Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.100.8
29 Ramadhan 1446 HSabtu, 29 Maret 2025
Jakarta
imsak04:10
subuh04:25
terbit05:30
dzuhur11:30
ashar14:45
maghrib17:30
isya18:45
Konten dari Pengguna
Pura Ulun Danu Beratan: Pesona Keindahan dan Warisan Budaya Bali
26 Maret 2025 4:29 WIB
·
waktu baca 3 menitTulisan dari Zuriska Fitriana tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

ADVERTISEMENT
Pulau Bali dikenal dengan keindahan alam dan warisan budayanya yang khas. Salah satu destinasi wisata yang menyatukan keduanya adalah Pura Ulun Danu Beratan, yang terletak di kawasan Bedugul, Kabupaten Tabanan. Keunikan pura ini terletak pada lokasinya yang berada di tepi Danau Beratan, dengan bagian pura yang tampak seolah mengapung di atas air. Selain menjadi tempat ibadah umat Hindu, pura ini juga menjadi daya tarik wisata yang memikat wisatawan lokal maupun mancanegara.
ADVERTISEMENT
Lokasi dan Latar Belakang Sejarah
Pura Ulun Danu Beratan berlokasi di Desa Candikuning, Kecamatan Baturiti, Kabupaten Tabanan. Dikelilingi oleh perbukitan hijau dan udara yang sejuk, pura ini menawarkan suasana yang tenang dan damai bagi pengunjungnya.
Secara historis, pura ini didirikan pada masa Kerajaan Mengwi oleh I Gusti Agung Putu sekitar tahun Saka 1556 (tahun 1634 Masehi). Pura ini dibangun sebagai bentuk penghormatan kepada Dewi Danu, yang diyakini sebagai penguasa air dan kesuburan. Bagi masyarakat Hindu di Bali, Danau Beratan memiliki peran penting sebagai sumber kehidupan yang memberikan air bagi irigasi sawah dan perkebunan di sekitarnya.
Keunikan Arsitektur dan Spiritualitas
Pura Ulun Danu Beratan terdiri dari beberapa kompleks bangunan yang masing-masing memiliki fungsi religius. Salah satu yang paling ikonik adalah Meru bertingkat sebelas, yang didedikasikan untuk Dewa Siwa dan Dewi Parwati. Selain itu, terdapat stupa Buddha, yang mencerminkan adanya harmonisasi antara ajaran Hindu dan Buddha di Bali.
ADVERTISEMENT
Keunikan utama dari pura ini adalah salah satu bangunannya yang berdiri di atas permukaan air, menciptakan ilusi seolah-olah pura ini mengapung di tengah danau. Pemandangan ini semakin memikat saat kabut tipis menyelimuti danau, menciptakan suasana magis dan sakral.
Daya Tarik Wisata dan Keindahan Alam
Selain nilai spiritual dan sejarahnya, daya tarik utama Pura Ulun Danu Beratan juga terletak pada keindahan alamnya. Lokasinya yang berada di ketinggian sekitar 1.200 meter di atas permukaan laut membuat kawasan ini memiliki udara yang sejuk, jauh dari panasnya pantai-pantai di Bali.
Danau Beratan yang mengelilingi pura semakin menambah daya tarik wisata. Pengunjung dapat menikmati keindahan danau dengan menyewa perahu tradisional atau sekadar bersantai di tepi danau sambil menikmati panorama alam. Selain itu, kawasan ini juga sering dijadikan lokasi untuk foto prewedding dan konten media sosial karena latar belakangnya yang memukau.
ADVERTISEMENT
Wisata Budaya dan Festival Tahunan
Sebagai tempat suci, Pura Ulun Danu Beratan tetap digunakan untuk berbagai upacara keagamaan, terutama yang berkaitan dengan ritual pemujaan terhadap air. Salah satu upacara penting yang rutin dilaksanakan adalah Danu Kertih, yang bertujuan untuk menjaga kesucian dan kelestarian danau.
Selain itu, kawasan ini juga menjadi lokasi Ulun Danu Art Festival, yang diadakan setiap dua tahun sekali. Festival ini menghadirkan berbagai pertunjukan seni tradisional, seperti tari kecak, parade gebogan bunga, dan pertunjukan gamelan.
Pura Ulun Danu Beratan bukan hanya tempat ibadah, tetapi juga simbol keseimbangan antara manusia, alam, dan spiritualitas, sesuai dengan konsep Tri Hita Karana dalam ajaran Hindu. Dengan perpaduan sejarah, budaya, dan keindahan alamnya, pura ini menjadi salah satu destinasi wisata paling ikonik di Bali. Bagi wisatawan yang ingin merasakan kedamaian spiritual sekaligus menikmati panorama alam yang menakjubkan, Pura Ulun Danu Beratan adalah tempat yang tidak boleh dilewatkan.
ADVERTISEMENT
Zuriska Fitriana, mahasiswa Pendidikan Sejarah Universitas Negeri Semarang.