Konten dari Pengguna

Demi Agama, Ilmu, dan Kemanusiaan: Hentikan Perang Palestina!

ODJIE SAMROJI
CEO Baraka Surya Digita & Founder Albirru Indonesia Foundation
27 Oktober 2023 19:39 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari ODJIE SAMROJI tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Panorama Matahari Terbit di Palestina. Foto: Pixabay
zoom-in-whitePerbesar
Panorama Matahari Terbit di Palestina. Foto: Pixabay
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Banyak orang membicarakan perang di Palestina hari-hari ini, seolah-olah tidak ada lagi nilai-nilai kemanusiaan terjadi di sana. Tayangan video, gambar dan berita-berita terkini tentang pembantaian anak-anak, wanita dan orang-orang tua mengiris hati kita. Kawasan Gaza Palestina ibarat hutan penuh dengan binatang yang saling memangsa, yang lemah akan kalah, yang kuat berkuasa.
ADVERTISEMENT
Perbedaan manusia dengan binatang adalah akal atau ilmu. Tetapi tingkatan yang lebih tinggi dari ilmu yaitu adab atau akhlak. Karena seberapa pun banyaknya ilmu jika tanpa disertai adab yang baik akan bisa menjadikan manusia pun berperilaku seperti binatang.
Binatang tidak memiliki rasa kemanusiaan. Sebab, memang diciptakan tanpa memiliki akal, sehingga wajar jika binatang bisa bertarung dan saling memangsa.
Tapi bagaimana dengan manusia saat ini, lihatlah bagaimana tragedi di Palestina hari ini, sudah berpuluh tahun lamanya saudara-saudara kita mengalami penderitaan. Bahkan saat ini dalam waktu tiga minggu sejak kembali mencuatnya perang antara pejuang Hamas dengan tentara Israel, korban demi korban berjatuhan.
Banyaknya korban jiwa membuat daftar panjang warga tewas akibat konflik Israel dan pihak Palestina yang kerap meruncing dalam beberapa hari terakhir. Kementerian Kesehatan Palestina melaporkan sebanyak 6.546, termasuk 2.704 anak-anak menjadi korban tewas di Gaza. Jumlah ini dipastikan akan terus bertambah dalam beberapa hari ke depan.
ADVERTISEMENT
Konflik antara pihak Palestina dan Israel bukan hal yang baru. Selama puluhan tahun, hubungan kedua negara kerap tegang bahkan memicu perang. Salah satu yang berdarah adalah pada 1987 yang dikenal dengan intifada.
Intifada atau yang berarti perlawanan dalam Bahasa Arab dilakukan Palestina pertama kali di Jalur Gaza pada Desember 1987. Ini terjadi setelah empat warga Palestina tewas ketika sebuah truk Israel bertabrakan dengan dua fan yang membawa pekerja Palestina.
Warga Palestina berkumpul di lokasi serangan Israel terhadap rumah-rumah, di Khan Younis di Jalur Gaza selatan, Kamis (26/10/2023). Foto: Mohammed Salem/REUTERS
Muncul sebuah pertanyaan besar, sebenarnya ke manakah nilai-nilai kemanusiaan yang menjadi fitrah para manusia yang mengendalikan perang tersebut. Sudahkah hilang empati, dan adab mereka sehingga membiarkan korban demi korban berjatuhan.
Perkembangan ilmu pengetahuan yang tidak diiringi dengan kemampuan sebagian manusia memadukan unsur nilai-nilai agama menjadi penyebab perang semakin brutal. Lihatlah bagaimana kemampuan senjata, roket, bom, dan perangkat perang yang diciptakan dari unsur keilmuan para orang-orang cerdas, namun digunakan untuk melakukan pembantaian bagi manusia-manusia lainnya.
ADVERTISEMENT
Padahal dalam menjalani hidup ini manusia dibekali kemampuan untuk mengemban amanah di muka bumi ini. Manusia dipilih untuk membentuk peradaban di dunia, karena secara jasad maupun batin dan akal, manusia diciptakan dengan berbagai substansi untuk menyempurna.
Fitrah manusia adalah menyempurna, hanya saja pandangan dunia tiap individu itu berbeda-beda sehingga berimplikasi pada bagaimana cara mereka menyikapi atau menghadapi tiap polemik yang ada.
Allah telah menyebutkan beberapa ciri manusia dalam Al-Qur’an. Pertama, al-basyar yang bermakana bahwa manusia memiliki jasad dan organ biologis. Dalam hal ini manusia sama dengan binatang yang memiliki beberapa bagian organ tubuh yang vital dengan fungsi yang hampir mirip dengan manusia serta memiliki kebiasaan seperti makan, minum, dan istirahat.
ADVERTISEMENT
Kedua, an-naas yang bermakna bahwa manusia adalah makhluk sosial yang saling bantu membantu, toleransi, saling menghormati satu sama lain. Ketiga, al-insan yang bermakna manusia adalah makhluk sempurna secara totalitas baik secara fisik, mental, intelektual, maupun spiritual.
ilustrasi berdoa. Foto: Billion Photos/Shutterstock
Jika dilihat dari sudut pandang al-insan, maka manusia adalah makhluk yang bisa menciptakan peradaban di permukaan bumi. Secara fitrawi, manusia cenderung pada kesempurnaan.
Kesempurnaan tersebut bergantung pada epistemologi yang dimiliki. Misalnya, epistemologi yang dimiliki adalah cara pandang materialis, maka mereka menilai segala hal yang sempurna hanya bernilai duniawi semata.
Hal yang bersifat duniawi tersebut adalah segala hal yang bisa diinderai seperti kecantikan, penampilan luar, dan kebersihan. Di sisi lain, jika seseorang mengunakan akalnya sebagai epistemologi lanjutan dai inderawi, maka ia bisa menilai segalanya secara objektif dan logis.
ADVERTISEMENT
Maka sejatinya ilmu pengetahuan, akal budi pekerti, dan nilai-nilai agama tidak boleh dipisahkan. Justru salah satu penyebab kemunduran peradaban umat, khususnya umat Islam adalah adanya pemisahan (dikotomi) antara ilmu agama dengan ilmu umum.
Padahal jika dikaji secara historis dari sejarah peradaban Islam, ilmuwan-ilmuwan muslim zaman dulu di samping ahli pada bidang ilmu pengetahuan umum, juga ahli ilmu agama.
Maka jelas keliru jika sebagian ilmuwan dari barat mengeklaim bahwa ilmu pengetahuan dan teknologi dapat menjelaskan apa saja tentang masalah yang tidak bisa dijawab oleh dogma agama menyebabkan manusia percaya penuh bahwa ilmu pengetahuan, sehingga tidak perlu agama lagi dalam kehidupan. Justru agama yang akan menuntun ilmu agar tidak menjadi buta, dan agama tanpa ilmu menjadi lumpuh.
ADVERTISEMENT
Memang hubungan antara ilmu pengetahuan, teknologi, dan agama adalah salah satu topik yang telah diperdebatkan selama berabad-abad. Bagi kita sebagai orang yang beragama tentu sepakat bahwa teknologi yang dikuasai orang-orang yang tidak beragama akan menghancurkan.
Garis cahaya terlihat saat sistem anti-rudal Iron Dome Israel mencegat roket yang diluncurkan dari Jalur Gaza menuju Israel, seperti yang terlihat dari Ashkelon, Israel, Selasa (11/5). Foto: Nir Elias/REUTERS
Agama sangat diperlukan untuk ilmu pengetahuan, seorang pencari ilmu tentunya akan selalu mencari penyebab dari suatu peristiwa dan mencari tahu mengapa peristiwa itu bisa terjadi.
Tanpa adanya agama yang diyakini, hal ini justru dapat membuat kita lupa akan siapa yang menciptakan semua ini dan membuat kita tidak mempercayai keberadaan tuhan. Namun ilmu pengetahuan yang semakin luas yang kita miliki justru dapat membuat kita buta karena ilmu tidak diiringi dengan agama.
Dalam Al-Qur'an surat Al-Isra ayat 85, "Dan tidaklah kamu diberi pengetahuan oleh Allah melainkan hanya sedikit saja". Dalam ayat tersebut dijelaskan bahwa perbandingan ilmu manusia dengan ilmu Allah ibarat setetes air di atas lautan samudra yang luas.
ADVERTISEMENT
Selain itu juga terdapat penjelasan mengenai sungai di bawah laut yang terdapat dalam surat Al-Furqan ayat 53. Dan juga dijelaskan dalam surat Ar-Rahman ayat 19-20 mengenai kekuasaan Allah "laut yang tidak pernah tercampur di Selat Gibraltar yang memisahkan negara Maroko dan Spanyol".
Namun sebaliknya, dalam agama juga diperlukannya ilmu. Seorang yang memiliki agama namun tidak berilmu bagaikan seorang yang lumpuh atau tidak dapat berjalan dengan baik. Hal tersebut menjelaskan bahwa kita harus memiliki ilmu untuk benar-benar dapat meyakinkan bahwa kita adalah umat beragama, bukan hanya sekadar faktor keturunan saja.
Seorang yang beragama harus memiliki keimanan. Keimanan bisa kita dapatkan dari ilmu dengan mencari tau tentang agama yang kita yakini tersebut. Dengan agama kita memiliki pondasi kehidupan dengan ilmu kita bisa membedakan yang baik dan yang buruk.
ADVERTISEMENT
Maka atas nama agama, ilmu, dan kemanusiaan mari kita dorong upaya perdamaian dunia, menuju peradaban yang lebih baik, hentikan perang Palestina!