Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Pertempuran Waterloo: Berakhirnya Era Sang Kaisar Prancis
3 Desember 2021 14:05 WIB
·
waktu baca 6 menitTulisan dari Nur Umar Akashi tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Pertempuran Waterloo yang terjadi pada tanggal 18 Juni 1815 adalah pertaruhan bagi sang Kaisar Agung Prancis, Napoleon Bonaparte. Jika dalam pertempuran itu ia mengalami kekalahan, maka habis sudah nasibnya dan Prancis. Pertempuran yang berlangsung di dekat Desa Waterloo ini melibatkan nama-nama besar yang sudah masyhur di seantero dunia sejarah barat, seperti Napoleon Bonaparte, Duke Wellington, Marsekal Ney, dan Fieldmarschall Blucher. Medan laga yang dibasahi oleh darah ini disebut-sebut sebagai perang penutupan bagi karier Sang Kaisar yang begitu mengagumkan. Faktanya, perang ini bertepatan juga dengan seratus hari kembalinya Napoleon dari pembuangannya di Pulau Elba.
ADVERTISEMENT
Mengenal latar belakang terjadinya perang besar yang menelan nyawa puluhan ribu prajurit ini adalah sebuah kewajiban sebelum memasuki kisah jalannya pertempuran. Pada tanggal 13 Maret 1815, Kongres Wina menyatakan Napoleon sebagai penjahat perang. Hal ini direalisasikan oleh aksi negara-negara rival Prancis dengan cara membentuk koalisi gabungan yang bertujuan meluluhlantakkan La Grande Armee Prancis dan menyudahi dominasi Prancis di Eropa. Koalisi yang dinamakan Koalisi Tujuh ini beranggotakan Inggris, Prussia, Rusia dan Austria.
Napoleon yang menyadari posisinya terancam, segera memberangkatkan pasukannya yang berjumlah sekitar 100.000 prajurit. Ia memerintahkan pasukannya untuk menuju Belgia dan mengambil posisi tepat di antara pasukan Inggris pimpinan Wellington di sebelah barat dan pasukan Prussia pimpinan Blucher di sebelah timur. Napoleon membagi pasukannya menjadi dua, sayap kiri yang dipimpin Marsekal Ney dan bertujuan menghantam Wellington di Quatre Bras serta sayap kanan pimpinan Marsekal Grouchy berikut pasukan cadangan di bawah komando Napoleon sendiri yang akan menghajar pasukan Prussia di Ligny.
ADVERTISEMENT
Marsekal Ney segera berangkat ke Quatre Bras dan hampir saja berhasil memukul mundur pasukan Inggris. Namun tidak adanya bantuan dari sayap kanan menyebabkan pasukannya limpung dan kondisi berbalik sehingga ia terpaksa mundur. Wellington yang melihat kondisi berbalik segera memerintahkan pasukannya untuk maju. Sementara itu, di Ligny, pasukan Prussia digempur habis-habisan dan mundur tanpa kerugian yang berarti.
Napoleon memerintahkan sayap kanan pasukannya di bawah komando Marsekal Grouchy untuk terus memburu pasukan Prussia, sedangkan ia sendiri kembali dan bergabung dengan pasukan Ney. Melihat Napoleon dan Ney yang bergabung, Wellington segera menarik mundur pasukannya ke arah utara, ke tempat yang terkenal dengan nama Waterloo. Napoleon dan Ney segera mengikutinya ke arah utara dan berharap pasukan Grouchy di sektor timur mampu mencegah bergabungnya pasukan Prussia dan Inggris di Waterloo. Badai besar yang akan melibatkan nyawa ratusan ribu manusia akan segera terjadi.
ADVERTISEMENT
Malam tanggal 17 Juni 1815 alias malam Minggu adalah malam yang mencekam bagi kedua belah pihak yang esoknya akan mempertaruhkan nasib mereka di atas lempengan tanah tak bertuan. Malam itu hujan turun deras, Napoleon sangat mengkhawatirkan kondisi tanah yang lembek karena akan menyulitkan pergerakan artileri dan pasukan berkudanya. Keesokan harinya, 18 Juni 1815, kedua pasukan telah saling mengambil posisi dan berhadapan. Terlihat kilat-kilat mengkilat yang terpantul dari pedang dan baju baja pasukan Cuirassiers. Bendera-bendera yang berkibar semakin membuat suasana terlihat megah sekaligus mencekam. Semua prajurit mengetahui bahwa badai akan segera datang dan memporak-porandakan nyawa manusia.
Napoleon membariskan pasukannya di bagian selatan Waterloo dan mengambil markas di sebuah tempat yang bernama La Belle Alliances. Wellington memposisikan sebagian besar pasukannya di belakang sebuah lereng agar terhindar dari ancaman artileri pasukan Prancis yang terkenal jitu dan mematikan. Di tengah-tengah medan laga, terdapat tiga rumah yang digunakan pasukan Inggris sebagai benteng, Hougoumont di sisi kiri, La Haye Sainte di tengah, dan Papelotte di kanan.
ADVERTISEMENT
Oleh karena beceknya medan laga, pertempuran baru dapat dimulai pada pukul 11 pagi ketika tanah sudah kering dan memampukan artileri Prancis mengambil posisi-posisinya. Ketika sang komandan memberi perintah “Fire!” semua artileri Prancis langsung memuntahkan isi perutnya ke arah pasukan Inggris. Pasukan Inggris segera merespon dan mengirimkan balik timah-timah panas ke kubu Prancis, pertempuran pun dimulai dengan begitu dahsyatnya.
Serangan pertama batalion Prancis ditujukan ke Hougoumont, berharap Wellington akan menggunakan pasukan cadangannya untuk menolong Hougoumont sehingga sisi tengahnya akan rapuh dan mudah ditembus pasukan utama Prancis. Melihat Wellington yang bergeming dan tidak mengerahkan pasukannya, Napoleon mengetahui bahwa pancingannya gagal. Napoleon segera mengirimkan pasukannya ke arah tengah dan mendapatkan sambutan peluru dari musketeer Inggris berikut serangan kavaleri berkuda Inggris pimpinan Jenderal Ponsonby. Melihat pasukan Prancis porak-poranda, kavaleri Inggris yang berada di atas angin serta penuh rasa percaya diri langsung merangsek ke pasukan utama Prancis. Malapetaka pun terjadi, Napoleon melepaskan Lancers (pasukan berkuda dengan tombak) dari berbagai sisi dan menyebabkan hancurnya kavaleri Inggris yang dikenal dengan nama Scotts Greys.
ADVERTISEMENT
Sekitar pukul 4 sore, Marsekal Ney merasa melihat pasukan infantri Inggris mundur, dengan gegabah, ia mengerahkan seluruh kavaleri Prancis yang tersedia untuk menghancurkan infantri musuh. Namun ia salah sangka, infantri Inggris hanya mundur setapak demi mendapatkan posisi strategis dan siap menghadang kavaleri Prancis. Ketidakmampuan Ney untuk memberikan bantuan berupa infantri maupun artileri menjadi blunder besar yang menyebabkan hancurnya kavaleri terbaik pasukan Prancis.
Di sisi lain, pasukan Prussia yang dikejar Grouchy datang secara mengejutkan dan menyerang pasukan Prancis dari belakang di suatu wilayah bernama Plancenoit. Hal ini menyebabkan Napoleon harus mengerahkan sebagian tenaga cadangannya untuk mengamankan lini belakangnya. Pada pukul 6 sore hari, pasukan Prancis berhasil menduduki La Haye Sainte di tengah medan laga dan membombardir pasukan Inggris dengan artileri berat dari tempat tersebut. Kondisi kedua belah pihak sangat kacau, Napoleon terancam dari dua sisi, sedangkan Wellington menghadapi ambang kehancuran akibat gempuran artileri Prancis yang perkasa.
ADVERTISEMENT
Sekitar pukul 7 malam, Napoleon mengirimkan sisa pasukan cadangannya yang ditakuti, The Imperial Guard, untuk menembus lini pertahanan Inggris di tengah. Sayang, pertahanan pasukan Inggris yang begitu tangguh membuat pasukan Prancis kewalahan dan mundur ke posisi semula.
Merasakan aroma kemenangan, Wellington memerintahkan semua pasukannya untuk merangsek dan menghabisi sisa pasukan Prancis. Ia berhasil memukul mundur pasukan Prancis berikut sang Kaisar ke negaranya. Napoleon baru mau meninggalkan medan perang setelah dipaksa oleh jenderal-jenderalnya, di perjalanan ia mengutuk Marsekal Grouchy yang gagal menahan pasukan Prussia dan gagal menggabungkan diri ke pertempuran.
Seusai perang, medan laga mengeluarkan bau mesiu yang menyengat, asap yang tebal, berikut darah dan rintihan para prajurit yang terluka. Wellington dan Blucher bertemu serta saling memberikan selamat. Mereka berhasil mengakhiri kekuasaan Prancis di Eropa. Tak seberapa lama, Napoleon meminta perundingan dengan pihak Inggris, ia kemudian diasingkan ke pulau Saint Helena di tengah Samudra Atlantik dan meninggal pada 5 Mei 1821. Begitulah kisah Waterloo mengantarkan Napoleon dari puncak kekuasaannya di Paris ke pulau antah berantah di tengah samudra.
ADVERTISEMENT