Konten dari Pengguna

Penyebab Tingginya Angka Kasus Diare di Kota Yogyakarta

NURZILA FADILAH PUTRI
Mahasiswi Sosiologi Universitas Brawijaya
11 Desember 2022 14:01 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari NURZILA FADILAH PUTRI tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi Tugu Kota Yogyakarta. Sumber foto: pmperizinan.jogjakota.go.id
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Tugu Kota Yogyakarta. Sumber foto: pmperizinan.jogjakota.go.id
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Kota Yogyakarta sebagai ibukota dari Provinsi Yogyakarta dalam kehidupan sosial memiliki dinamikanya sendiri yang unik dan berbeda dengan wilayah-wilayah lainnya di Yogyakarta. Apalagi Kota Yogyakarta yang tumbuh dengan budayanya, terutama budaya Jawa menjadikan kota ini sebagai destinasi wisata berbasis kebudayaan. Secara administratif Kota Yogyakarta pada bagian timur dan barat berbatasan langsung dengan Kabupaten Bantul dan Sleman, bagian selatan berbatasan langsung dengan Kabupaten Bantul, dan bagian utara berbatasan langsung dengan Kabupaten Sleman.
ADVERTISEMENT

Diare di Yogyakarta

Salah satu permasalahan kesehatan yang angkanya cukup tinggi di Kota Yogyakarta adalah diare. Diare atau mencret didefinisikan sebagai buang air besar dengan feses tidak berbentuk (unformed stools) atau cair dengan frekuensi lebih dari tiga kali dalam 24 jam (B. P. D. I. Yogyakarta, 2022). Diare seringkali dianggap sebagai penyakit yang tidak berbahaya. Sebaliknya , diare adalah penyakit yang berbahaya karena dapat menjadi penyebab kematian. Alasannya, ketika terjadi diare maka cairan dan ion tubuh akan berkurang. Hal tersebut kemudian menyebabkan dehidrasi yang dapat memicu kematian.
Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta tahun 2020, data penemuan kasus diare dari tahun 2013 hingga tahun 2019 di Kota Yogyakarta. Ditemukan data bahwa kasus penemuan diare cenderung mengalami penurunan dari tahun 2015 hingga 2017. Namun pada tahun 2018 penemuan jumlah kasus diare mengalami kenaikan. Lalu pada tahun 2019 penemuan kasus diare di Kota Yogyakarta mengalami penurunan. Serta pada tahun 2020 penemuan kasus diare di Kota Yogyakarta sangat menurun dibanding tahun-tahun sebelumnya, penurunannya hampir setengah dari kasus tahun 2019. Banyak faktor yang mendorong menurunnya angka kasus diare di Kota Yogyakarta.
ADVERTISEMENT
Penurunan angka penemuan kasus diare di Kota Yogyakarta ini salah satunya dipengaruhi oleh pandemi Covid-19. Saat pandemi Covid-19 warga berbondong-bondong menjaga kebersihan lingkungan. Hal tersebut dapat dibuktikan dengan sebuah fenomena sosial, yaitu ketika warga Yogyakarta melakukan “Lockdown Mandiri” di kampung-kampung. Dalam pelaksanaan fenomena tersebut, tercermin tindakan hidup bersih. Contohnya, penggunaan desinfektan ketika akan memasuki wilayah kampung.
Meskipun demikian angka penyakit diare ini masih cukup tinggi. Maka dari itu, untuk mengatasinya dibutuhkan pola perilaku hidup bersih dalam masyarakat secara keseluruhan. Pola perilaku hidup bersih ini salah satunya adalah higienitas. Menurut Depkes RI (2004), higienis atau hygiene adalah upaya kesehatan dengan cara memelihara dan melindungi kebersihan individu. Tidak hanya itu, sanitasi yang baik pada lingkungan juga memiliki pengaruh yang besar terhadap penyebaran penyakit diare.
ADVERTISEMENT

Hygiene dan Sanitasi

Kota Yogyakarta sebagai kota yang terkenal akan budayanya, menjadi daya tarik bagi para wisatawan untuk berkunjung ke kota tersebut. Sehingga perkembangan ekonomi juga berjalan disana. Tidak hanya pada sektor pariwisata, tetapi juga pada sektor perdagangan. Perdagangan pada bidang makanan, khususnya pedagang kaki lima menjamur disana.
Namun pedagang kaki lima seringkali tidak memperhatikan hygiene dari makanan yang mereka jual. Hal ini kemudian menjadikan indikasi bagi penyakit diare. Dimana bakteri atau virus yang terdapat pada makanan yang tidak hygiene akan mengganggu pencernaan. Makanan yang tidak hygiene ini disebabkan oleh lingkungan yang tidak hygiene pula, termasuk oleh kondisi sanitasi yang buruk.
Berdasarkan sebuah penelitian yang dilakukan pada pedagang angkringan di Kawasan Malioboro. Didapatkan sebuah data bahwa jumlah pedagang dengan hygiene buruk, persentasenya lebih banyak daripada pedagang dengan hygiene baik. Melalui data tersebut, berarti mayoritas pedagang memiliki perilaku hygiene yang buruk. Sehingga perilaku tersebut juga berpengaruh terhadap kualitas sanitasi yang buruk.
ADVERTISEMENT
Salah satu contoh dari kualitas sanitasi yang buruk di Kota Yogyakarta bertempat di bantaran Sungai Code. Sungai Code terletak di tiga kabupaten/kota sekaligus, yaitu di Kota Yogyakarta, Kabupaten Sleman dan Bantul. Dalam jurnal lingkungan yang berjudul Gambaran Pengelolaan Sanitasi Lingkungan di Sungai Code Yogyakarta, dijelaskan bahwa warga yang tinggal di permukiman bantaran Sungai Code tidak mengetahui bagaimana pengelolaan sanitasi yang baik. Akibatnya warga yang tinggal disana masih menggunakan air sumur tanah yang masih satu area dengan Sungai Code untuk kebutuhan sehari-hari.
Untuk mengatasi situasi ini diperlukan perubahan pola perilaku pada masyarakat. Selain itu juga perlu didukung oleh pengembangan dan penanganan terhadap fasilitas yang menjadi indikator kesehatan secara masif. Upaya perubahan pola perilaku masyarakat dapat dilakukan melalui konstruksi sosial. Baik konstruksi oleh pemerintah melalui kebijakannya maupun oleh masyarakat.
ADVERTISEMENT

Penutup

Berdasarkan penjelasan-penjelasan diatas, dikutip dari Novita (2020) dapat disimpulkan bahwa tingginya kejadian penyakit berbasis lingkungan disebabkan oleh masih buruknya kondisi sanitasi dasar terutama air bersih dan jamban serta rendahnya perilaku hidup bersih dan sehat memang benar adanya. Sehingga dibutuhkan perubahan terhadap pola perilaku dan juga lingkungan fisik yang menjadi indikasi kesehatan. Oleh karena itu, perubahan yang dibutuhkan tidak hanya infrastruktur, tetapi juga perlu adanya perubahan sosial.

Referensi

Dinkes Kota Yogyakarta. (2020). Profil Kesehatan Kota Yogyakarta Tahun 2021. Jurnal Kajian Ilmu Administrasi Negara, 107, 107–126.
Indeks Kepadatan Penduduk. (2022). Badan Pusat Statistika. https://sirusa.bps.go.id/sirusa/index.php/indikator/111
Ramadhan, R. (2019). Workshop Kualitas Lingkungan (Air dan Udara) Kota Yogyakarta Tahun 2019. Dinas Lingkungan Hidup Kota Yogyakarta. https://lingkunganhidup.jogjakota.go.id/detail/index/252
ADVERTISEMENT
Setyowati, P. (2021). Gambaran Pengelolaan Sanitasi Lingkungan Di Sungai Code Yogyakarta. UNM Environmental Journals, 4(April), 87–94.
Suryani, D., & Dwi Astuti, F. (2019). hygiene dan Sanitasi pada Pedagang Angkringan di Kawasan Malioboro Yogyakarta. Jurnal Kedokteran Dan Kesehatan, 15(1), 70. https://doi.org/10.24853/jkk.15.1.70-81
Yogyakarta, B. P. D. I. (2022). Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Dalam Angka 2022. BPS Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.
Yogyakarta, D. D. I. (2016). Mau Kemana Arah Pembangunan Kesehatan Kita? DINKES Daerah Istimewa Yogyakarta. https://dinkes.jogjaprov.go.id/berita/detail/pembangunan-kesehatan-program-prioritas-mau-kemana-arah-pembangunan-kesehatan-kita
Novita, O. T. (2020). Hubungan Pola Asuh Orang Tua Dengan Kejadian Diare Pada Balita Di Puskesmas Mergangsan Kota Yogyakarta. Journal Of Dehasen Educational Review, 1(2), 56–64. https://doi.org/10.33258/jder.v1i2.988