Konten dari Pengguna

Menyikapi Tetangga yang Suka Menjemur Pakaian Dalam di Luar Pagar Rumah

Suzan Lesmana
Pranata Humas, ASN BRIN, ASNation
27 September 2021 12:39 WIB
·
waktu baca 4 menit
Tulisan dari Suzan Lesmana tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi Jemuran. Sumber; freepik.com
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Jemuran. Sumber; freepik.com
ADVERTISEMENT
Hidup bertetangga itu memang penuh warna, baik karakter orang maupun kebiasaan-kebiasaannya. Jangankan tetangga yang notabene orang yang baru kita kenal, di dalam keluarga sendiri saja beda-beda karakter meski saudara sekandung. Makanya jangan heran kalau menemukan ada tetangga yang suka parkir mobil di depan rumahnya meskipun masuk area jalan umum. Sudah jalannya sempit, eh ada halangan segede mobil.
ADVERTISEMENT
Padahal kalau kita baca di Pasal 671 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata disebutkan: “Jalan setapak, lorong atau jalan besar milik bersama dan beberapa tetangga, yang digunakan untuk jalan keluar bersama, tidak boleh dipindahkan, dirusak atau dipakai untuk keperluan lain dari tujuan yang telah ditetapkan, kecuali dengan izin semua yang berkepentingan."
Gimana-gimana? Jelas merugikan dan sebenarnya melanggar Undang-undang ‘kan? Tapi, ya mau gimana lagi kalau memang benar nggak ada lagi ruang untuk parkir mobil, sementara mereka memang butuh mobil—namun nggak ada garasi. Ini yang bikin mumet cari solusinya. Disarankan parkir di lapangan kosong dekat perumahan, mahal katanya dan harus keluar biaya tambahan. “Eman-eman, Mas,” katanya.
Nah ada satu lagi kebiasaan tetangga yang membuat orang yang melintas depan rumahnya jadi risih dan harus menutup mata. Tak hanya ibu-ibu, bapack-bapack pun risih. Lho kok bisa? Jadi gini, Bun. Ada lho tetangga yang suka menjemur pakaian dalam di luar pagar rumahnya. Padahal jalan depan rumahnya tergolong jalan ramai yang dilewati orang banyak. Iya luar pagar rumah, bukan di teras.
ADVERTISEMENT
Jumlahnya pun nggak tanggung-tanggung. Pakaian dalam memenuhi hampir seluruh isi tiang jemuran. Mulai dari BH, celana dalam wanita dan pria dewasa. Yang melihat kan jadi nganu. Maksudnya kurang pas saja kalau bungkus daleman badan dijemur di luar pagar rumah yang dilihat banyak orang. Nggak estetik di mata yang melihat. Itu kalau saya, sih. Kan, otomatis semua tetangga lainnya melihat jemuran pakaian dalam tersebut. Bahkan kurir yang suka nganter paket pesanan online juga melihat.
Solusi Lokasi Jemur Pakaian Dalam
Gini, ya, Bun, kalau memang gara-gara ada mobil yang parkir di teras rumah sehingga nggak cukup buat tiang jemuran, ‘kan bisa membuat jemuran model tali-temali di atas mobil atau sekalian atap mobilnya jadi jemuran, jadi nggak pake tali jemuran lagi? Buat jemur kasur pun bisa kalau atap mobil, sih. Gimana solusi pertama ini? Praktis, kan?
ADVERTISEMENT
Solusi kedua adalah pakaian dalam dijemur di teras rumah. Teras rumah itu adalah ruang transisi dari ruang dalam menuju ruang luar rumah, ada atapnya agar terhindar dari hujan dan ada dindingnya di salah satu atau dua sisi. Kalau rumah besar, terasnya memang ada di depan, samping, dan di belakang rumah. Kalau model rumah BTN sih hanya ada di depan. Ya, dimaksimalkan saja buat jemuran. Nggak sampai pukul 12 sudah kering, kok. ‘Kan sudah kering juga saat diperas di mesin cuci.
Solusi ketiga adalah dijemur di bagian belakang rumah. Meski tak ada teras belakang, dapat disiasati dengan mengganti beberapa genting yang jadi bahan atap belakang rumah dengan model transparan dan tembus cahaya sehingga memungkinkan cahaya matahari tetap masuk. Nah, pakaian dalam tadi dapat dijemur menggunakan tali atau jemuran model gurita yang bisa muat banyak BH, celana dalam, kaos kaki, dan kaos singlet sekalian.
ADVERTISEMENT
Terakhir, solusi yang bisa jadi penyelesaian pamungkas dari persoalan jemur menjemur pakaian dalam adalah dengan mengirimkannya ke penatu alias laundry-kan saja. Pilih saja laundry kiloan biar nggak terlalu mahal. Dengan mengirimkan pakaian kotor ke penatu maka selesai sudah urusan jemur-menjemur dan menyetrika pakaian ini. Tuan rumah tenang, tetangga yang melintas juga nyaman. Para ibu-ibu yang habis belanja pun tak akan menutup matanya lagi atau membuang muka ke arah lain selesai olah raga pagi. Bapack-bapack yang berangkat kerja pun bisa fokus saat melintas, hehehe.
Lantas bagaimana menyampaikannya ke si tetangga? Ya, tentunya dengan komunikasi persuasif. Tak di depan umum. Bisa saja saat silaturahmi ke rumahnya dengan bahasa yang halus tanpa berusaha menghakimi. Tapi jika tak sampai hati memberitahukannya ke si tetangga, ya, belajarlah terbiasa dengan kondisi itu. Alah biasa karena biasa.
ADVERTISEMENT
Memang dunia penuh warna, termasuk warna sifat-sifat orang. Lihat kelebihan dan kebaikannya tinimbang kekurangan dan keburukannya. Mudah-mudahan timbul kasih sayang. Bukankah tetangga adalah keluarga kedua bagi kita karena kedekatan geografis rumahnya. Merekalah yang duluan menolong kita jika ada apa-apa pada kita. Jadikan saja sebagai ladang ikhlas dan sabar. Insya Allah berbuah pahala dan kebaikan. Dan teruslah berbuat baik, karena kebaikan itu menular—termasuk kepada tetangga.
***
Suzan Lesmana – Pranata Humas BRIN