Konten dari Pengguna

Mengenal Dikotomi Kendali dari Buku Filosofi Teras

Nurul Jasmine Fathia
Mahasiswa Jurnalistik di Politeknik Negeri Jakarta.
26 Desember 2021 22:26 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Nurul Jasmine Fathia tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Cover depan Filosofi Teras (Foto: gramedia.com)
zoom-in-whitePerbesar
Cover depan Filosofi Teras (Foto: gramedia.com)
ADVERTISEMENT
“Duh pasti orang lain bilang gue jelek deh kalo pake baju ini.”
ADVERTISEMENT
Sebagian pembaca pastinya pernah merasakan hal tersebut, berpikir berlebihan atau yang umum disebut overthinking terhadap sesuatu yang berada di luar kendali kita sebagai manusia. Bagi pembaca yang sering merasakan ini ada baiknya untuk meluangkan sedikit waktu untuk membaca salah satu buku filsafat yang dikemas dengan menarik dan mudah dipahami bahkan oleh orang awam sekalipun. Ya, benar sekali buku ini berjudul Filosofi Teras karya Henry Manampiring.
Filosofi Teras akan membawa kita berkenalan dengan suatu aliran filsafat yang bernama filsafat stoa. Cara hidup selaras dengan alam dan bersikap santai menghadapi segala sesuatu yang menjengkelkan, itulah yang diajarkan dalam filsafat stoa “Mana bisa sih santai kalo sesuatu yang menjengkelkan datang ke kita,” sebagai pembaca pasti berpikir demikian. Namun, filosofi teras mematahkan pikiran tersebut dengan sebuah konsep. Penasaran konsep apakah itu?
ADVERTISEMENT
Konsep tersebut sudah tertulis jelas pada judul. Ya, konsep dikotomi kendali, “hah apaan tuh?” Konsep dikotomi kendali sederhananya mengajarkan kita untuk tak ambil pusing atas sesuatu yang ada di luar kendali kita. Opini orang lain salah satu contoh kecilnya. Coba lihat kembali contoh awal yang saya berikan di kalimat pertama. Hal-hal seperti itu menurut Epictetus (sang pencetus konsep ini) bukan lah hal yang perlu kita khawatirkan. Mengapa demikian? karena opini orang lain bukan hal yang ada di bawah kendali kita.
Akan tetapi, bukan berarti kita menjadi cuek bebek terhadap penampilan kita, karena apa yang akan kita gunakan ada di bawah kendali kita. Maka sebisa mungkin kita harus menampilkan yang terbaik, apa tanggapan orang nantinya tak perlu kita hiraukan karena itu ada di luar kendali kita.
ADVERTISEMENT
Konsep ini memang tak mudah untuk diterapkan, tapi saya yakin jika memang mau dan terus mencoba lama-kelamaan konsep ini akan melekat dalam kehidupan kita. Bayangkan betapa damainya dunia ini jika semua orang menerapkan dikotomi kendali. Tak ada lagi hal yang yang disebut insecure, anxiety, dan sebangsanya. Sudah seharusnya semua bebas berekspresi (tentunya sesuai norma) tanpa harus takut memikirkan tanggapan orang lain.
Ada salah satu kutipan dari seorang Mantan Kaisar Romawi yang juga seorang Filsuf, Marcus Aurelius. Dalam bukunya yang berjudul meditations, ia mengatakan “Kamu memiliki kendali atas pikiranmu, bukan kejadian-kejadian di luar sana. Sadari ini, dan kamu akan menemukan kekuatan.” Inti dari kutipan ini ialah menyadari dan memaksimalkan segala sesuatu yang ada dalam kendali kita untuk mental dan diri yang lebih kuat.
ADVERTISEMENT
Itulah penjelasan terkait konsep dikotomi kendali yang saya pelajari dari Filosofi Teras. Banyak insight menarik yang saya dapatkan setelah membaca buku tersebut. Tunggu apalagi, luangkan waktu Anda untuk membaca Filosofi Teras dan temukan berbagai pelajaran mengenai manajemen emosi di dalamnya!