Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Kajian Feminisme: Sudut Pandang Lelaki Tentang Perempuan Merdeka
26 Oktober 2022 16:57 WIB
Tulisan dari Rabika Rabbil tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Setiap manusia yang hidup telah di tentukan oleh yang Maha Kuasa akan takdirnya selama ia berada di muka bumi. Demikian juga dalam kehidupan perempuan yang mana pada tanggal 8 Maret setiap tahunnya diperingati sebagai Hari Perempuan Internasional. Hari tersebut seolah merupakan momentum bagi setiap perempuan yang memimpikan akan kehidupan yang baik dan bahagia.
ADVERTISEMENT
Menjadi seorang wanita yang penuh dengan rasa merdeka tanpa takut menyerah dalam mengalami kehidupan adalah sebuah keistimewaan tersendiri, karena tidak semua perempuan mempunyai kesempatan untuk merdeka dalam dirinya dan bertanggung jawab atas pilihannya tersebut.
Perempuan sendiri dianggap merdeka ketika mereka diperlakukan dengan setara. Baik setara secara kedudukannya, maupun setara dalam konstruksi yang membentuk pandangan tentang gender. Perempuan juga sudah dianggap merdeka jika ia melakukan sesuatu tanpa dipandang rendah.
Namun, saat ini, kita masih bisa melihat banyak orang yang beranggapan bahwa perempuan tak perlulah sekolah tinggi-tinggi. Perempuan itu tugasnya hanya di dapur, mengurus suami dan anak saja. Biarkan lelaki yang berhak sekolah tinggi, memiliki karier yang gemilang, dan sebagainya. Anggapan-anggapan tersebut seringkali terlontar di masyarakat, yang mana tanpa disadari kian membentuk citra bahwa perempuan memang tugasnya tidak lebih dari hal diatas, suatu contoh pemikiran patriarkis yang ironisnya tumbuh menjadi suatu budaya.
ADVERTISEMENT
Padahal dalam sebuah keluarga, posisi perempuan memang bukan sebagai imam atau kepala keluarga, melainkan laki-laki. Namun, jangan lupakan fakta bahwa perempuan adalah sekolah pertama bagi anak-anaknya. Ibaratnya dalam sebuah lembaga pendidikan, ibu berperan sebagai guru, tetapi kepala sekolahnya adalah sang ayah.
PEREMPUAN-PEREMPUAN MANDIRI
Saya sering menemukan perempuan-perempuan mandiri yang karena suatu hal mengharuskan mereka untuk berperan ganda, menjadi guru sekaligus kepala sekolah. Tentunya, hal ini bukanlah tanggung jawab yang ringan untuk dipikul. Dalam hal tersebut, bisa dilihat hidup mereka bagai kepompong. Ironisnya, bila kepompong tahu berapa waktu yang ia butuhkan untuk bisa menjadi kupu-kupu, perempuan tersebut bahkan tidak tahu kapan mereka akan merdeka, bahkan tanpa sadar, mereka terjebak dalam perangkap yang tercipta tanpa disadari.
PEREMPUAN SERINGKALI JADI OBJEK SEKSUAL
ADVERTISEMENT
Satu hal yang menjadi perhatian saya ialah ketika maraknya kasus tentang pelecehan seksual. Bahkan fakta menyebut bahwa setiap 6 jam sekali telah terjadi kasus pemerkosaan. Kasus pelecehan seksual tampaknya sudah menjadi kegiatan spontanitas yang dilakukan di mana-mana. Kasus-kasus serupa seperti kasus perempuan dijual ke luar negeri untuk dijadikan budak seks, juga pembunuhan dan penganiayaan terhadap perempuan. Persoalannya, semua kasus kekerasan seksual rata-rata dilakukan oleh laki-laki, apapun jabatannya. Sebagai laki-laki, saya miris mengetahui fakta tersebut, tidak bisa membayangkan bagaimana jika keluarga atau orang terdekat saya mengalami hal serupa.
Tidak jauh berbeda dengan persoalan perempuan di zaman sekarang, di era Kartini dulu selama yang berkaitan dengan seksnya, tetap tidak berubah. Pemaksaan terhadap perempuan untuk menjadi budak seks yang dulu menuai kecaman, kini kian marak terjadi. Perempuan diibaratkan sebagai pelengkap dari kekuasaan suami. Yang mana artinya bahwa suami seakan-akan penguasa tunggal, perempuan hanyalah objek saja agar mereka di cap memiliki pasangan.
ADVERTISEMENT
Betapa rumitnya menjadi perempuan. Maka dari itu, sudah seharusnya sebagai kaum laki-laki yang dianggap dominan, mari menghormati sesama, baik laki-laki maupun perempuan. Tidak perlu pandang bulu, karena itu akan menjadi cerminan bagi orang lain untuk menilai seperti apa dirimu yang sebenarnya. Selalu ingat bahwa ibu kita adalah seorang perempuan, dan dalam riwayat juga sering dikatakan, ibumu, ibumu, ibumu, baru ayahmu.