Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.101.0
Konten dari Pengguna
Menjajal Ramalan Kuno Tionghoa di Vihara Dharma Bhakti
15 Juli 2017 17:42 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:17 WIB
Tulisan dari Ochi Amanaturrosyidah tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT

Tanjoubi Omedetou!!!
Beberapa hari lalu, tepat di hari ulang tahun Vihara Dharma Bhakti yang merupakan Vihara tertua di Jakarta, gue mencoba Ciam Si, ramalan tradisional kuno masyarakat Tionghoa. Sudah menjadi rahasia umum, masyarakat Tionghoa memang handal dalam hal membaca masa depan, sebut saja Feng Shui yang popularitasnya sama dengan Primbonnya orang Jawa.
ADVERTISEMENT
Tadinya, gue bahkan enggak tahu apa itu Ciam Si. Sampai akhirnya, sebelum meninggalkan lokasi peliputan (tadinya kita cuma mau liputan doang), Chitra bilang dia mau nyobain ambil Ciam Si dulu.

Dikocok dulu nasibnya, guys!
Ciam Si sendiri sebenarnya merupakan permainan meramal nasib yang berdasarkan 100 kertas syair yang akan digunakan untuk melihat peruntungan seseorang. Seratus nomor kertas ini kemudian dituliskan pada kayu-kayu panjang (bisa enggak gue sebut sumpit?) dengan ukuran sekitar 25 cm.
"Hari ini, bertepatan dengan harinya Dewi Guan Yin," ujar penjaga atau petugas Vihara yang memandu kami.
Karena dewa yang ada di altar adalah Dewi Guan Yin, jadi mungkin rasanya agak spesial juga. Mungkin.

Berdoa dulu biar bagusn hasilnya.
ADVERTISEMENT
"Pegang ini di dada. Ucapkan nama, perkenalkan diri. Bilang, 'Dewi Guan Yin, sebutin nama, ingin tahu soal ...' Nah, terserah, mau tanya soal jodoh bisa, karier juga bisa," jelasnya sambil menyodorkan selongsong bambu berisi 100 sumpit ramalan Ciam Si.
Usai 'memperkenalkan diri' dan mendeklarasikan keinginan kita, kita tinggal mengguncangkan selongsong bambu tersebut perlahan hingga satu sumpit terjatuh. Eh, katanya pasti jatuhnya cuma satu, enggak mungkin lebih dari satu.

Kira-kira begini nih yang lagi deg-degan nunggu hasil.
Bapak itu kemudian mengambil sumpit tersebut dan menancapkannya ke tempat dupa di altar. Ritual selanjutnya adalah melemparkan dua buah kayu, yang bentuknya hampir menyerupai setengah lingkaran dengan satu sisi cembung dan sisi lainnya datar.
ADVERTISEMENT
"Taruh ini di dada, lalu kembali perkenalkan diri, utarakan keinginan. Setelah itu sujud di atas kepala tiga kali, menghormati Dewi, lalu jatuhkan," tambahnya.

Sujud di atas kepala gini lho maksud gue.
Jadi, kalau hasilnya dua-duanya menunjukkan bidang datar, berarti kita harus mengulang ritual tersebut karena sang Dewi "ngetawain kita." Jika yang keluar dua bidang cembung, kita juga harus mengulang karena Dewinya "marah". Jika tiga kali mencoba dan hasilnya masih sama, kita harus mengulang dari awal, ramalannya enggak sah. Ramalan baru bisa dilanjutkan jika dua bidang tersebut menampakkan sisi berbeda.
Karena gue keren (kalau mau muntah, muntah aja. Gue udah duluan kok), gue langsung berhasil dalam percobaan pertama. Gue dapet syair nomor 13. Karena biasa dengan budaya barat yang menganggap angka 13 adalah angka sial, gue kira ramalan gue bakal jelek. Ternyata malah bagus lho.
ADVERTISEMENT
Setelah sederet ritual tersebut, gue langsung mendapatkan secarik syair sesuai dengan nomor sumpit bambu gue. Huruf-huruf China lengkap dengan sebaris terjemahannya tercetak pada secarik kertas berwarna merah ini.

Sweeeet...
"Bintang-bintang datang menolong. Ibarat bunga bersemi kembali. Bulan gelap terang kembali."
Enggak paham sih gimana maksudnya, tapi kedengeran oke juga ini. Kalau bedasarkan tafsir gue, mungkin semacam abis gelap terbitlah terang.

Silakan ditafsirkan sendiri.
Ternyata, kita langsung disodori sebuah buku yang berisi petunjuk lengkap membaca Ciam Si. Yah, meskipun setelah membaca enggak ngerasa lebih paham juga sih. Cuma, secara general, maksudnya gue bakal dapet untung setelah sial dulu. Dimarahin dulu, sebelum dipuji.
Jomblo dulu sebelum... ah sudahlah.
Manusiawi lah. Secara umum, ramalan gue masih masuk ke dalam taraf normal. Apalagi, di antara lima orang pewarta gabut yang mencoba Ciam Si, tiga di antaranya isinya sial. Banget.
ADVERTISEMENT
Yang paling sial Bang Adit sih. "Sudah dingin, diterpa salju musim dingin." Diprediksi sial berturut-turut. Sial banget emang.

Tiga serangkai dengan ramalan sial semua.
Terlepas soal percaya atau enggak, tapi tradisi Ciam Si ini cukup menarik untuk dicoba. Dan gue juga baru ngeh kalau kertas Ciam Si ini cucok banget dijadiin koleksi yang unik dan beda dari yang lain.
Tertarik? Ramalan ini tidak dipungut biaya alias gratis. Tapi ya, tau diri lah... nyumbang dikit enggak rugi lah.