Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.91.0
Konten Media Partner
Cara Warga Desa Umbulharjo dalam Menghadapi Bencana Merapi
29 Mei 2018 10:11 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:08 WIB
ADVERTISEMENT
Sukirah, warga Dusun Batur, Desa Kepuharjo, Yogyakarta, jelang siang itu bersama kerabat bercengkerama di teras depan rumah. Di atas tikar plastik mereka mengobrol soal aktivitas Gunung Merapi akhir-akhir ini.
ADVERTISEMENT
Selasa dini hari pekan lalu, dia mengungsi ke Balai Desa Kepuharjo, bersama puluhan warga lain. Peringatan peningkatan status Merapi dari normal jadi waspada menyebar ke warga lewat media sosial.
“Bapak-bapak juga siaga di luar. Mereka memberitahu kami segera mengungsi,” katanya, Selasa (22/5). Dari sini, mereka bisa menyaksikan kendaraan lalu lalang di jalan yang mengarah ke Kaliadem, salah satu lokasi wisata Gunung Merapi. Di sebelah utara punggung Merapi, hanya terlihat sebagian. Puncak tertutup awan putih.
Satu truk trailer tanpa muatan melintas di jalan depan rumah, menuju utara, tempat penambangan pasir. Menurut Sukirah, truk itu biasa mengangkut alat-alat berat. “Sana dibawa pulang semua begonya (backhoe)?” katanya spontan.
“Padahal sudah dilarang, masih saja dikeruk pasirnya. Itu kan seperti kaki yang dikilik-kilik. Gunung jadi obah (bergerak).” Lanjutnya.
ADVERTISEMENT
Lumbung siaga
Di desa tetangga Kepuharjo, Desa Umbulharjo, Cangkringan, Sleman, balai desanya, Selasa siang, terlihat sibuk. Beberapa polisi, tentara, TRC, tim SAR, dan tagana bersliweran. Halaman balai desa dipenuhi truk. Setidaknya ada tiga truk militer, dua truk polisi, dan beberapa kendaraan operasional SAR. Perlengkapan memasak juga terlihat di salah satu sudut. Di dekatnya ada setumpuk telur dan kardus-kardus mie instan.
Sejak semalam, atau sekitar pukul 02.00 dini hari, balai desa juga sibuk menerima warga yang mengungsi dari rumah. Sebanyak 200-an warga, kebanyakan lansia, ibu-ibu dan balita, memenuhi ruangan balai desa. Kedatangan mereka tak berselang lama dengan Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG) mengeluarkan peringatan peningkatan status normal jadi waspada.
Murid SD Umbulharjo bercanda bersama Tim SAR. Foto: Nuswantoro/ Mongabay Indonesia
ADVERTISEMENT
Warga merespon cepat. Meski di pagi buta mereka dengan kendaraan pribadi terutama sepeda motor segera menuju balai desa. “Evakuasi secara mandiri,” kata Suyatmi, Kepala Desa Umbulharjo. “Mereka tahu dari handphone. Sekarang kan sudah banyak yang punya. Informasi dari sana.” pungkasnya.
Saat mengungsi itu, katanya, kebetulan bertepatan dengan waktu sahur. Sebagian memilih pulang kembali dan makan di rumah masing-masing. Untuk keperluan makan, pemerintah desa sudah siap, terutama saat darurat bencana.
“Untuk persediaan makanan kita sudah berusaha mendampingi ketika terjadi hal-hal tak diinginkan. Pihak desa sudah siap. Kami selalu berkoordiansi dengan teman-teman perangkat termasuk dari Babinkamtibmas, Tagana, yang selalu stand by di tempat kami,” ujar Suyatmi.
Usai bencana Merapi pada 2010, setahun kemudian di Umbulharjo mendirikan Kampung Siaga Bencana (KSB), wadah penanggulangan bencana berbasis masyarakat. Melengkapi KSB ada gardu sosial dan lumbung sosial.
ADVERTISEMENT
Gardu sosial adalah tempat permanen untuk operasional kesekretariatan KSB. Sedang lumbung sosial adalah gudang menyimpan barang yang sangat diperlukan tatkala bencana. Saat ini, katanya, lokasi di kompleks Balai Desa Umbulharjo.
“Makanan kita siapkan di lumbung sosial. Lumbung sosial itu punya KSB Merapi. Di situ ada berbagai macam keperluan ketika terjadi seperti hari ini. Makanan ada, obat-obatan ada, perlengkapan yang lain untuk pengungsian seperti selimut, sabun, handuk, masker juga ada.”
KSB Merapi selain meningkatkan kesadaran warga akan risiko bencana, juga membangun jaringan, dan melatih kesiapan warga dalam menghadapi bencana. KSB Merapi sebelumnya juga mengadakan simulasi penanggulangan bencana. Tujuannya, agar warga siap dan tahu apa yang harus dilakukan saat Merapi beringsut.
“Kalau sekarang dengan media sosial kan orang sudah tahu, termasuk informasi dari BPPTKG juga sampai ke masyarakat. Mudah-mudahan dengan kejadian ini masyarakat bisa jauh lebih paham bahwa kita berada di kawasan rawan bencana hingga dalam keadaan apapun harus siap.”
ADVERTISEMENT
Menyinggung persediaan bahan makanan dan obat-obatan, persediaan di lumbung sosial dinilai mencukupi.
“Hari ini kita sudah menyiapkan telur, mie instan. Obat-obatan kita sudah siap. Kalau pakaian belum.”
Sementara ini yang diprioritaskan kelompok rentan, yaitu ibu hamil, lansia, balita. Mereka terutama ada di Dukuh Gambretan, Pelemsari, Gondang, Pangukrejo. Yang lain, lebih dekat dengan balai desa atau akses evakuasi.
“Untuk saat ini istilahnya mereka menyingkir dari tempat berbahaya. Kalau sudah reda akan pulang,” kata Suyatmi.
Warga Umbulharjo, mayoritas warga bermata pencaharian petani, peternak, dan pariwisata. Mereka beraktivitas seperti biasa tatkala kembali ke rumah masing-masing.
Gunung Merapi pada Rabu 22 Mei lalu di kawasan Kaliadem, Cangkringan, Sleman. Foto: Nuswantoro/ Mongabay Indonesia
Barak pengungsi
ADVERTISEMENT
Menyusul aktivitas Merapi sejak Senin (21/5/18), pukul 01.25 dini hari, beberapa barak pengungsi di sekitar Merapi mulai dihidupkan kembali. Data peta kebencanaan memperlihatkan tak kurang ada 28 barak pengungsi di Yogyakarta. Jumlah itu, di luar hunian tetap, dan titik kumpul aman lain seperti kantor, sekolah, dan balai desa.
Di sekitar Umbulharjo, ada sekitar lima barak yaitu Barak Umbulharjo, Hargobinangun, Plosokerep, Glagaharjo, dan Kiyaran Wukirsari. Jarak dari titik Puncak Merapi 10 hingga 17 kilometer. Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Yogyakarta, Biwara Yuswantana, meminta, warga tetap tenang. Meski banyak warga tinggal di kawasan rawan bencana (KRB) II dan III pada status waspada belum perlu mengungsi, namun dia mempersilakan jika mereka mencari tempat nyaman.
ADVERTISEMENT
Sutopo Purwo Nugroho, Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB lewat akun di media sosial juga menyatakan, belum perlu pengungsian. Merapi termasuk gunung api yang memiliki instrumentasi canggih dan lengkap di Indonesia. Sementara ini BPPTKG melakukan pemantauan intensif. “Masyarakat diimbau tetap tenang. Tidak panik,” ujar Sutopo.
Data dikumpulkan dari Pusdalops BPBD Sleman Selasa (22/5/18) sebanyak 1.522 jiwa evakuasi mandiri ke sejumlah titik aman. Terbanyak ke SD Sanjaya Tritis ada 510 jiwa, Balai Desa Glagaharjo 371 orang, Balai Desa Umbulharjo 200 orang, dan Balai Desa Argomulyo ada 200 orang. Pantauan hingga Selasa pagi masih ada 66 jiwa tertahan di titik kumpul aman.
Pada Rabu (23/5/18), distribusi bantuan mulai mengalir ke beberapa titik pengungsian, misal dari BPBD provinsi, PMI, dan grup Aksi Cepat Tanggap (ACT) Yogyakarta.
ADVERTISEMENT
“Tetap hati-hati. Masih ada sisa debu atau pasir halus. Kalau beraktivitas saya minta warga menggunakan masker dan kacamata,” kata Suyatmi.
Sementara itu, kegiatan belajar mengajar berlangsung seperti biasa. Saat Mongabay, memantau di lapangan terlihat tim SAR Sena DIY menyambangi SD Umbulharjo dan bercanda dengan beberapa murid di sana.
“Ini sedikit mengurangi ketegangan. Bisa dilihat mereka baik-baik saja,” kata Gayus, personil SAR Sena, usai berjoget bersama anak-anak.
Suyatmi kepala desa Umbulharjo bersama Tagana di dapur umum pengungsian. Foto: Nuswantoro/ Mongabay Indonesia
Erupsi freatik
Tercatat sejak Jumat pagi (11/5/18), Merapi kembali bergejolak. Akibat erupsi freatik sejumlah kawasan di sekitar Merapi merasakan hujan abu dan pasir halus. Erupsi freatik ini bisa diamati jelas berupa asap putih yang membumbung tinggi ke udara.
ADVERTISEMENT
Karena meletus pagi hari membuat Merapi belum tertutup awan. Asap putih membubung ke udara berupa campuran uap air, dan material padat seperti kerikil atau pasir.
Wedhus gembel adalah istilah warga sekitar Merapi untuk awan panas yang bergulung-gulung bersama debu, pasir, dan material padat lain. Informasi dari BPPTKG menyebut suhu awan panas ini bisa mencapai 700 derajat celsius, dan menerjang apa saja dengan kecepatan bisa sampai 200 kilometer per jam. Luncuran awan panas ini bergerak mengikuti topografi gunung dan sungai.
Seiring meningkatnya aktivitas Merapi, BPPTKG menaikkan status Merapi dari normal jadi waspada pada Senin 21 Mei 2018, pukul 23.00. Sejak itu, beberapa kali letusan freatik terjadi sejak Senin hingga Rabu.
Akibat letusan ini sejumlah daerah mengalami hujan abu dan pasir halus. Beberapa warganet melaporkan ada hujan abu di Sleman, Yogyakarta, Magelang, dan Boyolali.
ADVERTISEMENT
BPBD mengimbau, warga menggunakan masker dan kacamata saat berada di luar, menutup sumber air, tidak panik, dan mengikuti arahan petugas.
BPPTKG merekomendasikan, hentikan kegiatan pendakian, kecuali untuk kepentingan penelitian terkait mitigasi bencana. Selain itu, dalam radius tiga kilometer dari puncak harus dikosongkan dari aktivitas penduduk. Masyarakat yang tinggal di sekitar Merapi terutama KRB III, diminta waspada.
Foto utama: Papan peringatan Awas Lahar Dingin Awan Panas di dekat jembatan Pagerjurang, Cangkringan, Sleman.Foto: Nuswantoro/ Mongabay Indonesia
Papan larangan untuk truk pengangkut pasir dan batu yang lalu lalang di sekitar Merapi. Foto: Nswantoro/ Mongabay IndonesiaBegini Cara Desa Umbulharjo Hadapi Bencana Merapi
***
Ditulis oleh Nuswantoro untuk Mongabay Indonesia