Konten dari Pengguna

Chat GPT; Dilematika Orisinalalitas Karya Mahasiswa di Era Digital

Nuzul Al-Qur'an
Mahasiswa Prodi KPI UIN Gusdur Pekalongan
16 November 2024 18:36 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Nuzul Al-Qur'an tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
artificial intelligence, sumber Stok Foto https://pexels.com/
zoom-in-whitePerbesar
artificial intelligence, sumber Stok Foto https://pexels.com/

Di era digital saat ini, teknologi telah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan sehari-hari, termasuk dalam segi pendidikan. Salah satu inovasi teknologi yang tengah dilirik adalah Chat GPT, sebuah alat berbasis kecerdasan buatan atau artificial intelligence yang dirancang untuk menghasilkan teks secara otomatis dengan informasi yang lengkap dengan cepat dan praktis.

ADVERTISEMENT
Meskipun hal ini dapat menawarkan berbagai keuntungan, seperti membantu mahasiswa menyelesaikan tugas dengan cepat dan efisien, ada sejumlah kekhawatiran yang mulai mencuat. Salah satunya adalah tentang orisinalitas karya yang dihasilkan. Apakah hasil dari Chat GPT benar-benar bebas dari unsur plagiarism? Selain itu, muncul juga pertanyaan mengenai dampaknya terhadap kreativitas berpikir dan integritas akademik para mahasiswa.
ADVERTISEMENT
Kehadiran Chat GPT, mesin obrolan berbasis kecerdasan buatan yang dikembangkan oleh OpenAI sejak 30 November 2022, telah mengubah lanskap akademik secara drastis. Dengan teknologi transformer canggih, alat ini mampu memprediksi kata atau kalimat berikutnya dalam percakapan dengan akurasi tinggi. Berbasis di Ohio, Amerika Serikat, Chat GPT telah menjadi sorotan global, membawa manfaat besar yang menjadikannya alat favorit di kalangan mahasiswa.
Bagi banyak mahasiswa, Chat GPT adalah solusi instan yang menyelamatkan mereka dari tumpukan tugas akademik yang kerap menyesakkan. Dengan kemampuannya menghasilkan teks secara otomatis, Chat GPT menjadi "penyelamat darurat" bagi mereka yang berpacu dengan tenggat waktu. Dari esai hingga laporan, alat ini menawarkan efisiensi luar biasa, membantu menghemat waktu dan tenaga, terutama saat jadwal begitu padat. Popularitasnya melesat sebagai pendamping andalan di era digital. Namun, di balik manfaat besar yang ditawarkan, Chat GPT memunculkan pertanyaan mendalam: “apakah alat ini benar-benar solusi, atau justru ancaman baru bagi esensi pendidikan?”
ADVERTISEMENT
Kemampuan Chat GPT untuk menghasilkan teks secara otomatis memicu kekhawatiran serius terkait plagiarisme. Mahasiswa yang terlalu bergantung pada alat ini dikhawatirkan kehilangan kemampuan berpikir kritis yang menjadi inti dari proses belajar. Ketergantungan semacam ini berisiko merusak orisinalitas karya akademik, yang merupakan pilar utama pendidikan berkualitas.
Tidak hanya itu, ketergantungan pada Chat GPT juga berpotensi menciptakan generasi yang lebih memilih jalan pintas ketimbang menyelami proses pembelajaran yang sesungguhnya. Teknologi yang awalnya dirancang sebagai pendamping belajar justru dikhawatirkan menggantikan peran manusia dalam berpikir dan berkarya. Jika dibiarkan, ancaman ini dapat melemahkan integritas akademik dan merusak kualitas pendidikan secara menyeluruh.
Namun, di tengah berbagai kritik, muncul pandangan optimis dari para pendukung inovasi. Bagi mereka, kehadiran teknologi seperti Chat GPT bukanlah ancaman, melainkan langkah alami dalam evolusi pendidikan. Di era digitalisasi yang terus berkembang, teknologi dianggap sebagai alat untuk mempercepat dan meningkatkan kualitas pembelajaran.
ADVERTISEMENT
Beberapa ahli bahkan menyebut Chat GPT sejalan dengan visi Presiden Prabowo-Gibran, yang mendorong modernisasi pendidikan di Indonesia melalui pemanfaatan teknologi canggih. Dengan pengawasan dan panduan yang tepat, alat ini diyakini mampu menjadi katalis dalam pembelajaran yang lebih interaktif dan efisien.
“Alih-alih melawan perubahan, pendidikan harus beradaptasi dengan perkembangan zaman,” ujar seorang pakar pendidikan. Mereka menegaskan bahwa ketakutan terhadap Chat GPT mencerminkan ketidaksiapan sistem pendidikan tradisional untuk menerima inovasi. Dengan memanfaatkan teknologi ini secara bijak, mahasiswa dapat menggunakannya untuk memahami konsep-konsep kompleks, mempercepat akses informasi, hingga merangsang diskusi yang lebih mendalam.
Meski banyak yang optimis, tantangan terbesar adalah memastikan mahasiswa tetap memegang kendali atas proses belajarnya. Teknologi seperti Chat GPT harus dimanfaatkan sebagai alat pengayaan, bukan sebagai jalan pintas yang merusak esensi pendidikan.
ADVERTISEMENT
Dunia pendidikan kini dihadapkan pada pilihan sulit: menyambut inovasi teknologi dengan bijak, atau berisiko kehilangan nilai-nilai tradisional yang menjadi dasar pembelajaran. Yang pasti, perdebatan ini baru saja dimulai—sebuah dilema antara revolusi digital dan ancaman terhadap integritas akademik.
"Akankah Chat GPT menjadi sekutu yang mendorong revolusi belajar, atau malah berubah menjadi ancaman tersembunyi yang menggerogoti esensi pendidikan? Hanya waktu yang akan mengungkap jawabannya!"
Dilematika orisinalitas karya mahasiswa di era digital ini memang kompleks. Penggunaan Chat GPT memang memiliki sisi positif dan negatif. Solusi terbaik adalah dengan menetapkan kebijakan yang jelas mengenai penggunaan alat ini dalam konteks akademik. Institusi pendidikan perlu mengedukasi mahasiswa tentang pentingnya orisinalitas dan integritas akademik, serta mendorong penggunaan teknologi sebagai alat bantu yang mendukung, bukan menggantikan, proses pembelajaran dan kreativitas.
ADVERTISEMENT