Karmina Ow woo...Karmina

Suzan Lesmana
Pranata Humas, ASN BRIN, ASNation
Konten dari Pengguna
13 Oktober 2020 11:46 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Suzan Lesmana tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Tradisi Lisan Karmina Berbentuk Dua Baris. Foto: freepik.com
zoom-in-whitePerbesar
Tradisi Lisan Karmina Berbentuk Dua Baris. Foto: freepik.com
ADVERTISEMENT
Siapa yang tak tahu pantun? Pasti kita sudah tak asing mendengar orang berpantun. Dari budayawan sampai hartawan, dari pengamat sampai pejabat membacakan pantun sebelum memberikan sambutan. Pendeknya, pantun sudah dinikmati di ruang publik tidak hanya ruang privat acara adat seperti pantun bajawek yang ada dalam acara mananti tando mayarakat Minangkabau, muka panto dalam masyarakat Sunda, pantun lamaran masyarakat Palembang, atau pantun palang pintu masyarakat Betawi, sebagai berikut:
ADVERTISEMENT
“Beli dodol di Pasar Ciawi, Pake Bungkusan dari Pisang Batu, Kurang Afdhol Ngaku Orang Betawi, Klo Ngebesan Gak Pake Palang Pintu”
Atau
“Indah nian songket Palembang, dikenal oleh banyak negeri, Selendang bukanlah penghalang, untuk berjumpa pujaan hati”
Dua pantun tersebut adalah pantun khas Betawi dan pantun khas Palembang. Namun belum banyak yang kenal dengan Karmina. Siapa itu Karmina? Apakah saudara Karmila dalam lagunya penyanyi Farid Harja, ow woo Karmila?
Coba kita lihat beberapa bait berikut:
“Kucing garong kucing betina,
kalau bohong masuk neraka”
Bagaimana dengan bait berikut:
“Naek odong-odong ke Asemka,
Mampir Ciganjur naeknya bertiga.
Kalau bohong masuk neraka,
Mending Jujur Masuk ke Surga”
Atau
“Burung Gelatik terbang ke awan
ADVERTISEMENT
Kalo cantik harus dermawan”
Bandingkan dengan bait berikut:
“Lihat Itik Sungguh Menawan,
Itiknya Berenang Jadi Hiburan.
Kalo Cantik Harus Dermawan,
Biar Dipinang Sama Pangeran”
Apa bedanya? Umumnya kita menjawab semua bait tersebut adalah pantun hanya beda jumlah baris. Padahal sesungguhnya yang berjumlah dua baris bukanlah pantun tapi karmina, sedangkan yang empat barislah yang masuk kategori pantun. Namun memang karmina bentuknya seperti pantun meski hanya dua baris. Karmuddin (2010) menyatakan bahwa karmina disepertikan dengan pantun tetapi lebih pendek dengan baris yang berjumlah dua baris.
Antara Karmina dan Pantun
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, karmina adalah pantun dua seuntai (pantun kilat), baris pertama sebagai sampiran dan baris kedua sebagai isi berupa sindiran dengan rumus rima a a, misalnya kayu lurus dalam lalang, kerbau kurus banyak tulang
ADVERTISEMENT
Sedangkan pantun adalah bentuk puisi Indonesia (Melayu), tiap bait (kuplet) biasanya terdiri atas empat baris yang bersajak (a-b-a-b), tiap larik biasanya terdiri atas empat kata, baris pertama dan baris kedua biasanya untuk tumpuan (sampiran) saja dan baris ketiga dan keempat merupakan isi.
Seperti dilansir dalam https://dosenbahasa.com/, karmina adalah salah satu dari jenis jenis pantun dalam bahasa Indonesia dan merupakan salah satu jenis karya sastra klasik yang sudah ada sejak abad ke-16. Pantun karmina disebut juga pantun singkat karena hanya memiliki dua baris yang bersajak a – a.
Karmina ini sering digunakan sebagai kalimat kiasan untuk menegur seseorang dengan lebih sopan, namun banyak orang belum memahami bahwa perumpamaan yang digunakannya merupakan jenis pantun karmina. Pantun karmina disebut juga perumpamaan yang tidak langsung sehingga memberikan kesan lebih sopan untuk menegur seseorang.
ADVERTISEMENT
Berikut beberapa contoh karmina yang penulis kutip dari https://santinorice.com/:
1.Karmina Lucu
a. "Bole Chudiyan, Bole Kanggena
Mantan jadian gua merana"
b. "Burung kutilang burung gelatik
Pacarku hilang nemu yang cantik"
c. "Good morning selamat pagi
Gigi kuning pasti belum mandi"
2. Karmina Bertemakan Cinta dan Sayang
a. "Burung terbang menari-nari
Ingin rasanya kamu kemari"
b. "Minum dawet sama selasih
Akhirnya dapet kekasih"
c. Kuda liar jalannya maju
Aku hanya cinta kepadamu
3. Karmina Bertemakan Nasihat
a. "Kuntilanak sundel bolong
Jari orang jangan tukang bohong"
ADVERTISEMENT
b. "Gula merah sedang diparut
Nafsu amarah janga diturut"
c. "Air memancar roda pun berputar
Jika rajin belajar kamupun jadi pintar"
4. Karmina Bertemakan Pujian
a. "Burung gelatik buah pepaya
Gadis cantik siapa yang punya"
b. "Buah ranum kulitnya terbuka
Kamu senyum banyak yang suka"
c. "Kue brownnis kue kelapa
Senyum manis tanda Bahagia"
Abrasi Cinta Budaya Lokal
Namun sayang seribu kali sayang, di era milenial ini, kita sudah jarang menggunakan karmina. Bahkan cenderung melupakan karmina, apalagi kaum milenial. Rasa bangga, cinta dan kepedulian melestarikan budaya lokal kurang tertanam dan cendrung mengikis dalam dada milenial Indonesia.
ADVERTISEMENT
Tradisi lisan seperti karmina, pantun, gurindam, sajak, syair, puisi sudah jarang digemari dan ditekuni oleh para kaum milenial tanah air. Begitu pula tradisi seni lainnya seperti seni tari tradisional, seni wayang golek, wayang kulit, wayang orang, seni teater tradisional seperti lenong, ketoprak, ludruk sudah semakin ditingggalkan.
Minat kaum milenial dalam mempelajari karmina sudah memudar bahkan cenderung menghilang tergerus arus globalisasi dan terpaan budaya asing. Mereka lebih tertarik belajar kebudayaan asing.
Apabila kita renungkan tradisi lisan, seni budaya hasil kreasi anak bangsa merupakan asset bangsa Indonesia yang perlu dilestarikan dan dipertahankan. Bung Karno pernah mengatakan, bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai jasa pahlawannya.
Menurut penulis pahlawan yang dimaksud bisa juga anak-anak bangsa yang telah menciptakan dan melestarikan seni budaya, bahasa dan satra Indonesia. Tidak selalu yang sudah wafat. Betul tidak? Yuks kita lestarikan salah satu tradisi lisan asli Indonesia. Minimal dalam keseharian kita dulu atau kita tulis dan bagi dalam media-media sosial dan dilombakan misalnya, meski daring karena masih pandemi. Siapa lagi kalau bukan kita, kamu…iyaa…kamu. Ow woo Karmina…Ow woo Karmina.
ADVERTISEMENT