Konten dari Pengguna

Film Tentang KDRT dan Trauma Ini Ungkap Konflik Keluarga: Pelajaran Parenting

Yuliasti Ika
Marketing Lecturer, Widya Mandala Surabaya Catholic University
18 Oktober 2024 23:16 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Yuliasti Ika tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi seorang anak yang sedih karena permasalahan keluarga di rumahnya, dan membuatnya enggan pulang. Ilustrasi dibuat menggunakan Microsoft Copilot
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi seorang anak yang sedih karena permasalahan keluarga di rumahnya, dan membuatnya enggan pulang. Ilustrasi dibuat menggunakan Microsoft Copilot
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Menghadapi permasalahan dalam keluarga, terutama saat anak mengalami trauma atau kegagalan, membutuhkan pendekatan yang tepat agar tidak menambah beban psikologis. Film Bolehkah Sekali Saja Kumenangis menyoroti konflik dalam keluarga yang terkait dengan KDRT dan ekspektasi orang tua terhadap anak dan sangat terkait erat dengan isu mental health yang dihadapi anak-anak saat ini. Film ini memberikan gambaran menyentuh tentang dampak trauma keluarga dan ekspektasi orang tua terhadap anak. Dalam konteks parenting, pemahaman tentang peran dan komunikasi menjadi kunci penting dalam mengatasi masalah seperti ini. Dengan fokus pada isu-isu kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) dan kesehatan mental, film ini mendorong kita untuk lebih memahami pentingnya peran orang tua dalam mengatasi permasalahan anak dan keluarga.
ADVERTISEMENT
Teori Baumrind tentang Pola Asuh membedakan tiga gaya utama: otoriter, permisif, dan otoritatif. Gaya otoritatif, yang seimbang antara tuntutan dan empati, terbukti paling efektif dalam mendukung perkembangan mental anak. Sebaliknya, gaya otoriter—seperti yang terlihat dalam karakter ayah di film—dapat memicu trauma dan konflik generasional.
Menurut Teori Kebutuhan Maslow, anak tidak hanya membutuhkan pemenuhan kebutuhan dasar, tetapi juga rasa aman dan penghargaan untuk mencapai aktualisasi diri. Dalam film, ekspektasi ayah untuk keberhasilan profesional menyebabkan ketidakpuasan anak dan frustrasi yang berlarut-larut.
Kesadaran akan kesehatan mental juga penting dalam pola asuh modern. Orang tua perlu memberi ruang bagi anak untuk mengekspresikan emosi dan menghadapi kegagalan dengan dukungan, bukan kritik. Hal ini relevan dengan sub-plot Baskara, yang mengalami kegagalan dan ekspektasi berlebihan dari keluarga.
ADVERTISEMENT

Perspektif Orang Tua dalam Menghadapi Permasalahan Anak

Komunikasi Terbuka: Orang tua harus membangun komunikasi yang terbuka dengan anak-anak mereka. Membiarkan anak merasa didengar dan dipahami bisa mengurangi tekanan dan kecemasan yang mereka rasakan. Menurut Baumrind (1971), pola asuh yang mendukung komunikasi dua arah adalah bagian penting dari perkembangan anak yang sehat.
Dukungan Emosional: Anak-anak membutuhkan dukungan emosional yang konsisten dari orang tua. Keberadaan orang tua sebagai figur yang menyayangi dan memberikan dukungan emosional akan membantu anak-anak merasa aman dan dicintai. Dukungan emosional dari orang tua adalah kunci dalam membangun rasa percaya diri anak.
Pengaturan Ekspektasi: Ekspektasi orang tua yang terlalu tinggi dapat menimbulkan tekanan berlebih pada anak. Sebaiknya, orang tua memberikan ekspektasi yang realistis dan mendorong anak-anak untuk mencapai potensi mereka tanpa merasa terbebani. Perkembangan kognitif anak terjadi secara bertahap, dan ekspektasi yang terlalu tinggi bisa menghambat perkembangan ini.
ADVERTISEMENT
Pemberian Contoh yang Baik: Orang tua harus menjadi teladan dalam menunjukkan perilaku yang positif. Anak-anak cenderung meniru perilaku orang tua mereka, sehingga penting bagi orang tua untuk menunjukkan nilai-nilai etika dan moral yang baik. Albert Bandura (1977) melalui teori belajar sosialnya, menyatakan bahwa anak-anak belajar dengan mengamati dan meniru perilaku orang dewasa.

Mengatasi Konflik dalam Keluarga

Pendekatan Empatik: Menghadapi konflik keluarga dengan pendekatan empatik dapat membantu meredakan ketegangan. Menyadari dan memahami perasaan anggota keluarga lainnya membantu menciptakan lingkungan yang lebih harmonis.
Mencari Bantuan Profesional: Ketika konflik dalam keluarga menjadi terlalu besar untuk diatasi sendiri, mencari bantuan dari konselor atau terapis keluarga dapat menjadi solusi yang efektif. Terapi keluarga untuk kesehatan mental membantu setiap anggota keluarga memahami perannya dan bekerja sama untuk menemukan solusi terbaik.
ADVERTISEMENT
Konsistensi dalam Disiplin: Menggunakan metode disiplin yang konsisten dan adil membantu anak-anak memahami batasan dan konsekuensi dari tindakan mereka. Konsistensi ini penting dalam membangun rasa aman dan keteraturan dalam keluarga.
Film "Bolehkah Sekali Saja Kumenangis" mengajak kita untuk lebih peka terhadap permasalahan yang sering kali tersembunyi dalam dinamika keluarga. Dengan pendekatan yang tepat, orang tua dapat membantu anak-anak mereka mengatasi tantangan dan tumbuh menjadi individu yang kuat dan sehat secara emosional.