Konten dari Pengguna

Smile C: Solusi Efektif Mengatasi Polemik Susu

Fahed Syauqi
Akademisi yang berfokus pada isu lingkungan, kemanusiaan dan tata kelola rantai nilai global.
13 November 2024 8:00 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Fahed Syauqi tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi impor susu. Foto: Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi impor susu. Foto: Shutterstock
ADVERTISEMENT
Setiap hari penduduk Indonesia mengkonsumsi susu untuk kebutuhan hidupnya. Oleh karenanya, ketersediaan susu sudah sepatutnya dijaga dengan baik agar dapat meningkatkan kualitas hidup masyarakat Indonesia. Namun, hal ini menjadi ironi ketika ketersediaan susu menjadi langka dan bahkan mulai merugikan peternak lokal sampai dengan ratusan juta rupiah.
ADVERTISEMENT
Hal ini ditengarai dengan adanya aktivitas rantai nilai susu yang tidak efektif sehingga pengelolaan produksi susu pun terhambat dengan beberapa regulasi yang dibuat oleh pemerintah. Pembuatan regulasi yang efektif sangat dibutuhkan untuk dapat membantu rantai nilai susu agar kembali optimal dalam menopang kebutuhan susu nasional.
Ketersediaan susu sangat erat kaitannya dengan program Makan Bergizi Gratis atau MBG. Program tersebut dinilai akan menjadi program unggulan pemerintah periode presiden Prabowo. Namun, kondisi rantai pasok susu masih belum stabil, di mana 79% pasokan berasal dari impor dan hanya 21% berasal dari lokal (Sembiring, 2024).
ADVERTISEMENT
Hal ini disebabkan karena produksi peternak sapi skala kecil yang rendah sehingga hanya 21% susu yang dapat memenuhi kebutuhan nasional. Kualitas susu yang dihasilkan para peternak lokal pun dinilai masih belum dapat memenuhi standar perusahaan sehingga perusahaan terpaksa memberhentikan pasokannya.
Indonesia menyatakan belajar banyak makan bergizi gratis dari India, di mana negara tersebut merupakan produsen susu terbesar di dunia dengan nilai produksi mencapai 208 juta ton pada tahun 2022-2023. Oleh karenanya, Indonesia berencana melakukan impor 1,5 juta sapi India untuk memenuhi kebutuhan susu nasional, di mana dalam jangka dua tahun akan ada 3 juta sapi untuk program ini (Erwina, Ahmad, 2024). Ketika melihat kondisi domestik yang masih bermasalah, lantas apakah program ini akan berjalan dengan maksimal?
ADVERTISEMENT
Polemik susu lambat laun akan menjadi susu berdarah tanpa arah bila tidak ada konsep yang dapat menjembatani produksinya. Oleh karenanya, SMILE C atau Smart Milk Value Chain dapat menjadi salah satu solusi dalam melihat fenomena polemik susu tersebut.
Governance memiliki arti bahwa rantai nilai susu harus memiliki kebijakan, regulasi, dan mekanisme pengendalian yang tepat sehingga dapat meningkatkan kualitas produksi. Hal ini kita melihat bahwa masih adanya pengendalian yang lemah terkait rantai pasok susu, di mana kualitas susu masih belum maksimal sehingga dibutuhkan langkah yang konkret seperti pemantauan yang tepat dan cerdas terhadap para pemangku kepentingan, industri dan peternak lokal.
ADVERTISEMENT
Ketika kebijakan telah diperbaiki, maka selanjutnya bagaimana distribusi nilai dapat berjalan dengan maksimal melalui peran dari masing-masing pihak yakni, pemerintah, industri dan peternak lokal. Dengan adanya peran yang saling bersinergi dan menguntungkan maka produksi susu akan terus meningkat dari tahun ke tahun.
Distribusi nilai dari masing-masing aktor menjadi titik tumpu rantai nilai susu yang maksimal. Selanjutnya, selalu memperhatikan Input-Output (I-O) berupa sumber daya yang digunakan, proses produksi dan produk akhir yang dihasilkan. Melihat polemik di atas bahwa sumber daya yang digunakan pun masih perlu ditingkatkan kualitasnya sehingga industri dapat menyerap dengan maksimal. Disisi lain, para pelaku industri pun harus dapat mengedukasi peternak lokal untuk mencapai kualitas yang diinginkan.