Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.103.0
Konten Media Partner
Kolam Susu yang Terlupakan
26 Desember 2017 20:31 WIB
Diperbarui 6 Agustus 2020 13:19 WIB
ADVERTISEMENT
Bukan lautan, hanya kolam susu
Air dan jala cukup menghidupimu
ADVERTISEMENT
tiada badai, tiada topan kau temui
ikan dan udang menghampiri dirimu
Gerbang masuk telaga atau kolam Susuk di Desa Dualaus, Kecamatan Kakuluk Mesak, kabupaten Belu, Nusa Tenggara Timur. Foto : Wisuda/Mongabay Indonesia
Syair lagu di atas cukup populer di era 70-an, dan di nyanyikan serta diciptakan oleh Koes Plues, grup musik yang cukup terkenal pula pada masa itu. Ketika kita membaca atau mendengarkan syair lagu kolam susu, maka dalam benak kita pasti akan terbayang alam indonesia yang sangat subur, sehingga danaunya, atau dalam hal ini kolamnya diibaratkan sebagai kolam susu dengan sejuta manfaat yang melimpah.
Tetapi ternyata anggapan itu keliru. Nama kolam susu(k) yang dimaksudkan di sini, ternyata benar-benar sebuah nama telaga atau kolam yang ada di propinsi Nusa Tenggara timur. Kolam Susuk berada di Desa Dualaus, Kecamatan Kakuluk Mesak, Kabupaten Belu, Nusa Tenggara Timur atau sekitar 17 kilometer arah utara kota Atambua, ibukota Kabupaten Belu.
ADVERTISEMENT
Tidak diketahui secara pasti kapan Kolam Susuk ditemukan, tetapi keberadaan objek wisata ini sudah ada sejak dahulu kala dan dimanfaatkan oleh masyarakat setempat untuk kebutuhan hidupnya dengan menangkap ikan, udang, kepiting, dan lain-lain.
Suasana tenang dan sepi di kolam Susuk di Desa Dualaus, Kecamatan Kakuluk Mesak, kabupaten Belu, Nusa Tenggara Timur. Foto : Wisuda/Mongabay Indonesia
Asal muasal nama Kolam Susuk sendiri berdasarkan legenda yang sudah dikenal oleh masyarakat setempat.
Menurut legenda, pada zaman dahulu ada tujuh bidadari yang singgah untuk membersihkan diri di Kolam Susuk ini. Bidadari tersebut merupakan utusan Raja Lifao dari Oecusse. Raja Lifao sengaja mengirim nyamuk untuk menganggu mereka saat tertidur. Karena gangguan nyamuk tersebut, para bidadari tetap terjaga sehingga tidak dimangsa oleh para pembantu raja. Berdasarkan legenda tersebut akhirnya masyarakat setempat menyebut kolam tersebut dengan nama Kolam Susuk yang artinya sarang nyamuk.
ADVERTISEMENT
Karena dikenal sebagai kolam sarang nyamuk maka muncul ide untuk memelihara ikan bandeng yang terus berkembang di lokasi tersebut, sebagai penyeimbang pertumbuhan populasi nyamuk. Lokasi sekitar Kolam Susuk kini menjadi kolam alam tempat budidaya ikan bandeng, hingga kemudian terkenal pula sebagai tempat menikmati ikan bandeng bakar yang gurih dan siap untuk dinikmati.
Sebagai tambak besar tempat mengembangbiakkan ikan bandeng, maka bila musim panen atau buka sasi tiba, akan menjadi puncak rekreasi bagi masyarakat karena dapat menikmati harga bandeng yang murah-meriah. Umumnya masyarakat di Timor akan melakukan semacam upacara adat atau ritual untuk menyambut panen. Kabarnya ketika ritual selesai dilakukan maka ikan bandeng akan berloncatan dari tambak.
Mungkin inilah yang mendasari munculnya frase lirik lagu Koes Plus “ikan dan udang datang menghampiri dirimu” dan panorama alam yang tenang dengan semilir angin yang sejuk sebagai representasi isi lagu. Kolam Susuk ini menjadi salah satu destinasi pariwisata di wilayah perbatasan Indonesia-Timor Leste.
ADVERTISEMENT
Suasana tenang dan sepi di kolam Susuk di Desa Dualaus, Kecamatan Kakuluk Mesak, kabupaten Belu, Nusa Tenggara Timur. Perlu kemauan dari pemerintah untuk mengembangkan detinasi wisata ini. Foto : Wisuda/Mongabay Indonesia
Di saat sekarang, ritual adat panen bandeng yang menjadi salah satu daya tarik wisata sudah beberapa tahun tidak diadakan lagi. Ini karena biaya yang cukup besar untuk mengadakan ritual tersebut. Dalam ritual itu harus menghadirkan 11 suku yang termasuk dalam keluarga bangsawan di daerah sekitar kolam susuk. Dan diharuskan juga untuk memotong ternak sebelum acara panen dimulai. Biayanya diperkirakan mencapai belasan sampai puluhan juta rupiah. Dan tanpa adanya bantuan pemerintah setempat, tentu saja masyarakat merasa kesulitan untuk menanggungnya sendiri.
ADVERTISEMENT
Beberapa tahun yang lalu, dipinggiran kolam banyak terdapat saung-saung dan penjual bandeng bakar, disertai dengan toilet-toilet yang cukup memadai. Sekarang semuanya terbengkalai dan tidak terurus.
Hanya tampak pohon yang meranggas dan beberapa ternak warga yang mencari rumput di sekitar kolam susuk saja. Sebenarnya ke elokan tanah Nusa Tenggara Timur ini, tidak kalah jika dibandingkan dengan Bali, yang memang sangat dikenal sebagai tujuan wisata kelas dunia. Yang membedakannya hanyalah dukungan total dari pemerintah dan masyarakat serta adat istiadat setempat yang sangat besar, yang bisa mendorong Bali menjadi cukup besar seperti sekarang ini.
Di lain tempat, seperti di kolam susuk ini misalnya, dukungan tidak diberikan secara konsisten, sehingga obyek-obyek wisata seperti kolam susuk yang sebetulnya cukup indah ini, menjadi semakin meranggas dan dilupakan orang.
Kepala Desa Dualaus, Kecamatan Kakuluk Mesak, kabupaten Belu, Nusa Tenggara Timu di obyek wisata Telaga Susuk yang masuk wilayah desanya. Foto : Wisuda/Mongabay Indonesia
ADVERTISEMENT
Orang bilang tanah kita tanah surga
Tongkat, batu , dan kayu jadi tanaman..
Orang bilang, tanah kita tanah surga
Tongkat, batu, dan kayu jadi tanaman..
Semoga..
***
25 Desember 2017
Ditulis oleh Wisuda untuk Mongabay Indonesia