Konten dari Pengguna

Jumbo: Animasi Lokal yang Menggeser Dominasi Global

Fahed Syauqi
Language Advisor and Trainer at Special Class Academy with Wisdom Method Director of Dzikro Agro "Zero" at Zero Academy Mentor Trainer
23 Mei 2025 14:07 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-circle
more-vertical
Kiriman Pengguna
Jumbo: Animasi Lokal yang Menggeser Dominasi Global
Keberhasilan ini tidak hanya sekadar kemenangan di box office, tetapi juga cerminan dari perubahan identitas budaya, norma industri, dan konstruksi sosial yang berkembang di kawasan Asia Tenggara.
Fahed Syauqi
Tulisan dari Fahed Syauqi tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Sumber: Freepik.com
zoom-in-whitePerbesar
Sumber: Freepik.com
ADVERTISEMENT
Industri animasi global selama ini didominasi oleh raksasa seperti Disney dan Pixar, dengan karya-karya besar seperti Frozen 2 yang berhasil mencetak rekor box office.
ADVERTISEMENT
Namun, munculnya film animasi "Jumbo" yang berhasil menyalip Frozen 2 sebagai film animasi paling banyak ditonton di Asia Tenggara mengindikasikan perubahan signifikan dalam industri hiburan.
Keberhasilan ini tidak hanya sekadar kemenangan di box office, tetapi juga cerminan dari perubahan identitas budaya, norma industri, dan konstruksi sosial yang berkembang di kawasan Asia Tenggara.
Dengan pendekatan konstruktivisme dalam Ilmu Hubungan Internasional (HI), kita dapat memahami bahwa kesuksesan Jumbo bukan hanya persoalan teknis, tetapi juga fenomena sosial yang mengubah pola konsumsi dan persepsi terhadap animasi lokal.
Dalam konstruktivisme, identitas bukanlah sesuatu yang statis, melainkan dibentuk melalui interaksi sosial dan budaya. Kesuksesan Jumbo bisa dilihat sebagai hasil dari konstruksi identitas kolektif yang semakin mengutamakan budaya lokal dalam industri hiburan.
ADVERTISEMENT
1. Representasi Budaya yang Dekat dengan Masyarakat
Berbeda dengan animasi Barat yang sering kali membawa nilai-nilai global, Jumbo menyajikan cerita yang dekat dengan kehidupan masyarakat Asia Tenggara.
Karakter, konflik, dan nilai yang ditampilkan dalam film ini beresonansi dengan pengalaman hidup sehari-hari, menciptakan keterikatan emosional yang kuat.
Dalam konstruktivisme, keterikatan ini disebut sebagai bagian dari konstruksi identitas sosial, di mana individu dan kelompok merasa bahwa sebuah produk budaya mencerminkan pengalaman kolektif mereka.
2. Narasi Lokal Menggeser Dominasi Global
Sebelumnya, film-film animasi Hollywood seperti Frozen 2 dianggap sebagai standar dalam industri. Namun, Jumbo berhasil menggeser paradigma ini dengan menunjukkan bahwa narasi lokal dapat memiliki daya tarik yang sama, atau bahkan lebih besar, dibandingkan dengan produk luar.
ADVERTISEMENT
Dalam konteks konstruktivisme, ini menunjukkan bagaimana identitas budaya yang dikonstruksi melalui industri kreatif mulai menggeser norma yang sebelumnya mendominasi, menjadikan film lokal sebagai representasi utama bagi penonton di kawasan ini.
Dalam pendekatan konstruktivisme, norma tidak bersifat tetap, melainkan dapat berubah berdasarkan interaksi sosial dan politik. Keberhasilan Jumbo dalam menguasai pasar animasi di Asia Tenggara menjadi contoh nyata bagaimana norma industri animasi sedang bergeser.
1. Dari Dominasi Hollywood ke Standarisasi Lokal
Dulu, film animasi yang dianggap "berkualitas" adalah karya yang diproduksi oleh studio besar seperti Disney atau Pixar. Jumbo mengubah persepsi ini dengan membuktikan bahwa standarisasi produksi animasi tidak lagi bergantung pada Barat, tetapi juga dapat berkembang secara independen di Asia Tenggara.
ADVERTISEMENT
Dalam konstruktivisme, ini disebut sebagai perubahan norma internasional, di mana standar yang sebelumnya dikontrol oleh aktor global mulai dikonstruksi ulang melalui narasi baru yang lebih relevan dengan pasar lokal.
2. Peningkatan Dukungan terhadap Industri Animasi Lokal
Kesuksesan Jumbo juga mendorong pemerintah dan industri untuk memberikan dukungan lebih besar terhadap pengembangan animasi lokal.
Jika sebelumnya industri animasi di Asia Tenggara dianggap sebagai sektor yang kurang strategis, kini film seperti Jumbo menunjukkan bahwa animasi lokal dapat menjadi kekuatan ekonomi dan diplomasi budaya.
Dalam perspektif konstruktivisme, ini menunjukkan bahwa norma industri kreatif sedang berkembang menuju ekosistem yang lebih mandiri, di mana konten lokal menjadi pilar utama dalam ekonomi budaya suatu negara.
ADVERTISEMENT
Teori konstruktivisme juga menekankan peran wacana dalam membentuk kebijakan dan persepsi politik. Kesuksesan Jumbo bukan hanya berpengaruh pada industri hiburan, tetapi juga berpotensi menjadi instrumen diplomasi budaya Indonesia di Asia Tenggara.
1. Indonesia sebagai Pusat Animasi Regional
Dengan dominasi Jumbo di pasar Asia Tenggara, Indonesia berpeluang untuk membangun reputasi sebagai pusat produksi animasi di kawasan. Jika sebelumnya Jepang dan Korea Selatan dikenal sebagai pemimpin industri animasi Asia, kesuksesan Jumbo bisa menjadi titik awal bagi Indonesia untuk memasuki pasar global secara lebih serius.
Dalam konstruktivisme, ini menunjukkan bagaimana narasi industri kreatif dapat mempengaruhi posisi suatu negara dalam sistem internasional, bukan hanya melalui kekuatan ekonomi atau politik, tetapi juga melalui dominasi budaya.
ADVERTISEMENT
2. Soft Power melalui Film Animasi
Film animasi sering kali menjadi alat soft power, di mana negara menggunakan produk budaya untuk membentuk citra positif dan memperkuat pengaruhnya di dunia internasional.
Kesuksesan Jumbo memberikan kesempatan bagi Indonesia untuk meningkatkan diplomasi budaya, memperkenalkan nilai dan cerita yang dapat memperkuat keterikatan sosial dengan negara-negara tetangga.
Dalam konstruktivisme, soft power berfungsi sebagai mekanisme pembentukan wacana, di mana suatu negara memperkuat pengaruhnya bukan melalui kekuatan militer atau ekonomi, tetapi melalui dominasi narasi budaya yang diterima di tingkat global.
Keberhasilan Jumbo bukan hanya tentang angka penonton atau pendapatan box office, tetapi juga menunjukkan perubahan mendasar dalam konstruksi sosial, identitas budaya, norma industri, dan diplomasi budaya di Asia Tenggara.
ADVERTISEMENT
Dalam perspektif konstruktivisme dalam Ilmu Hubungan Internasional, fenomena ini menunjukkan bahwa industri animasi tidak hanya berfungsi sebagai hiburan, tetapi juga sebagai instrumen perubahan sosial dan politik yang berpengaruh dalam hubungan internasional.
Jika momentum ini dapat dimanfaatkan dengan baik, Indonesia berpotensi menjadi kekuatan baru dalam industri animasi global, membawa cerita-cerita lokal ke panggung internasional dan memperkuat posisinya dalam ekosistem Global Value Chain (GVC) industri kreatif.