asih Widodo Saat Menyerukan Aspirasinya (Foto: Argya Dhamar Maheswara/Kumparan)
Meski perjuangannya masih jauh dari kata berhasil, Asih Widodo dan rekan seperjuangannya akan terus berjuang menuntut keadilan. Meski petinggi negara tak kunjung bersuara, mereka akan tetap lantang bersuara. Meski petinggi negara tak ada keinginan untuk bertemu, mereka akan tetap menunggu.
ADVERTISEMENT