Tumpahan Minyak di Teluk Balikpapan Cemari 7.000 Hektare Area

Konten Media Partner
5 April 2018 18:48 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
ADVERTISEMENT
Penyebab tumpahan minyak di Teluk Balikpapan, Kalimantan Timur, akhirnya terungkap, berasal dari pipa bawah laut terminal Lawe-lawe ke fasilitas refineery PT Pertamina, yang putus. Minyak mentahpun bocor dan tumpah mengotori area diperkirakan seluas 7.000 hektar, dengan panjang pantai terdampak di sisi Kota Balikpapan dan Kabupaten Penajam Pasir Utara mencapai sekitar 60 kilometer.
ADVERTISEMENT
Kejadian ini juga menewaskan lima orang, dan merusak mangrove serta biota laut. Masyarakatpun mengeluhkan mual dan pusing karena bau minyak menyengat. Demikian antara lain isi laporan tim penanganan kejadian tumpahan minyak di Perairan Teluk Balikpapan, dan Penajam Pasir Utara, per 4 April 2018.
Dalam laporan tim penanganan itu menyebutkan, dari fakta lapangan ditemukan ekosistem terdampak berupa mangrove sekitar 34 hektar di Kelurahan Kariangau, 6.000 mangrove di Kampung Atas Air Margasari, 2.000 bibit mangrove warga Kampung Atas Air Margasari dan kepiting mati di Pantai Banua Patra. Warga di area pemukiman yang banyak tumpahan minyak sudah rasakan mual dan pusing.
Hingga kemaren, lapisan minyak masih ada baik di di perairan, tiang dan kolong rumah pasang surut penduduk di Kelurahan Margasari, Kelurahan Kampung Baru Hulu dan Keluarahan Kampung Baru Hilir dan Kelurahan Kariangau RT 01 dan RT 02, Kecamatan Balikpapan Barat.
ADVERTISEMENT
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, sejak Sabtu (31/3/18), sudah turun menginvestigasi tumpahan minyak di Teluk Balikpapan ini. Sampel tumpahan minyak sudah diambil dari lima lokasi sedang diidentifikasi tim forensik kepolisian.
Lili Kardiansyah, PPNS Kementerian Lingkungan Hidup pada Balai Penegakan Hukum Wilayah II Kalimantan kepada Mongabay melalui saluran telepon mengatakan, secara berkala, tim lapangan melaporkan terkait bukti tumpahan minyak, sampel pembanding, sebaran tumpahan, dan identifikasi sumber tercemar.
Tim gabungan dari aparat keamanan, Pertamina, pemda, instansi lingkungan hidup, Badan Penanggulangan Bencana Daerah bersama KLHK pun terus berupaya menangani dengan membersihkan ceceran minyak di tepi pantai dan perkampungan masyarakat.
Mereka menggunakan tugboat untuk melokalisasi cemaran minyak di tengah laut, dan vacum truck untuk menyedot minyak. Sedangkan, wilayah perkampungan, mereka bersihkan dengan oil spill dispersant (OSD) dan cara manual.
ADVERTISEMENT
Sementara itu, Siti Nurbaya, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan pun terus memantau penanganan tumpahan minyak di Balikpapan. Tiga direktur jenderal, Dirjen Penegakan Hukum, Dirjen Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan dan Dirjen Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem diutus turun langsung menangani dampak tumpahan terhadap keragamanhayati.
KLHK, katanya, mengawasi pemegang izin atau swasta agar bertanggung jawab mengatasi pencemaran dan menghitung ganti rugi yang timbul.
”Kami sudah minta tim dan Pertamina memprioritaskan pembersihan tumpahan minyak di wilayah pemukiman penduduk mengingat bau yang menyengat dan risiko lain,” katanya.
Untuk menghitung luasan lokasi tercemar, KLHK yang terdiri dari staf Dirjen PPKL, Gakkum, Pusat Pengendalian Pembagunan Ekoregion Kalimantan, BKSDA Kaltim seksi wilayah III dan Dinas LH Kota Balikpapan, Selasa (3/4/18) membagi dalam lima tim kerja.
ADVERTISEMENT
Tim pertama, pengukuran panjang pesisir pantai terdampak di Kabupaten Penajam Paser Utara, dan empat tim lain mengukur di Kota Balikpapan. Targetnya, menghitung luasan dampak tumpahan minyak.
Tim Gakum sudah mengirimkan ahli terkait kerusakan lingkungan dan tim drone dengan fixed wing untuk melihat area terdampak dari udara. Siti pun meminta data satelit dari LAPAN terkait lokasi itu.
Penegakan Hukum akan mengikuti proses ini untuk melihat pelanggaran dan unsur-unsur pelanggaran serta sanksi.
”Sedang dikumpulkan pulbaket, ini akan diselesaikan dengan instrumen apa, tentu ada penyelesaian sengketa, mekanisme melalui pengadilan, yang harus dipastikan proses ganti rugi dan biaya pemulihan,” kata Rasio Ridho Sani, Dirjen Gakkum ditemui di Manggala Wanabhakti, Jakarta.
Kata Roy, KLHK bisa menerapkan prinsip tanggung jawab mutlak atau strict liability dalam penanganan kasus tumpahan minyak di Balikpapan.
ADVERTISEMENT
Meskipun begitu, katanya, hal terpenting saat ini mencegah dampak minyak agar penyebaran tak makin meluas. Kini, katanya, tumpahan minyak itu sudah menyebar ke pemukiman masyarakat, mangrove dan wilayah itu menjadi habitat mamalia, seperti dugong, pesut, lumba-lumba hidung botol dan lumba-lumba tanpa sirip belakang.
Biota laut yang mati karena tumpahan minyak di Teluk Balikpapan. Foto: Facebook KLHK/ Mongabay Indonesia
Penanganan tak efektif
Arifsyah Nasution, Juru Kampanye Laut Greenpeace mengatakan, penanganan tumpahan minyak di Balikpapan, tak hanya berjalan lambat, tetapi tidak efektif dan tak profesional.
Kesalahan pertama yang menjadi kekecewaan dia, adalah ledakan kapal dari kebakaran pada pukul 11.00.
Dari video yang Mongabay terima, ledakan disertai api dan asap hitam pekat membumbung ke udara. ”Sudah ada tumpahan minyak dan kebakaran, ini ada indikasi kelambanan dalam merespon,” katanya.
ADVERTISEMENT
Berdasarkan keterangan, dari lokasi kebakaran ada sekitar enam kapal tanker, tongkang batubara berbendera Panama berisi 20 ABK, Ever Judger dan kapal nelayan yang lalu lalang.
Dia bilang, dampak lingkungan pada ekosistem di wilayah itu sangat terlihat. Idealnya, minimal 3×24 jam pernyebaran minyak sudah bisa tertangani. ”Harapan kita agar tidak ke mana-mana.”
Dimensi kerugian yang timbul pun beragam, dari kerugian sosial, ekonomi, dan lingkungan. Meski demikian, efek sosial besar saat ini terlihat dari sudah ada korban jiwa.
Tim SAR Gabungan pada hari keempat menemukan seluruh korban berjumlah lima orang, yakni, Sutoyo (43), Suyono (55), Agus Salim (42), Imam N (42) dan Wahyu Gusti Anggoro (27).
Arif menyebutkan, kasus tumpahan minyak di Indonesia tak cukup terekam dengan baik. Banyak kasus di daerah yang terindikasi kebocoran seringkali terjadi namun tidak tertangani dengan baik serta proses berlarut-larut.
ADVERTISEMENT
”Tindakan pemerintah lebih pada reaktif daripada preventif. Tidak ada upaya pencegahan dan tak pernah belajar dari kejadian sebelumnya,” katanya.
Selain menggunakan tungboat dan peralatan lain, minyak tumpahpun dibersihkan secara manual. Foto: Facebook KLHK/ Mongabay Indonesia
Air laut yang hitam karena tumpahan minyak. Foto: Facebook Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
***
Ditulis oleh Lusia Arumingtyas untuk Mongabay Indonesia