Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Kritik Sosial Politik dalam Naskah Drama ‘Kutukan Pulau Mintin’
2 Desember 2021 14:34 WIB
Tulisan dari Nyayu Fajrina Dwi Lestari tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Berangkat dari asal usul penciptaannya, karya sastra dapat dikatakan sebagai replika kehidupan manusia. Karya sastra yang hadir di tengah kehidupan manusia merupakan refleksi dari pengarangnya tentang hidup atau kehidupan yang memadukan daya imajinasi serta kreasi setelah melalui proses pengalaman dan pengamatan atas kehidupan tersebut (Djojosuroto, 2006).
ADVERTISEMENT
Karya sastra juga berpotensial menjadi suara alternatif untuk menyampaikan pesan berupa kritik sosial terutama kepada pemerintah. Banyak karya sastra yang berisi gagasan-gagasan perlawanan yang ditujukan kepada para pemimpin, pemerintah, dan realitas sosial yang dipandang tidak sesuai dengan harapan dan kepentingan masyarakat. Ini bermakna bahwa di dalam keindahan imajinatif karya sastra ada kekuatan yang dapat digunakan untuk menyampaikan ktitikan. Tidak jarang, kritik yang disampaikan berupa solusi terhadap masalah yang terjadi di masyarakat (Purnamasari, 2015).
Namun, terlepas dari itu semua, karya sastra tetaplah benda mati. Karya sastra baru bernilai dan menjadi objek estetik jika diberi makna. Pemberian makna atau penangkapan makna dalam sebuah karya sastra dapat dilakukan melalui kritik sastra. Aspek-aspek pokok kritik sastra adalah analisis, interpretasi (penafsiran), dan evaluasi atau penilaian (Pradopo, 2013).
ADVERTISEMENT
Naskah drama Kutukan Pulau Mintin merupakan karya sastra yang patut dimaknai karena berisi dialog-dialog dan adegan yang merefleksikan kehidupan dengan gagasan-gagasan perlawanan terhadap pemerintah. Kutukan Pulau Mintin memberikan gambaran mengenai para penguasa, pemimpin negara yang membuat kebijakan dan peraturan yang semena-mena tanpa mementingkan kesejahteraan rakyat. Naskah yang ditulis oleh Zaky Mubarok ini menampilkan banyak sentilan mengenai sikap para pejabat dan carut-marut pemerintahan. Melalui dialog-dialog yang terdapat dalam naskah, Zaky Mubarok menampilkan sindiran-sindiran tentang permainan yang sering terjadi di negeri ini, seperti kebijakan politik, hukum, permainan kalangan atas yang memarginalkan kalangan menengah ke bawah. Dibandingkan naskah beliau lainnya yang berjudul Lagu Cinta Sore Hari, Kutukan Pulau Mintin lebih berfokus pada aspek sosial politik, sehingga sangat menarik untuk dikaji karena berisi kritik-kritik sosial yang membangun, khususnya dalam bidang pemerintahan atau politik.
ADVERTISEMENT
Kutukan Pulau Mintin mengisahkan tentang seorang Raja yang merana karena ditinggal mati oleh istrinya hingga memutuskan untuk menyerahkan tahta kerajaan kepada Anak kembarnya, Naga dan Buaya. Raja bersama asistennya menyerahkan nasib kerajaan di tangan anak kembarnya dengan tujuan agar anaknya bisa belajar menjadi pemimpin.
Namun, sepeninggalan Raja, Naga malah membuat peraturan kebijakan semena-mena yang hanya mengutamakan kepentingan pribadinya saja. Buaya yang berusaha menasehati Naga, justru memicu perkelahian yang membentuk dua kubu; kubu pro-Naga dan pro-Buaya. Perkelahian yang hampir memuncak itu segera dihentikan oleh kedatangan Raja yang mendadak. Raja pun sadar, bahwa dia telah gagal dalam mendidik anaknya menjadi pemimpin.
Naga dan Buaya dihukum oleh Raja. Buaya yang hanya mempunyai kesalahan sedikit dia tetap berada di pulau Mintin dengan menjadi seekor buaya yang sebenarnya, sedangkan Naga yang kesalahannya besar, dia dihukum menjadi Naga yang sebenarnya dan diperintahkan untuk menjaga sungai Kapuas. Pada Naskah Kutukan Pulau Mintin terdapat kritik sosial yang meliputi aspek politik dapat dilihat dari kutipan berikut:
ADVERTISEMENT
Kutipan di atas merupakan kutipan dialog tokoh Buaya yang kurang sependapat dengan Naga lantaran Naga berniat untuk mengadakan pesta penyambutan dirinya sebagai pemimpin yang baru menggantikan Ayahnya menggunakan uang negara.
Dialog tersebut bermakna seorang pemimpin yang semena-mena menggunakan uang negara untuk kepentingan pribadinya tanpa memikirkan nasib rakyatnya. Dialog di atas merupakan tiruan atas banyaknya perilaku korupsi yang dilakukan oleh sejumlah pejabat Indonesia.
Perhatikan kutipan dialog Naga berikut ini:
ADVERTISEMENT
Dalam dialog tersebut Naga berdalih kepada Buaya bahwa selagi berkesempatan menjadi pemimpin maka dia bebas menikmati semua assetnya hanya untuk kepentingannya pribadi, kalaupun nanti habis, dia bisa menerapkan kebijakan baru dengan menaikkan harga pajak, sehingga pendapatan negara tetap meningkat, rakyat yang miskin hanyalah kesalahan mereka sendiri karena bisanya hanya menurut saja dan menonton jalannya pemerintahan.
ADVERTISEMENT
Makna yang terkandung dalam dialog di atas adalah seorang pemimpin yang dengan bebasnya membuat kebijakan baru hanya untuk memenuhi kepentingan pribadinya tanpa memikirkan bahwa rakyat sangat dirugikan. Dialog di atas merupakan peniruan terhadap kebijakan pemerintah yang dinilai hanya mementingkan pemerintah tanpa memperdulikan rakyat.
Dari beberapa kutipan dialog di atas dapat dilihat bahwa kritik sosial dalam aspek politik yang terkandung dalam naskah Kutukan Pulau Mintin Karya Zaky Mubarok meliputi tindakan korupsi dan kebijakan politik yang tidak menguntungkan rakyat.