Pempek Panggang: Anti Mainstream, Maknyus untuk Menu Berbuka

Suzan Lesmana
Pranata Humas, ASN BRIN, ASNation
Konten dari Pengguna
11 April 2021 15:32 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Suzan Lesmana tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Pempek Panggang. Sumber: Dokumentasi Pribadi
zoom-in-whitePerbesar
Pempek Panggang. Sumber: Dokumentasi Pribadi
ADVERTISEMENT
Siapa yang tak kenal pempek? Kuliner yang dikenal berasal dari Palembang ini menurut Wikipedia konon telah muncul eksistensinya sejak zaman Sultan Mahmud Badaruddin II memerintah Kesultanan Palembang Darussalaam, yakni sekitar abad ke-16, bersamaan datangnya etnis Tionghoa ke Palembang.
ADVERTISEMENT
Pempek adalah kuliner yang dihasilkan dari adonan berbahan dasar tepung sagu dicampur bahan-bahan penyerta lainnya seperti gilingan ikan yang telah dihaluskan, telur, bawang putih dan bumbu penyedap rasa. Jenis ikan bisa beragam, namun yang utama adalah ikan tenggiri dan ikan belida, namun tak menutup jenis-jenis ikan lainnya meski berbeda dalam tingkat keempukan daging pempek.
Sodara, selama ini kita sudah biasa mendengar dan mencicipi berbagai jenis pempek mainstream, seperti pempek lenjer, pempek telor, pempek kulit, pempek ada’an, pempek pistel, dan pempek keriting. Namun jika saya menyebut pempek panggang, familier tidak?
***
Beberapa waktu lalu tetiba saya sangat menginginkan makan si pempek panggang ini. Entahlah, muncul begitu saja di benak saya. Kenangan masa kecil tinggal di Palembang membuat lidah saya ikut merekam nikmatnya pempek panggang yang disimpan dalam pikiran. Lalu saya pun mencarinya di mesin pencari di internet.
ADVERTISEMENT
Ya, barangkali dapat saya temukan dengan mudah di seputaran Cibinong, Kabupaten Bogor. Rerata warung kuliner yang menyediakan pempek, jarang ada pempek panggangnya. Boleh dikata, sangat langka ditemukan dalam menunya.
Untunglah, tak lama isteri saya mengabarkan bahwa tetangga kami di RW rumah yang lama, yang memang asli keturunan Arab Palembang bermarga Assegaf menginformasikan lewat pesan singkat bahwa ia sedang membuat pempek panggang. Voila! Pucuk dicinta ulam pun tiba, pikir saya. Tanpa ba bi bu, fa fi fu, saya katakan,” Pesan 20, mah!” Plus martabak HAR-nya!”
Hmm, terbayang sudah lezatnya pempek panggang yang sudah menari-nari di depan mata saya meski masih halusinasi, hahaha. Karena pesanan saya baru akan diantar esok sorenya. “Tak mengapa, esok tak lama,“ ucap saya. Dan, sore hari esoknya adalah ajang ‘pembantaian’ pempek pangggang dalam mulut saya. Tak kurang 10 buah pempek panggang ludes tak sampai 15 menit, masuk ke perut. Maknyuus.
ADVERTISEMENT
***
Sodara, pempek panggang atau pempek tunu kata orang Palembang, memang sangat berbeda dengan jenis saudara pempeknya yang lain. Kalau pempek lenjer, dan kawan-kawan disajikan dengan cara direbus dan digoreng serta disajikan dengan kuah cuka hitamnya, namun tidak demikian halnya dengan pempek panggang. Meski sama-sama berasal dari adonan tepung sagu, namun finishing pempek panggang cukup anti mainstream yakni dipanggang sambil dibolak-balik hingga dibiarkan agak gosong, mirip dengan sepupunya kemplang panggang yang banyak beredar luas.
Bagaimana rasanya? Sebelum menjawab rasanya, mari kita intip isi pempek panggang. Isi pempek panggang terdiri dari gerusan cabe, ebi dan kentalnya kecap manis. Kolaborasi apik cabe dan kental manis, sukses membuat lidah tidak terlalu melintir kepedasan (tergantung selera jumlah cabe, sih), namun tetap meninggalkan kesan gurihnya ebi dan empuknya daging pempek di lidah. Mak Nyuus, Gan! Dan pempek panggang tidak memerlukan kuah cuka yang berwarna hitam seperti pempek mainstream lainnya.
ADVERTISEMENT
Walaupun disantap tanpa kuah cuka hitam, sudah membuat lidah bergeliat liar akibat sensasi pedas cabe yang sudah bercampur dengan ebi dan kentalnya kecap manis. Namun tak menutup kemungkinan pilihan menambahkan kuah cuka tetap tidak dapat ditepis dari lidah wong Palembang.
Tak menghirup kuah cuka bagi wong Palembang asli rasanya bagaikan seorang penulis novel yang melewatkan kopi paginya. Hambar, tanpa energi. Selain itu, ada juga pilihan kuah cuka merah yang lagi-lagi tak lepas dari unsur cabe, namun bedanya dengan cuka hitam, kalau kuah cuka merah lebih cair.
***
Sementara simpan dulu imajinasi si pempek panggang yang mulai bermain-main di benak Sodara. Mengapa demikian? Karena Sodara tidak serta merta dapat mewujudkannya dalam waktu singkat. Sependek pengamatan saya, pempek panggang tidak mudah menemukan keberadaannya di sembarang tempat jajanan. Sementara tetangga lama saya, membuatnya kalau mood saja.
ADVERTISEMENT
Di kota Cibinong, tempat saya menetap saat ini, sangat sulit mencarinya. Saya harus ke Kota Bogor terlebih dahulu untuk menikmati jenis pempek yang dulu biasa saya santap hasil buatan tangan alamarhum ibu saya, yang berdarah Palembang asli, daerah Komering. Itulah makanya ketika saya mendapatkan kesempatan dinas ke Palembang, selalu saya habiskan malam saya dengan berkeliling mencari kuliner khas Palembang terutama pempek panggang.
Sebenarnya kuliner turunan pempek sangat beragam, mulai dari kemplang panggang hingga kuliner berkuah seperti model, tekwan, rujak mi, laksan, dan lenggang Palembang. Namun memang pempek panggang ini sangat khas dengan gosongnya kulit pempek yang mengandung daging ikan. Tak pelak, daging pempek yang terpanggang ini menjadikan pempek panggang cukup khas dan membuat tak terlupakan penikmatnya.
ADVERTISEMENT
Hmmm, bagaimana? Tertarik menyicipi pempek panggang? Sama, saya juga mau lagi. Mungkin nanti saya akan meminta isteri saya segera mempelajari dan membuatkannya untuk hidangan berbuka di Ramadhan ini, untuk saya suami tercintanya. Atau ada pembaca yang jual? Tinggalin nomor Handphone-nya, ya di kolom tanggapan artikel ini, sekalian ajang promosi pempek panggangnya. Boleh kan, redaksi?
***
Suzan Lesmana – Pranata Humas LIPI yang sedang kangen pempek panggang