Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Kisah Penyintas COVID-19, Upaya Berbagi Motivasi Kala Pandemic Fatigue
14 Januari 2021 22:05 WIB
Tulisan dari Suzan Lesmana tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Presiden Jokowi akhirnya disuntik vaksin sinovac di Istana Merdeka bersama sejumlah tokoh dan perwakilan unsur masyarakat sebagaimana dilansir kumparan.com pada Rabu (13/1). Diinformasikan, vaksin sinovac telah mendapatkan emergency use authorization (EUA) dari BPOM dan fatwa halal dari MUI. Setelah melalui uji klinis III di Bandung, hasil efficacy vaksin sinovac adalah 65,3 persen.
ADVERTISEMENT
Meski demikian, sejak dilaporkannya dua kasus terpapar virus SARS-CoV-2 pada tanggal 2 Maret 2020 lalu, hingga hari ini, Kamis (14/1), Indonesia masih mencatatkan kasus bertambah 11.557 orang. Sehingga total mencapai 869.600 orang.
Berbagai upaya telah dilakukan, dari peraturan, imbauan hingga sanksi telah diterapkan mulai dari level Pemerintah Pusat hingga lingkup Pemerintah Daerah, namun angka laju infeksi COVID-19 tak kunjung mereda, malah meningkat. Padahal kemarin (13/1) rekor harian baru tercipta dengan penambahan 11.278 orang. Simpati dan empati mendalam untuk saudara kita yang terpapar COVID-19.
Apa yang terjadi? Apakah pemaknaan khalayak terhadap angka-angka itu sudah tidak seperti awal-awal pandemi melanda negeri. Kala itu, mendengar sang virus mulai menyerang Indonesia dan betapa cepatnya paparannya menular ke orang lain seperti digambarkan tayangan-tayangan video di Wuhan, membuat bergidik.
ADVERTISEMENT
Saat itu, masyarakat berkelindan dalam suasana batiniah yang beragam. Ada perasaan takut dan tidak berdaya seolah-olah sang virus senantiasa mengawasi mereka yang lengah akan protokol kesehatan. Terutama mereka yang mempunyai komorbid yang potensial terpapar. Kenyataan belum adanya vaksin yang mumpuni penolak virus, misinformasi, disinformasi, dan hoaks semakin menambah rasa takut masyarakat.
Lalu, apa yang terjadi sekarang? Masa pandemi yang belum juga berakhir namun virus yang terus menyebar, membuat masyarakat dapat dipetakan menjadi dua pandangan terhadap informasi pandemi COVID-19. Pertama, pihak yang waspada terhadap laju pandemi, yakni pemerintah dan jajarannya, tenaga kesehatan dan para relawan beserta para Satgas COVID-19 sampai dengan tingkat pemerintahan daerah, masyarakat pada umumnya dan para penyintas COVID-19 yang telah pulih.
ADVERTISEMENT
Namun tak dapat kita tampikan pula pandangan kedua, yakni mereka yang apatis dengan pertambahan angka-angka infeksi pandemi COVID-19 itu. Angka-angka infeksi menjadi kian tak bermakna. Demotivasi terhadap imbauan-imbauan pesan Ibu, 3M misalnya, semakin terkikis. Entahlah, mungkin gejala pandemic fatigue atau kelelahan akan pandemi mulai merasuki.
Dalam "Theory of Planned Behaviour" dari Fishbein dan Ajzen (1980), dijelaskan bahwa setiap individu akan memutuskan berperilaku tertentu dengan cara mengevaluasi setiap informasi yang tersedia untuk mereka. Dalam konteks berperilaku di sini adalah berubah tidaknya sikap dalam mematuhi dan menjalankan protokol kesehatan. Sedangkan informasi merujuk angka-angka laju pandemi COVID-19. Untuk masyarakat yang waspada maka mereka akan benar-benar memperhatikan dan aware terhadap pertambahan angka infeksi COVID-19, namun sebaliknya bagi yang apatis, mereka akan cenderung abai sehingga protokol kesehatan pun mulai tertampikkan.
***
ADVERTISEMENT
Pada titik ini, saya menganggap saat ini masyarakat perlu disentuh wilayah emosionalnya. Pemerintah perlu membuat konten-konten visual dengan narasi kewaspadaan dan konsisten melawan COVID-19. Sejauh ini sudah banyak media yang memproduksi video-video singkat pengalaman para penyintas COVID-19. Saya pikir pemerintah melalui Satgas COVID-19 dapat membuat video konten serupa. Tidak akan kehabisan pemeran. Tinggal mau tidak para penyintas berbagi dengan membuka identitasnya. Selama ini mereka membaginya lewat status media sosialnya baik tertulis bahkan visual. Kolaborasi dengan media elektronik pun sangat mungkin dilakukan mengingat video stock media cukup banyak kalau kita cari di kanal YouTube.
Kalau kita perhatikan, video para penyintas menggunakan teknik bercerita. Hal ini saya pikir patut diujicobakan mengingat pada dasarnya manusia adalah makhluk naratif atau bercerita (homo fabulans). Kekuatan cerita terletak pada bagaimana kita menjahitnya dalam benang-benang lema dan diksi bahasa dan gaya bertutur yang pas sehingga dapat dirasakan. Mereka hidup di antara kita. Perjuangannya, pemulihannya hingga kembali hidup normal dapat dijadikan hikmah.
ADVERTISEMENT
Coba simak kisah dua penyintas COVID-19 yang merupakan rekan sejawat saya sendiri. “Dari hal kecil, betapa jarangnya kita mensyukuri nikmat penciuman dan nikmat rasa. Saat diri ini sedang diambil oleh Allah tidak bisa mencium apa pun, tidak ada bau tidak ada harum. Tidak ada harum semerbak, tidak bau sampah, tidak ada rasa semua datar saja. Tidak dapat tidak manis atau pahit seenak apa pun makanan. Makan daging serasa hanya memakan sesuatu, makan sayuran seperti memakan rumput semuanya tak ada rasa,” tutur Dyah, sebagaimana dikisahkannya dalam artikel berjudul 'Menghadapi COVID-19: Prokes Saja Tidak Cukup' (https://kumparan.com/dyah-sugiyanto/menghadapi-covid-19-prokes-saja-tidak-cukup-1ue29HhgUey).
“Pandemi ini bencana. Di balik bencana, selalu ada peluang. Saya pun tak ingin melewatkan peluang itu, dengan menuliskan cerita ini. Agar semakin banyak pembaca yang tahu bahwa tertib pada prosedur kesehatan saja tidaklah cukup. Bekerjalah sewajarnya, istirahat secukupnya, dan perhatikan asupan gizi seimbang, serta jangan lupa bahagia!,” ungkap Sandy penyintas COVID-19 lainnya dalam kisahnya berjudul 'Sepotong Kisah Menyenangkan di Tower 6 RSDC Wisma Atlet Kemayoran' (https://kumparan.com/sandywisnuaji/sepotong-kisah-menyenangkan-di-tower-6-rsdc-wisma-atlet-kemayoran-1uvKfRLb2BP/full).
ADVERTISEMENT
Dua kisah yang menggugah dan tentu saja menginspirasi agar kita selalu belajar, terus berjuang melawan COVID-19 dan disiplin memakai masker, mencuci tangan pakai sabun, dan menjaga jarak di ruang-ruang publik. Dan masih banyak tentunya cerita para penyintas lainnya yang dapat dijadikan semangat dan pemicu diri kita saat lelah dalam pandemi.
Kisah para penyintas COVID-19 tersebut dapat dikemas dalam tayangan visual, menjadi alternatif membangkitkan motivasi khalayak lawan COVID-19 alih-alih hanya diagram laju peningkatan angka-angka infeksi COVID-19 saja. Upaya ini patut diuji efektivitasnya ke depan mengubah prilaku masyarakat Lawan COVID-19 untuk berubah usir wabah!
***
Suzan Lesmana
Pranata Humas dan Satgas Covid-19 Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia