Konten dari Pengguna

Tantangan dan Kebijakan Pencari Suaka di Jepang dalam Analisis Keamanan Manusia

Octavia Novita Sari
Mahasiswa Magister Ilmu Hubungan Internasional Universitas Gadjah Mada
27 Juni 2024 12:23 WIB
·
waktu baca 6 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Octavia Novita Sari tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
(Assylum Seeker. Sumber: Shutterstock)
zoom-in-whitePerbesar
(Assylum Seeker. Sumber: Shutterstock)
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Seiring dengan berkembangnya dinamika hubungan internasional, mobilisasi manusia dari satu negara menuju negara lain menjadi fenomena yang umum pada saat ini. Sejak terjadinya krisis pengungsi global pada tahun 2015, jumlah orang yang mencari suaka di negara-negara Utara meningkat secara cepat. UNHCR memprediksi bahwa pada tahun 2019 terdapat 79,5 juta orang yang terpaksa mengungsi di seluruh penjuru dunia, sebanyak 4,2 juta orang tersebut bagian dari pencari suaka. Adanya krisis pengungsi global tersebut, menyebabkan peningkatan secara signifikan jumlah pencari suaka yang tersebar di seluruh dunia termasuk Jepang. Namun, sangat disayangkan bahwa Jepang dalam menanggapi kasus ini semakin menutup diri dan menerapkan kebijakan yang sangat ketat sebelum memberikan status kewarganegaraannya (Inoue, 2024).
ADVERTISEMENT
Pencari suaka di Jepang saat ini menghadapi situasi yang sangat kompleks dan seringkali menantang, hal ini dikarenakan kebijakan imigrasi yang ketat. Adapun poin penting mengenai pencari suaka di Jepang yakni. Pertama mengenai kebijakan suaka yang ketat, Jepang terkenal dengan kebijakan suaka yang sangat sulit dan tingkat penerimaan permohonan suaka yang rendah dibandingkan dengan negara maju lainnya. Kedua proses permohonan pencari suaka harus mengajukan status pengungsi di kantor imigrasi daerah. Proses ini memakan waktu yang sangat lama dan memerlukan waktu beberapa tahun untuk mendapatkan keputusan (French, 2024).
Ketiga mengenai kondisi kehidupan, selama melakukan proses permohonan para pencari suaka seringkali mengalami kesulitan ekonomi, mereka juga tidak diperbolehkan bekerja sehingga sulit untuk menghidupi diri sendiri bahkan keluarga mereka. Para pencari suaka ini hanya mengandalkan LSM untuk menghidupi mereka. Keempat rendahnya dukungan hukum dan integrasi sosial mengakibatkan mereka susah bersosialisasi dengan masyarakat lokal. Kelima perubahan kebijakan pemerintah menyebabkan para advokat terus mendorong kebijakan untuk memberikan aturan main yang adil. Sehingga, dalam penelitian ini akan mengeksplorasi keadaan pencari suaka di Jepang saat ini dengan mengkaji tantangan yang mereka hadapi akibat dari penerapan kebijakan imigran di Jepang (French, 2024).
ADVERTISEMENT
Selama lima tahun terakhir Jepang mengalami peningkatan permohonan suaka. Rendahnya tingkat persetujuan Jepang terhadap pengajuan status permohonan pengungsi dapat dilihat pada tahun 2018, hanya 42 orang dari 10.493 pemohon diberikan status pengungsi atau menjadi penduduk khusus. Kemudian, gelombang pencari suaka yang ada di Jepang pada tahun 2019 terdata lebih dari 10.000 orang asing. Pencari suaka di Jepang mayoritas berasal dari Filipina, Indonesia, dan Vietnam. Berlanjut pada tahun 2020 hingga 2021, banyak pengungsi dari Afghanistan tiba di Bandara Internasional Narita untuk mencari suaka. Mayoritas dari mereka merupakan pengungsi dari Myanmar dan Ethiopia yang terdampak atas kembalinya rezim Taliban ke tampuk kekuasaan pada tahun 2021 telah menyebabkan ketidakstabilan yang berkelanjutan (Inoue, 2024).
ADVERTISEMENT
Menurut laporan Kementerian Kehakiman Jepang, pada tahun 2022 sebanyak 202 orang pencari suaka telah disetujui, angka ini merupakan peningkatan yang cukup drastis dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Pada tahun 2023, terdapat 13.823 orang pencari suaka yang mengajukan permohonan status pengungsi pada tahun lalu mengalami peningkatan sebanyak tiga kali lipat dibandingkan tahun 2022. Pemberian jumlah pencari suaka meningkat secara signifikan hingga mencapai rekor tertinggi yakni 303 orang. Sebanyak 1005 pengungsi juga diberikan izin untuk tinggal sementara di Jepang atas dasar kemanusiaan, meskipun mereka tidak memenuhi syarat untuk mendapatkan status pengungsi (Inoue, 2024).
Menanggapi hal tersebut, negara-negara maju di dunia Utara terus memperketat pembatasan pencari suaka mereka, termasuk juga Jepang. Jepang, menjadi negara yang terkenal dengan kebijakan imigrasinya yang ketat. Hal ini pun berakibat pada pencari suaka di Jepang mengalami banyak sekali kendala dalam mengajukan permohonan statusnya sebagai pengungsi dikarenakan tingkat persetujuan pemerintah Jepang terhadap status pengungsi masih sangat rendah (Suzuki, 2020). Oleh karena itu, situasi pencari suaka di Jepang merupakan permasalahan yang memerlukan perhatian dunia internasional. Rendahnya tingkat persetujuan negara terhadap status pengungsi, ditambah lagi dengan tantangan yang dihadapi para pencari suaka telah menyebabkan munculnya krisis kemanusiaan di Jepang. Saat ini pemerintah Jepang pun harus segera mengkaji ulang kebijakan dengan berupaya untuk menciptakan sistem yang lebih inklusif dan mempertimbangkan aspek kemanusiaan bagi para pencari suaka (Takahara, 2023).
ADVERTISEMENT
Munculnya berbagai masalah tersebut, Jepang menanggapinya dengan melakukan reformasi imigrasi untuk mengurangi jumlah pencari suaka. Jepang menerapkan revisi undang-undang imigrasi yang ditujukan untuk memudahkan pihak yang berwenang untuk melakukan deportasi bagi orang-orang yang berulang kali mengajukan status sebagai pengungsi (East Asia Forum, 2023). Berikut merupakan undang-undang dan peraturan utama yang mengatur pencari suaka maupun imigrasi di Jepang. Pertama Undang-Undang pengendalian imigrasi dan pengakuan pengungsi Immigration Control and Refugee Recognition Act (ICRRA) yang berisi mengenai dasar hukum utama yang mengatur kontrol imigrasi dan pengakuan pengungsi di Jepang. Kedua, Undang-Undang dasar kebijakan keimigrasian yang mencakup mengenai kebijakan dasar mengenai migrasi dan integrasi imigran termasuk pencari suaka yang memasuki wilayah Jepang. Ketiga, konvensi pengungsi (1951) dan protokol (1967) berikut juga peraturan lainnya yang mengatur mengenai imigrasi dan pencari suaka (Plantilla, 2024).
ADVERTISEMENT
Dari paparan diatas dapat disimpulkan bahwa pencari suaka di Jepang menghadapi berbagai tantangan yang signifikan, termasuk proses pengajuan suaka yang ketat, penahanan yang lama, dan kondisi hidup yang buruk di pusat penahanan. Kegagalan Jepang memenuhi komitmen kemanusiaan internasionalnya juga terlihat dalam responnya terhadap krisis pengungsi global. Meskipun negara ini telah memberikan dukungan keuangan yang signifikan kepada organisasi-organisasi pengungsi dan berpartisipasi dalam upaya internasional untuk mengatasi krisis ini, Jepang belum bisa menerima pengungsi dalam jumlah besar. Hal ini menimbulkan kritik bahwa Jepang tidak melakukan tindakan yang adil dalam mengatasi krisis pengungsi global. Kebijakan Jepang terhadap pencari suaka sering kali bertentangan dengan standar internasional mengenai hak asasi manusia dan perlindungan pengungsi. Reformasi kebijakan diperlukan untuk memastikan bahwa pencari suaka mendapatkan perlindungan yang memadai dan hak-hak mereka dihormati. Dengan mengadopsi pendekatan keamanan manusia, Jepang dapat meningkatkan kondisi pencari suaka dan memenuhi kewajiban internasional mereka.
ADVERTISEMENT
Referensi:
Asia Forum. (2023, August 16). Refugee rights in Japan are fading fast. East Asia Forum. Retrieved June 22, 2024, from https://eastasiaforum.org/2023/08/16/refugee-rights-in-japan-are-fading-fast/
French, A. (2024, June 10). Japan's new deportation rule for asylum seekers raises rights concerns. Nikkei Asia. Retrieved June 22, 2024, from https://asia.nikkei.com/Spotlight/Japan-immigration/Japan-s-new-deportation-rule-for-asylum-seekers-raises-rights-concerns
Inoue, Y. (2024, March 26). Japan granted refugee status to record 303 asylum-seekers in 2023. The Japan Times. Retrieved June 21, 2024, from https://www.japantimes.co.jp/news/2024/03/26/japan/society/record-high-refugee-status/
Plantilla, J. R. (2024). Japanese Immigration Law in 2023: Changes and Issues. ヒューライツ大阪. Retrieved June 22, 2024, from https://www.hurights.or.jp/archives/focus/section3/2023/09/japanese-immigration-law-in-2023-changes-and-issues.html
Suzuki, T. (2020, September 18). The Desperation of Japan's Detained Asylum Seekers. The Diplomat. Retrieved June 21, 2024, from https://thediplomat.com/2020/09/the-desperation-of-japans-detained-asylum-seekers/
Takahara, K. (2023, March 7). Japan's Cabinet OKs overhaul of immigration system. The Japan Times. Retrieved June 21, 2024, from https://www.japantimes.co.jp/news/2023/03/07/national/immigration-law-revisions/
ADVERTISEMENT