Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Konten dari Pengguna
Dilema Kesehatan di Ujung Kehidupan: Euthanasia dan Perawatan Paliatif
17 November 2024 11:59 WIB
·
waktu baca 8 menitTulisan dari Octavia Dea Safitri tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Kata euthanasia berasal dari bahasa Yunani yakni ethanatos, eu yang mempunyai arti “baik” dan thanatos yang mempunyai arti “mati”, jika digabung dapat diartikan sebagai mati dalam keadaan baik. Euthanasia adalah tindakan medis yang dilakukan secara sengaja untuk mengakhiri hidup dengan tujuan mengurangi penderitaan yang sangat berat. (Hasiholan et al., 2023). Menurut pandangan medis, euthanasia merujuk pada upaya untuk mempercepat kematian seseorang guna membebaskannya dari penderitaan yang disebabkan oleh penyakit. Euthanasia dianggap sebagai langkah untuk mencegah penderitaan yang lebih berat akibat suatu musibah atau penyakit, ketika tidak ada cara lain yang dapat mengakhiri penderitaan tersebut. (Flora, 2022).
ADVERTISEMENT
Euthanasia dapat dibedakan dalam beberapa bentuk, yaitu euthanasia aktif, euthanasia pasif, euthanasia volunter, dan euthanasia involunter (Korowa, 2020). Euthanasia aktif merupakan euthanasia yang dilakukan secara langsung oleh dokter untuk mengakhiri hidup pasien dengan cara medis, biasanya menggunakan obat-obatan yang bekerja cepat dan fatal. Sedangkan, euthanasia pasif merupakan euthanasia yang dilakukan dengan cara menghentikan atau mencabut tindakan medis yang diperlukan untuk mempertahankan hidup, yang mengakibatkan pasien diperkirakan akan meninggal setelah perawatan dihentikan. (Korowa, 2020). Kemudian, euthanasia volunter atau euthanasia sukarela merupakan penghentian perawatan atau percepatan kematian berdasarkan permintaan pasien sendiri, sedangkan euthanasia involunter dilakukan pada pasien yang tidak sadar dan tidak dapat menyampaikan keinginannya, di mana keluarga pasien yang akan mengambil keputusan dan bertanggung jawab, jadi bukan berdasarkan permintaan pasien sendiri. (Suparman, 2018).
ADVERTISEMENT
Menurut WHO, perawatan paliatif adalah suatu pendekatan yang mempunyai tujuan untuk meningkatkan kualitas hidup pasien dan keluarganya dalam menghadapi masalah yang disebabkan oleh penyakit yang mengancam nyawa, yang dilakukan dengan cara mencegah serta mengurangi penderitaan yang dirasakan pasien melalui identifikasi dini, evaluasi, dan juga penanganan yang tepat terhadap rasa sakit serta masalah fisik, psikososial, dan spiritual lainnya (Nainggolan & Perangin-angin, 2020). Perawatan paliatif berfokus untuk mengurangi penderitaan yang dialami oleh pasien karena penyakitnya, serta berfokus untuk meningkatkan kualitas hidup pasien. (Shatri et al., 2020). Melalui perawatan paliatif, maka kualitas hidup pasien yang menghadapi penyakit terminal dan keluarganya akan mengalami peningkatan, baik dari segi fisik, psikososial, maupun spiritual (Perangin-angin, 2019).
Pasien yang mendapatkan perawatan paliatif sering kali merasakan penderitaan yang berkepanjangan, dan euthanasia dapat menjadi salah satu alternatif untuk mengakhiri rasa sakit yang dirasakan pasien tersebut. Namun, tindakan euthanasia bertentangan dengan prinsip yang terdapat pada perawatan paliatif yakni menghargai setiap kehidupan pasien. Keputusan untuk melakukan euthanasia harus mempertimbangkan pandangan dari keluarga pasien dan yang paling penting kondisi dari pasien itu sendiri. Tujuan utama dari euthanasia adalah untuk mengurangi penderitaan pasien dan meringankan beban keluarga. Prinsip etika yang berkaitan dengan euthanasia meliputi: beneficence, non-maleficence, veracity, confidentiality, dan accountability. (Mauruh et al., 2022).
ADVERTISEMENT
Hasil penelitian saat ini mengenai euthanasia dalam perawatan paliatif menunjukkan adanya perbedaan yang kompleks terkait dengan etika dan hukum atau legalitas dari euthanasia. Keperawatan paliatif berfokus pada kualitas hidup pasien dengan penyakit kronis atau serius termasuk mengontrol gejala yang dirasakan oleh pasien tanpa tujuan utama untuk memperpanjang hidup pasien dengan kondisi terminal tersebut (Dewi et al. 2023). Sampai saat ini euthanasia masih menjadi perdebatan tentang boleh atau tidaknya tindakan tersebut dilakukan (Liza & Syamsurizal, 2023).
Terdapat beberapa negara yang membenarkan tindakan euthanasia secara hukum tetapi tetap dengan berbagai pertimbangan, seperti negara Belanda, Cekoslovakia, Belgia, dan Amerika (Minarosa, 2018). Di Indonesia sendiri belum terdapat peraturan yang mengatur secara rinci mengenai euthanasia (Wahyudi & Yunaldi, 2024). Terdapat beberapa pandangan yang mendukung euthanasia yakni ada yang berpendapat bahwa tindakan euthanasia dapat dibenarkan dalam kondisi tertentu. Salah satu situasi yang dianggap memungkinkan untuk dilakukan euthanasia adalah ketika seseorang berada dalam kondisi kritis yang berkepanjangan dan mengalami kematian otak, sehingga tidak ada lagi harapan untuk bertahan hidup. Pada kondisi seperti ini, hidup pasien sepenuhnya bergantung pada alat medis, dan jika alat tersebut dihentikan, pasien akan meninggal. Oleh karena itu, euthanasia dapat dipertimbangkan dengan menghentikan alat penunjang kehidupan untuk mengurangi penderitaan yang lebih besar. (Safrima et al., 2024).
ADVERTISEMENT
Selain itu, euthanasia juga bisa dipertimbangkan ketika pengobatan dilanjutkan meski tidak ada harapan hidup, dan keluarga pasien tidak mampu menanggung biaya. Melanjutkan pengobatan dalam kondisi tersebut justru dapat membebani keluarga, terutama yang berada dalam situasi ekonomi yang sulit. Dalam kondisi ini, euthanasia pasif dapat dilakukan. Dalam kasus pasien dengan penyakit terminal yang menanggung penderitaan yang luar biasa, tenaga kesehatan menghadapi dilema antara menghormati hak otonomi pasien dan kewajiban untuk melindungi kehidupan. Kode etik juga memungkinkan untuk mempertimbangkan keinginan pasien, namun hal ini harus dilakukan dalam kerangka yang etis dan sesuai dengan hukum. (Safrima et al., 2024).
Akan tetapi, di Indonesia yang menganut ideologi pancasila sebagai dasar pandangan hidup bangsa, sangat menjunjung tinggi hak asasi manusia, sehingga euthanasia dipandang bertentangan dengan nilai-nilai tersebut (Krisnalita, 2022). Kemudian, sistem hukum di Indonesia juga tidak memberikan ruang untuk menerima alasan apapun yang mendasari tindakan pengakhiran hidup manusia dengan cara euthanasia. Dalam Pasal 344 Undang-undang Hukum Pidana mengharamkan segala bentuk pengakhiran hidup, meskipun berdasarkan permintaan individu itu sendiri. (Minarosa, 2018).
ADVERTISEMENT
Dalam Undang-undang Dasar 1945 pasal yang berkaitan dengan euthanasia yaitu pasal 28A yang mengatur tentang Hak Hidup. Hubungan pasal 28A dengan euthanasia yakni apabila pasien dalam kondisi sadar, maka pasien memiliki hak untuk membuat keputusan sendiri mengenai nasib hidupnya tanpa campur tangan orang lain. Dengan kata lain, euthanasia sukarela bisa dibenarkan karena hak untuk memilih mati merupakan hak yang setara dengan hak untuk hidup. Akan tetapi, di lain sisi, euthanasia juga tidak dapat dianggap benar karena melanggar hak untuk mempertahankan hidup. Hak hidup seseorang akan sulit untuk dipertahankan jika seseorang tersebut berada dalam kondisi yang tidak sadar, sehingga euthanasia bisa dilakukan melalui euthanasia involunter. (Murty et al., 2019).
Euthanasia dalam perawatan paliatif seringkali masih memicu perdebatan. Terdapat pihak yang memperbolehkan dengan berbagai macam pertimbangan dan terdapat juga pihak yang tidak memperbolehkan. Dalam pengambilan keputusan euthanasia mengalami banyak dilema, di satu sisi menghormati hak otonomi pasien yang membuat pasien bebas untuk memilih hidup atau mengakhiri hidup dengan euthanasia, dan disisi lain tindakan euthanasia tidak dibenarkan karena mengakhiri hidup seseorang bertentangan dengan etika, moral, legalitas, serta kewajiban untuk melindungi kehidupan.
ADVERTISEMENT
Kesimpulannya yaitu euthanasia merupakan tindakan yang dilakukan untuk mengakhiri kehidupan seseorang dengan tujuan untuk menghilangkan penderitaan yang dirasakan oleh pasien terminal. Sedangkan, perawatan paliatif dilakukan untuk meningkatkan kualitas hidup pasien terminal dan keluarganya dengan cara mencegah serta mengurangi penderitaan yang dirasakan oleh pasien. Terdapat dilema dalam pengambilan keputusan untuk melakukan euthanasia, sehingga dalam pengambilan keputusan euthanasia harus melibatkan pertimbangan secara moral dan etika yang mendalam.
REFERENSI
Dewi, S. U., Bugis, D. A., Askar, M., Aisyah., ... & Hidayati, L. N. (2023). PERAWATAN PALIATIF. YAYASAN HAMJAH DIHA.
Flora, H. S. (2022). Jurnal hukum kesehatan indonesia. Jurnal Hukum Kesehatan Indonesia, 01(01), 1–10.
Hasiholan, A. M., Pradipta, D. A., Butar-butar, Y., Baene, A. E., & Manurung, D. (2023). Mengajarkan Nilai Kehidupan Dalam Konteks Eutanasia: Perspektif Etika Kristen Untuk Siswa/I Rohkris Sman 74 Jakarta. Pneumata: Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat, 5(2), 86–93.
ADVERTISEMENT
Korowa, I. (2020). Kajian Yuridis Tentang Euthanasia Menurut KUHP. LEX CRIMEN, 8(9).
Krisnalita, L. Y. (2022). EUTHANASIA DALAM HUKUM PIDANA INDONESIA DAN KODE ETIK KEDOKTERAN. Binamulia Hukum, 10(2), 171–186.
Liza, N. N., & Syamsurizal, S. (2023). Meta Analisis EUTHANASIA: Tinjauan Etika, Sosial, Profesionalisme dan HAM. Jurnal Sains Dan Kesehatan Darussalam, 3(2), 51–56. https://doi.org/10.56690/jskd.v3i2.104
Mauruh, C. V., Malik, M. Z., Isnawati, I. A., Mahendra, D., ... & Harun, B. (2022). Paliative Nursing. Rizmedia Pustaka Indonesia.
Minarosa, M. (2018). Analisis Yuridis Terhadap Eutanasia (Hak Untuk Mati) Berdasarkan Pasal 344 Kitab Undangundang Hukum Pidana Dan Hak Asasi Manusia. Inkracht, 2(3), 189–201. https://ejournal.borobudur.ac.id/index.php/2/article/view/794%0Ahttps://ejournal.borobudur.ac.id/index.php/2/article/view/794/735
Murty, H., Gitta Sari, A., & Rahman, I. (2019). Jurnal Transparansi Hukum P-ISSN 2613-9200 E-ISSN 2613-9197. Jurnal Transparansi Hukum, 09(ANALISIS YURIDIS TERHADAP SUNTIK MATI (EUTHANASIA) DITINJAU DARI PERSPEKTIF HUKUM PIDANA), 42–65.
ADVERTISEMENT
Nainggolan, G. D., & Perangin-angin, M. A. br. (2020). Hubungan pengetahuan dan sikap perawat tentang perawatan paliatif di Rumah Sakit Advent Bandung The relationship of knowledge and nurses attitudes toward palliative care at Rumah Sakit Advent Bandung. Skolastik Keperawatan, 6(1), 1–9.
Perangin-angin, M. A. (2019). Pengetahuan dan sikap mahasiswa keperawatan tentang keperawatan paliatif di Universitas Advent Indonesia. Klabat Journal of Nursing, 1(1), 88-95.
Safrima, I. A., Chaniatuttazkiya, A., Sza, S., Zahwa, A., Sandaga, N., Jl, A., Sungai, V., No, B., Tengah, K. B., & Banjarmasin, K. (2024). Euthanasia Dipandang Berdasarkan Perspektif Hukum Islam dan Kode Etik Kedokteran Indonesia ( KODEKI ) Universitas Lambung Mangkurat , Indonesia. 4.
Shatri, H., Faisal, E., Putranto, R., & Sampurna, B. (2020). Advanced Directives pada Perawatan Paliatif. Jurnal Penyakit Dalam Indonesia, 7(2), 125. https://doi.org/10.7454/jpdi.v7i2.315
ADVERTISEMENT
Suparman, E. (2018). Jurnal Ilmiah Penegakan Hukum. Prospektif Pengaturan Euthanasia Di Indonesia Ditinjau Dari Perspektif Hak Asasi Manusia, 5(2), 94–100.
Wahyudi, P., & Yunaldi, W. (2024). Pengaturan Euthansia Ditinjau dari Hukum Pidana dan Hukum Kesehatan Perspektif Hak Asasi Manusia. 4, 8730–8743.
Octavia Dea Safitri, S1 Ilmu Keperawatan Universitas Jember