Konten dari Pengguna

Serangan Rudal Iran menjadi Puncak Ketegangannya Terhadap Israel

I Dewa Made Gede Pradnya Prasetya
Mahasiswa S1 Hubungan Internasional Universitas Udayana
18 Oktober 2024 14:32 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari I Dewa Made Gede Pradnya Prasetya tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
source: https://www.freepik.com/search?format=search&last_filter=query&last_value=rudal&query=rudal
zoom-in-whitePerbesar
source: https://www.freepik.com/search?format=search&last_filter=query&last_value=rudal&query=rudal
ADVERTISEMENT
Berbagai pemicu konflik yang terjadi kini, seringkali tidak luput dari faktor sejarah yang menyertainya. Iran dan Israel telah lama berselisih secara ideologis dan politik. Iran, tepatnya sejak Revolusi Islam 1979, mengkritik keberadaan Israel dan menyatakan dukungan yang kuat terhadap perjuangan rakyat Palestina. Iran menentang keras kebijakan Israel terhadap Palestina dan posisi Iran pada kala itu ialah pro terhadap kelompok-kelompok perjuangan Palestina seperti Hamas dan Hizbullah yang memiliki konflik langsung dengan Israel.
ADVERTISEMENT
Iran selalu menilai kebijakan militer dan politik Israel di Timur Tengah sebagai sebuah ancaman, terutama terkait konflik di Suriah dan Lebanon. Israel kerap melakukan serangan udara terhadap target Iran dan milisi yang didukung Iran di Suriah, tempat Iran mendukung pemerintahan Assad. Peluncuran rudal yang dicanangkan oleg Iran kemarin merupakan respons terhadap serangkaian tindakan-tindakan yang dilakukan oleh Israel sebelumnya.
Selanjutnya Iran berusaha memperluas pengaruhnya di kawasan Timur Tengah, termasuk melalui dukungan terhadap aktor-aktor non-negara seperti Hizbullah di Lebanon dan milisi di Irak dan Suriah. Israel, sebaliknya, menganggap pengaruh Iran sebagai ancaman langsung terhadap keamanan nasionalnya, terutama jika menyangkut kehadiran militer Iran di negara-negara tetangganya. Ketegangan juga meningkat seiring dengan perkembangan program nuklir Iran, yang dianggap Israel sebagai ancaman eksistensial. Israel telah melakukan berbagai upaya diplomatik dan militer untuk mencegah Iran mengembangkan senjata nuklir, termasuk ancaman serangan preemptif. Selanjutnya Iran dan Israel terlibat dalam konflik melalui pihak ketiga di beberapa negara, terutama di Suriah dan Lebanon. Rudal yang diluncurkan oleh Iran sering kali dianggap sebagai perpanjangan dari perang proxy ini, di mana Iran menggunakan kekuatan militer untuk mendukung sekutu-sekutu regionalnya yang juga berseteru dengan Israel.
ADVERTISEMENT
Opini Penulis
Sebagai mahasiswa Hubungan Internasional, serangan rudal Iran terhadap Israel dapat dianalisis melalui beberapa perspektif teoretis dan realitas politik di kawasan Timur Tengah. Dalam teori realisme, setiap negara bertindak berdasarkan kepentingan nasionalnya, yang utamanya berpusat pada keamanan dan kelangsungan hidup. Iran dan Israel, dalam konteks ini, adalah dua negara yang saling melihat satu sama lain sebagai ancaman eksistensial. Bagi Iran, Israel adalah perpanjangan dari kekuatan Barat yang mengancam kedaulatan dan pengaruh Iran di kawasan. Sebaliknya, Israel menganggap program nuklir Iran dan dukungan Teheran terhadap milisi seperti Hizbullah sebagai ancaman langsung.
Serangan rudal oleh Iran dapat dilihat sebagai strategi deterensi. Iran berusaha menunjukkan bahwa mereka memiliki kapabilitas militer untuk merespons serangan-serangan Israel di wilayah-wilayah seperti Suriah atau Irak, di mana Israel sering menargetkan milisi pro-Iran. Dalam pandangan realis, tindakan Iran ini adalah bentuk self-help, di mana negara berupaya mengamankan diri melalui kekuatan militer, terutama dalam situasi di mana aliansi tidak dapat diandalkan.
ADVERTISEMENT
Penggunaan Manajemen Konflik
Diplomasi multilateral adalah salah satu pendekatan manajemen konflik yang paling efektif untuk mengurangi ketegangan antara Iran dan Israel. Melibatkan lembaga internasional seperti PBB, Uni Eropa, Rusia, dan China dalam pembicaraan langsung dapat mengurangi risiko eskalasi militer. Forum multilateral memungkinkan adanya pihak ketiga yang netral untuk menjadi mediator dalam negosiasi. Beberapa pendekatan yang dapat diambil melalui jalur diplomatik:
• Pembentukan Komisi Penyelidikan Internasional: Untuk memverifikasi pelanggaran terhadap kesepakatan internasional atau serangan yang melibatkan kedua negara.
• Reaktivasi JCPOA: Menghidupkan kembali Kesepakatan Nuklir Iran (Joint Comprehensive Plan of Action) yang dapat meredakan kekhawatiran Israel tentang ambisi nuklir Iran. Melibatkan kekuatan besar seperti AS, Uni Eropa, dan negara-negara lain sebagai penjamin kesepakatan ini bisa mengembalikan Iran ke jalur diplomasi.
ADVERTISEMENT
• PBB Sebagai Mediator: Dewan Keamanan PBB dapat memainkan peran utama dalam memfasilitasi dialog antara kedua negara, khususnya dalam mengurangi tindakan militer lebih lanjut dan mendesak gencatan senjata.
Dengan penggunaan pendekatan diplomatik multilateral ini, diharapkannya ketegangan antara Israel dan Palestina yang telah berlangsung lama dan semakin memanas akibat serangan rudal Iran pada 01 Oktober kemarin ke Israel ini dapat diredakan melalui forum tersebut. Israel dan Iran harus dipertemukan langsung di dalam sebuah forum besar yang dimana terdapat pihak netral yang akan menjadi penengah diantara kedua negara tersebut. Dilaksanakannya forum negosiasi ini diharapkan dapat menemukan titik tengah diantara kedua belah negara yang berkonflik, dikarenakan tidak hanya negara yang berkonflik saja yang merasakan dampaknya, tapi negara tetangga serta negara-negara lainnya akan memberikan respons dan kesiagaan terhadap konflik yang berlangsung sehingga stabilitas nasional tiap negara yang tidak bersangkutan akan terkena dampaknya juga.
ADVERTISEMENT