news-card-video
3 Ramadhan 1446 HSenin, 03 Maret 2025
Jakarta
chevron-down
imsak04:10
subuh04:25
terbit05:30
dzuhur11:30
ashar14:45
maghrib17:30
isya18:45
Konten dari Pengguna

Menggapai Derajad, Mengubah Dunia Dengan Ilmu

Suzan Lesmana
Pranata Humas, ASN BRIN, ASNation
23 Oktober 2020 5:54 WIB
·
waktu baca 2 menit
clock
Diperbarui 17 Juli 2021 23:56 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Suzan Lesmana tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi Bersayap Ilmu Karena Ilmu. Sumber: freepik.com
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Bersayap Ilmu Karena Ilmu. Sumber: freepik.com
ADVERTISEMENT
Tantangan hidup di zaman now, tambah berat. Namun dengan ilmu hidup menjadi mudah. Tidak ada manusia yang tinggi derajadnya dan mampu mengubah dunia tanpa dibekali ilmu. Karena diangkatnya derajad seseorang itu adalah dengan ilmu. “Yarfaillahulladzina Amanu Minkum Walladzina Utul Ilma Darojat” (QS. Al Mujadalah. 11), yang artinya: Allah akan meninggikan beberapa derajat orang-orang yang beriman diantaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan (iImu) beberapa derajat.
ADVERTISEMENT
Tak heran, jika wahyu yang diterima Nabi Muhammad SAW adalah perintah ilmu: “Iqra' Bismi Rabbik! “Bacalah dengan nama Tuhan,” itulah perintah pertama yang diberikan Tuhan melalui Jibril kepada Nabi Muhammad (Q.S Al ‘Alaq).
Faham Kapan Ilmu Dipakai
Kita bicara depan orang pakai ilmu. Bicara bisa keras dan kencang pakai ilmu yakni teknologi Sound System. Yang jauh bisa kedengaran. Coba kalau tidak ada mic, repot teriak-teriak. Bicara 10 menit habis suara seperti orang demo.
Karena teknologi juga, naik Haji yang dahulu lamanya sampai 6 bulan, sampai orang sudah lupa, sang Haji baru pulang. Sekarang dengan teknologi Jakarta – Jeddah 9 jam sampai.
Tapi jangan lupa juga, orang kalau punya ilmu salah letak, diomelin orang juga, apalagi tidak punya ilmu. Contoh: merasa juara ngaji, ketika jadi Imam pakai lagu qira’ah bayyati. Basmalahnya panjaang pakai lagu. “Bismillaahirrahmaanirraahiim”. Maklum, juara ngaji (dulu pesertanya 4 orang, 3 tidak datang, jurinya pak RT, kakek sendiri). Walhasil selesai shalat, diomelin jama’ah yang sudah sepuh: “Kelamaam lu mam!”
ADVERTISEMENT
Begitu pula kalau shalat, harus tahu ilmunya. Saat mulai niat shalat, ada yang baca Ushalli, ada yang tidak. Sama-sama sah. Yang tidak boleh Ushalli setelah takbir. Nyanyi sebelum takbir juga sah. Masalahnya punya otak tidak, masak nyanyi-nyanyi sebelum shalat? Masuk pasal Adab sama Allah. Su’ul adab namanya sama Allah SWT.
Termasuk salah satu adab, kencing tidak boleh menghadap kiblat. Eh, ada murid yang jahil. Saat Ustadznya kencing, diintip. “Pak Ustadz, boong ya? “Katanya kencing tidak boleh menghadap kiblat?”. Ustadz jawab: “Masak? Itu memang saya menghadap kiblat, tapi ditekuk ke samping kiri”. Kalau anak kecil kan tidak bisa, belum sunat”. Ooh gitu, tad? Pantesan ya, ucapnya manggut-manggut mikir.
Hati-Hati Akan Ilmu
ADVERTISEMENT
Jadi kita harus hati-hati atas ucapan kita, harus sejalan. Apalagi Ustadz, berat tanggungjawabnya ke ummat. Apalagi zaman now, bisa dapat pengetahuan dikit dari mbah google, baca medsos udah jadi mufti, berfatwa atas suatu hal. Hati-hati, “Salamatul insaan fii hifzhil lisaan”, yang artinya: “Selamatnya manusia dari menjaga lisan”. Untuk hal-hal yang tidak kita ketahui, bertanyalah pada ahlinya. “Fas'aluu ahladz dzikri inkuntum laa ta'lamuun”, yang artinya: “bertanyalah kepada para ahli zikir jika kamu tidak mengetahui (Q.S. An Nahl: 43).
Ada virus namanya at-ta’alum (sotoy dalam ilmu) dan orang-orang al mutafa-ihiqun (sotoy faham) dalam sebuah permasalahan ummat. Kita bertanya sama ahlinya, ustadz saja punya kepakaran/keahlian masing-masing. Ada spesialis baca kitab/ ngajar, spesialis dakwah, spesialis doa, spesialis yasin tahlil, spesialis mandiin jenazah, spesialis ngajar Quran, punya spesialisasi masing-masing.
ADVERTISEMENT
Banyak orang tua khawatir anaknya belajar agama di pesantren khawatir ilmunya kurang menjamin buat masa depannya. Padahal yang menjamin rezeki kan Allah. Shalat, rezeki, hidup, mati milik Allah. “Inna sholati wanusuki wamahyaya wamamati lillahirabbil alamin”, yang artinya: "Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam" (Q.S. Al-An'am: 162).
Ada orang tua nanya,” Kalau anak keluar pesantren jadi apa?”. “Ya jadi oranglah, tetap jadi orang, masak jadi orang-orangan”. Jika anak ditanami ilmu, ilmunya yang akan menjaga anak kita. Tapi kalau anak diwariskan harta, maka harta yang dia jagain.
Ilmu Menjaga Pemiliknya
Harta banyak belum tentu tenang. Dijagain satpam. Pemilik harta tidurnya tidak tenang, walau ada Satpam berotot kawat balung besi di depan gerbang. “Klotek,” Loteng bunyi. Bangun, dikira ada maling. Tidak nyenyak tidurnya, tidak tenang istirahatnya. Berbeda dengan orang berilmu. Rumahnya tidak dijagain Satpam segala. Lagian maling tahu urusan, apa yang mau dicolong di rumah Ustadz? Kitab? Tasbih?
ADVERTISEMENT
Kita ingin anak-anak kita shaleh-shalehah dan pintar. Tapi ingat, pintar belum tentu shaleh. Banyak orang pintar tapi tidak benar. Banyak orang pintar di negeri ini. Tapi pintarnya banyak buat diri sendiri, merugikan agama dan bangsa. Pintar korupsi misalnya. Korupsinya berjama’ah lagi. Alih-alih shalat yang berjamaah. Coba kalau shaleh dan pintar. Insya Allah malah jadi “khoyrun-naas ‘anfa ‘uhum linnaas”, sebaik-baik manusia yang banyak manfaat.
Kalau ilmu sudah banyak, sudah tinggi, jangan minta dihormati, minta dihargai, minta dilayani. Masih minta-minta namanya itu. Culamitan. Ngalir aja lillaahi ta’ala. Allah yang akan derajat orang berilmu. Sebagaimana ayat di awal tulisan, yakni: “Yarfaillahulladzina Amanu Minkum Walladzina Utul Ilma Darojat” (QS. Al Mujadalah. 11), yang artinya: Allah akan meninggikan beberapa derajat orang-orang yang beriman diantaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan (iImu) beberapa derajat. Wallahu a’lam
ADVERTISEMENT