news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

Selain Habitat, Ancaman Perburuan Hantui Kehidupan Orang Utan

Konten Media Partner
2 Desember 2017 16:06 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
ADVERTISEMENT
Orangutan dibius terlebih dahulu sebelum dipindahkan ke kandang transportasi, yang selanjutnya dibawa ke lokasi pelepasliaran di TNBBBR. Foto: Heribertus Suciadi/IAR Indonesia
ADVERTISEMENT
Taman Nasional Bukit Baka Bukit Raya (TNBBBR) kembali jadi hunian baru empat individu orangutan (Pongo pygmaeus) di Resort Mentatai, 22 November 2017. Dua individu bernama Vijay dan Lisa merupakan hasil rehabilitasi, sementara sisanya merupakan orangutan liar indukan dan anaknya: Mama Laila dan Lili.
“Orangutan di Kalimantan kian terancam habitatnya. Banyak hutan dikonversi menjadi kebun. Tak sedikit pula yang diburu dan diperjualbelikan. Empat orangutan ini telah dirawat di pusat rehabilitasi dan kami meyakini mereka bisa hidup di habitat liarnya,” ujar Direktur Program IAR Indonesia, Karmele L Sanchez.
Vijay merupakan orangutan jantan usia 6 tahun yang diselamatkan dari rumah warga di Tanjung Baik Budi, Ketapang, Kalimantan Barat, November 2015 silam. Vijay masih menunjukkan sifat aslinya sehingga tidak memerlukan masa rehabilitasi panjang. Perilaku positif yang sama ditunjukkan Lisa, orangutan betina sekitar 6 tahun yang masuk ke pusat rehabilitasi YIARI pada Januari 2015.
ADVERTISEMENT
“Lama proses rehabilitasi tergantung masing-masing individu. Ada yang cepat belajar, ada pula yang sebaliknya,” ujar Karmele lagi.
Bahkan, beberapa individu tidak cukup beruntung dapat kembali ke alam bebas. Ada yang terlalu lama dipelihara dan mendapat perlakuan salah sehingga secara permanen kehilangan kemampuan bertahan hidup. “Ini berarti, mereka tidak akan pernah bisa dilepasliarkan seumur hidup.”
Sementara Mama Laila dan Lili diselamatkan IAR dan BKSDA Kalbar, September 2017, dari perkebunan warga di Jalan Tanjungpura. Mereka keluar dari habitatnya karena hutan tempat tinggal mereka menyempit akibat dibuka untuk kebun. “Hutan yang sempit membuat ruang hidup dan jumlah pakan menipis. Kondisi ini yang memaksa mereka keluar, demi bertahan hidup,” jelasnya.
Taman Nasional Bukit Baka Bukit Raya dipilih sebagai tempat pelepasliaran karena hutannya yang alami dan bagus. Survei tim IAR menunjukkan jumlah pohon pakan orangutan di sini berlimpah dan statusnya sebagai taman nasional akan lebih mampu menjaga kehidupannya. Dari kajian IAR juga, di Resort Mentatai tidak ditemukan orangutan, karena sudah dinyatakan tidak ada lagi dalam 20-30 tahun terakhir.
Perjalanan menggunakan perahu menuju TNBBBR untuk pelepasliaran orangutan. Foto: Heribertus Suciadi/IAR Indonesia
ADVERTISEMENT
Jaminan kehidupan
Kepala Balai TNBBBR, Heru Raharjo, berharap, akan semakin banyak orangutan yang hidup bebas di habitat alaminya. “Kami melakukan kegiatan pemantauan, survei tumbuhan pakan, fenologi, dan satwa pesaing, guna memastikan daya dukung kehidupan orangutan yang dlepasliarkan ini,” jelasnya.
Heru mengatakan pelibatan masyarakat lokal dalam pelestarian orangtan harus dilakukan. Tentunya dengan memberikan manfaat ekonomi dan sosial budaya juga untuk mereka. “Dengan begitu, dukungan pelestarian akan berjalan baik,” terangnya.
Kepala Balai KSDA Kalimantan Barat, Sadtata Noor, mengimbau masyarakat Kalimantan Barat agar lebih peduli terhadap kelestarian orangutan maupun satwa liar dilindungi lainnya. “Jangan memelihara maupun melakukan perburuan satwa liar dilindungi karena dapat mengakibatkan punahnya satwa liar yang merupakan bagian dari ekosistem kita,” jelasnya.
ADVERTISEMENT
Masyarakat yang masih memelihara satwa liar dilindungi, diharapkan segera menyerahkannya ke kantor BKSDA Kalbar. “Saat ini upaya preventif lebih dikedepankan. Semoga dengan terbukanya informasi, perlindungan dan pelesatarian satwa liar di alamnya dapat dijalankan,” ujarnya.
TNBBBR merupakan lokasi ideal untuk pelepasliaran orangutan. Foto: IAR Indonesia
Direktur Program TFCA Kalimantan pada Yayasan KEHATI, Puspa Dewi Liman, menyatakan, dukungan finansial KEHATI untuk penyelamatan, rehabilitasi, sekaligus pelepasliaran orangutan di TNBBBR merupakan wujud nyata menjaga kehidupan satwa dilindungi ini. “Penyelamatan sangat diperlukan karena keberadaan orangutan makin terancam akibat alih fungsi lahan, perambahan, dan perdagangan,” kata Puspa.
TFCA Kalimantan merupakan program pengalihan utang dari Pemerintah Amerika Serikta untuk dipakai sebagai dana konservasi hutan di Kalimantan. KEHATI merupakan institusi yang ditunjuk sebagai administrator dari Program TFCA Kalimantan yang mendukung dua program yang sudah berjalan, Heart of Borneo dan Program Karbon Hutan Berau.
ADVERTISEMENT
Puspa mengatakan, TFCA Kalimantan tidak bisa memberikan dukungan finansial terus menerus. Dia berharap, kegiatan konservasi yang telah dilaksanakan TFCA Kalimantan bersama mitra seperti YIARI, ditindaklanjuti oleh pemerintah daerah, masyarakat lokal, dan balai taman nasional. “Pastinya, para pemangku kepentingan lainnya harus dilibatkan.”
Saat ini, masih terdapat 109 individu orangutan yang dirawat di pusat penyelamatan dan rehabilitasi orangutan IAR di Ketapang. Selama 2017, sebanyak 12 individu orangutan telah dilepasliarkan IAR di TNBBR. Namun, di tahun yang sama, jumlah orangutan yang masuk ke pusat penyelamatan justru 20 individu. Ini mengindikasikan, kerusakan hutan sebagai habitat orangutan semakin tinggi.
***
30 November 2017
Ditulis oleh Putri Hadrian