Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.103.0
Konten dari Pengguna
Cahaya dan Kepinding
12 September 2021 8:00 WIB
·
waktu baca 13 menitTulisan dari Prof. Dr. Ok Saidin SH M. Hum H tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

ADVERTISEMENT
Dalam Kitab yang diturunkan Sang Khalik, ada satu surat yang diberi judul Cahaya. Cahaya telah disebutkan sebagai unsur yang paling penting dalam kehidupan manusia. Cahaya matahari yang memantul benda-benda langit telah menerangi dan memberi kehidupan kepada makhluk. Pantulan cahaya matahari ke bulan akan menerangi bumi di malam hari.
ADVERTISEMENT
Mata kita sebenarnya tak dapat melihat objek yang hendak kita lihat, jika tak ada cahaya. Bola mata kita-lah yang menangkap pantulan cahaya ke mata kita, sehingga manusia dapat melihat. Demikian juga kacamata yang kita pakai. Jangan dikira dari balik lensa kacamata itu mata kita akan menembus lensa lalu pandangan kita tampak menjadi terang, membuat objek yang hendak kita lihat menjadi fokus.
Pantulan cahaya lah yang ditangkap oleh lensa optik kacamata kita lalu memantul ke kornea, hingga objek atau benda yang dipantulkan oleh lensa ditangkap oleh kornea mata, sesuai dengan "besaran" yang dikehendaki. Setebal apapun lensa kacamata kita jika tidak ada pantulan cahaya yang masuk ke kornea, tetap saja manusia tidak bisa melihat objek yang hendak dilihatnya.
ADVERTISEMENT
Cerita itu diteliti dan ditulis dengan baik oleh Abu Ali Muhammad al Hasan bin Al Haitsam atau dikenal dengan nama Ibn Al Haytham atau di Barat dikenal dengan nama Al Hazen. Ia meneliti dan menulis tentang Cahaya, buku yang pertama kali membahas tentang teori optik yang berjudul Manadhir yang kemudian diterjemahkan menjadi The Book of Optics yang ditulis dalam tujuh jilid tebal.
Buku itu selesai ditulisnya pada paruh awal abad ke-11, ketika ia mendekam di penjara pada masa Pemerintahan Khalifa Al Hakim dari Dinasti Fathimiyah Mesir. Ia dipenjara selama selama 10 tahun karena kegagalannya dan penolakannya untuk membuat dan menyelesaikan bendungan Sungai Nil yang tiap tahun menyumbangkan banjir di negeri itu. Inilah ilmuwan Muslim yang pertama meletakkan dasar-dasar teori optik yang kemudian ia dijuluki sebagai Bapak Optik. Jika tidak ada Al Haytham, mungkin camera yang ada sekarang tidak secangggih yang kita kenal hari ini. Banyak ilmuwan Barat dan Filsuf yang belajar dari buku ini. Buku itu kemudian diterjemahkan ke dalam Bahasa Latin pada tahun 1572 (From m.kumparan.com). Itulah sekelumit tentang cahaya yang banyak menyimpan kisah.
ADVERTISEMENT
Kisah lain yang berhubungan dengan cahaya adalah kisah perjalanan Isra' dan mikraj.
Dikisahkan, perjalanan Isra' dan mikraj Kekasih Sang Khalik menembus langit melampaui kecepatan cahaya. Tidak lah manusia dan jin dapat menembus langit, kecuali dengan izin Sang Khalik. Izin Sang Kahlik sebagai zat Yang Maha Suci untuk memperjalankan hambaNya. Menembus tujuh lapis langit melampaui kecepatan cahaya. Nur'alan Nura, begitu wahyu Sang Khalik. Kecepatan cahaya di atas cahaya. Cahaya akan menembus objek yang hendak dituju, dengan kecepatan 300.000 Km per detik.
Satu jam perjalanan cahaya akan dapat menempuh jarak 18.000.000 Km. Jadi tak perlu kita bersusah-susah untuk mengimani kisah perjalan isra' mikraj dalam waktu satu malam. Jika satu malam dua belas jam, maka jarak tempuh sejauh 9.297.228, 406 Km dengan rute " Mekkah – Palestina-Matahari - Neptunus – kembali lagi ke Makkah, maka waktu tempuh yang diperlukan hanya 32 detik. Tapi kalau Kekasih Sang Khalik diperjalankan dengan Cahaya di atas Cahaya, atau cahaya kuadrat yang berarti 1 detik dapat menempuh jarak 300.000 Km pangkat dua, maka waktu 1 detik akan dapat menempuh jarak = (300,000 Km)2= 90.000.000.000 Km per detik. Dengan demikian Kekasih Sang Khalik hanya memerlukan waktu sepersepuluh ribu detik untuk menempuh jarak 9.297.228, 406 Km dari Makkah-Palestina- Matahari-Neptunus – kembali lagi ke Makkah. Silakan dihitung ulang dengan teliti dengan melihat jarak antar planet yang ada di sistem Tata Surya.
ADVERTISEMENT
Jika diletakkan planet secara berurutan, maka susunan tata surya akan menampakkan delapan planet. Dua berada pada garis edar terdekat dengan bumi (planet dalam), dan lima pada garis edar berikutnya (planet luar). Bumi terletak pada garis edar ke tiga. Jadi start awal perjalanan isra' dan mikraj dimulai dari Planet Bumi, maka lintasan yang dilalui Kekasih Sang Khalik dimulai dari Masjidil Haram dilanjutkan ke Masjidil Aqsa, kemudian naik menembus tujuh lapis langit di tempat yang terjauh (Sidratul Muntaha) yang secara berurutan melewati rute mulai dari lapisan langit pertama yaitu planet Merkurius, kemudian menembus lapisan langit kedua yaitu Planet Venus, lanjut ke lapisan langit ketiga Planet Mars, terus melesat ke lapisan langit keempat yakni Planet Jupiter, lanjut lagi ke lapisan langit kelima Planet Saturnus, menembus lagi lapisan langit keeenam yakni Planet Uranus. Jika tempat yang terjauh yang dimaksudkan oleh Sang Khalik itu berada pada lapisan langit ke tujuh, maka itulah Planet Neptunus. Berapa jaraknya? Mari kita hitung.
ADVERTISEMENT
Menurut hitungan para ahli Jarak dari Masjidil Aqsha ke Masjidil Haram = 1. 239 Km dan jarak dari Bumi ke Matatahari = 149.598, 262 Km. Jarak dari Matahari ke Planet terjauh Neptunus = 4.498.396, 441 Km. Jika dijumlahkan semua jarak tempuh yang dilakukan Kekasih Sang Khalik dalam tempo 12 jam-pada satu malam yang dipilih-perjalanan itu adalah = 1.239 Km + 149.598, 262 Km + 4.498.396, 441 Km, maka total jarak tempuhnya adalah = 4.649.233, 703 Km (Empat juta enam ratus empat puluh sembilan ribu dua ratus tiga puluh tiga ribu koma tujuh ratus tiga kilo meter).
Jika perjalanan pulang kekasih Sang Khalik langsung menuju Masjidil Haram di Planet Bumi, maka jarak kembalinya adalah penjumlahan jarak antara Planet Neptunus ke Matahari dan dari Matahari ke Bumi yaitu sejauh 4.647.994, 703 Km. Jadi total jarak perjalanan Isra' dan mikraj pergi dan pulang total menjadi = 4.649.233, 703 Km + 4.647.994, 703 Km = 9.297.228, 406 Km. (Sembilan juta dua ratus sembilan puluh tujuh ribu dua ratus dua puluh delapan koma empat ratus enam kilo meter).
ADVERTISEMENT
Sekarang mari kita hitung kecepatan perjalanan cahaya. Satu detik perjalanan cahaya sama dengan 300.000 Km. Jika kita memaknai Isra' dan mikraj itu, tidak menggunakan cahaya yang normal, tapi cahaya di atas cahaya (Nur 'alan Nura) yang dapat diartikan Cahaya Pangkat dua atau Cahaya Quadrat, maka 1 detik perjalan cahaya = 300.000 Km, sehingga, 1 detik perjalanan Cahaya di atas Cahaya = 300.000 Km pangkat dua = 90.000.000.000. Km. Kalau menurut perjalanan cahaya normal saja maka 1 menit perjalan cahaya = 60 detik X 300.000 Km = 18.000.000, Km.
Sekarang terpulang kepada kita, apakah kita mengimani perjalanan Kekasih Sang Khalik diperjalankan dengan kecepatan Nur (hanya cahaya) atau Nur 'Alan Nura (Cahaya di atas cahaya). Jika diperjalankan dengan cahaya, maka waktu tempuh dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsa lalu Naik ke Sidhratul Muntaha dan Kembali lagi ke Makkah, dengan jarak tempuh 9.287.228,406 Km, maka waktu tempuhnya hanya berkisar 32 menit. Jadi ada waktu Kekasih Sang Khalik selama lebih dari 11 Jam untuk berdialog dengan Sang Khalik.
ADVERTISEMENT
Tapi kalau Kekasih Sang Khalik diberangkatkan dengan kecepatan cahaya di atas Cahaya, maka waktu tempuhnya hanya sepersepuluh (1/10.000) detik, jadi ada waktu Kekasih Sang Khalik untuk bertemu dan berdialog dengan Sang Kahlik selama 11 Jam, 59 menit, 59 detik. Tak terlalu sulit kita untuk mencerna dan mengimani kisah perjalanan Isra' dan mikraj, dengan hitung-hitungan itu.
Kisah itu lama diendapkan Bahlul dalam pikirannya. Bahlul sudah meyakini hitung-hitungan itu, karena jarak tempuh route perjalanan itu sudah merujuk pada hitungan jarak para ahli ilmu falaq. Akan tetapi kendaraan jenis apa yang dikendarai Kekasih Sang Khalik ke sana? Siapa crew yang ada di kendaraan itu? Apakah Kekasih Sang Khalik berangkat secara fisik atau ruhnya saja dan fisiknya berada dalam keadaan tertidur di Makkah? Kegelisahan ini disimpan Bahlul dalam benaknya. Seperti biasa Bahlul menghadap Syekh Soramettin.
ADVERTISEMENT
Hamba membaca perjalanan Kekasih Sang Khalik,
Dari Masjidil Haram ke Sidratul Muntaha,
Ini adalah persoalan yang sangat pelik,
Bolehkah hamba mendapat petuah?
Jarak ditempuh satu malam perjalan,
Melintasi angkasa berjuta hasta,
Banyak cibiran, banyak hinaan,
Membuat hati mejadi gelisah".
Demikian Bahlul memulai memulai perbincangannya.
"Bahlul, Bahlul, tak perlu Engkau risaukan tentang kisah itu. Kisah itu sudah dinukilkan dalam Kitab yang diturunkan Sang Khalik yang berisikan kebenaran yang tak perlu lagi Engkau ragukan. Engkau harus beriman, dan harus percaya dengan kisah itu, seperti kepercayaan Abu Bakar As Shiddieq ra, ketika ia mendengar kisah itu. Ia tak pernah mencari bukti dan berusaha untuk menyelidiki tentang kebenaran peristiwa itu. Dia hanya mengatakan, "Kalau yang menyampaikan itu adalah Kekasih Sang Khalik, maka itu benar adanya". Itulah sebabnya ia mendapat julukan As-Shiddieq.
ADVERTISEMENT
Berbeda dengan Syaidina Ali bin Abu Thalib ra, sore harinya ia menghadap Kekasih Sang Khalik, seraya membawa nampan yang tertutup kain berlumuran darah. Di dalam nampan itu ada kepala manusia. Itulah kepala manusia yang ditebas oleh sahabat Kekasih Sang Khalik-yang juga menantunya-yang mendapat gelar Karramallahu Wahjah.
Mengapa ia memenggal kepala pria malang itu. Pasalnya, di satu pagi ketika Kekasih Sang Khalik mengisahkan perjalananya tentang Isra' dan mikraj, pria malang itu meminta Kekasih Sang Khalik untuk mengangkat kaki kirinya. "Sekarang Engkau angkat kakimu yang kanan sebelah lagi", katanya.
Kekasih Sang Khalik, tak dapat melakukan itu. Pria malang ini tertawa terpingkal-pingkal diikuti oleh orang-orang yang sedang berkerumun di pasar itu. Kekasih Sang Khalik dipermalukan oleh pria malang itu. Akhirnya kabar itu sampai juga ke telinga Syaidina Ali bin Abu Thalib ra, kemudian ia memenggal kepala Pria malang itu dan membawanya ke hadapan Kekasih Sang Khalik.
ADVERTISEMENT
Ia mengatakan inilah pria malang yang melecehkan Kekasih Sang Khalik tadi pagi. Kekasih Sang Khalik memerintahkan Syaidina Ali bin Abu Thalib ra untuk membersihkan kepala dan wajah pria malang itu dan menguburkannya. Itu adalah kisah-kisah di balik pasca peristiwa Isra' dan mikraj.
Kini Engkau Bahlul, kembali mempertanyakan tentang kebenaran kisah itu menurut akal dan pikiranmu. Akal dan pikiranmu tak sanggup menjelaskan itu Bahlul. Tetapi jika pikiran dan hatimu hendak Engkau paksakan juga mencari alasan kebenarannya, bolehlah Engkau dengar kisah seekor kepinding.
Suatu hari seekor kepinding terpisah dari rombongannya. Sudah satu hari satu malam ia tak tampak berada dengan barisan kawan-kawannya. Para tetua di rombongan itu sudah dibuat sibuk mencari ke sana kemari. Tapi setelah satu hari satu malam menghilang, ia tiba-tiba muncul. Semua sahabat dan kerabat bertanya, tentang keberadaannya selama satu hari satu malam itu.
ADVERTISEMENT
Sang kepinding pun memulai ceritanya. "Aku, baru pulang dari Angkara, kata Sang Kepinding". Tentu saja kepinding yang mendengar cerita itu tertawa. "Bagaimana Engkau bisa berangkat ke Angkara, sekarang ini kita di Istanbul", kata kepinding yang lain. Sebagian kepinding tertawa terbahak-bahak, sebagian lagi senyum sinis, tapi ada sebagian lain dengan tekun mendengarkan kisah sahabatnya. Sang kepinding melanjutkan ceritanya. "Kemaren pagi aku masuk menyelinap dari celah lemari pakaian manusia dan masuk ke dalam kantung baju jasnya. Manusia itu kemudian memakai baju jas itu dan membawaku ke Istanbul International Ataturk Airport. Dari sana aku dibawa terbang dengan kenderaan yang sangat cepat, menuju Ankara International Esenboga Airport di Ankara. Hanya 45 Menit. Di Ankara aku mendengar perbincangan manusia itu, aku dengar salah satunya adalah petinggi manusia yang ada di negeri ini.
ADVERTISEMENT
Banyak pesan yang disampaikan, tapi banyak yang aku mengerti bahasa manusia itu. Sore harinya aku di bawa lagi pulang ke kota ini. Aku baru dapat keluar menyelinap dari kantung baju jas itu dan bergabung kembali di sini. Asal kalian tahu saja, aku bukannya berjalan dengan enam kakiku yang kecil seperti kaki kita ini menempuh jarak 584 Km. Aku diperjalankan, diperjalankan oleh manusia itu. Oleh karena itu jika kalian ingin tahu bagaimana caranya, dengan kederaan apa, berapa kecepatannya, Engkau harus tanyakan kepada manusia dan Engkau harus mengerti Bahasa manusia. Tapi bagaimanapun juga aku sudah pernah sampai ke Angkara", kata Sang Kepinding. Suasana menjadi hening, semua kepinding terdiam.
Begitulah Bahlul, perumpamaan kisah Isra' dan Mikraj. Kekasih Sang Khalik bukan berjalan dengan kakinya menuju Sidratul Muntaha, tapi ia di perjalankan oleh Sang Khalik, Zat Yang Maha Suci dengan kendaraan khusus, didampingi oleh crew kenderaan itu, Malikat Jibril Alaihissalam dan Malaikat Israfil Alaihissalam. Tak ada sulitnya bagi Sang Khalik, untuk berbuat sesuatu kepada hambaNya, apalagi memperjalankan hambaNya yang kala itu sedang diliputi kesedihan dan duka yang dalam, karena ditinggalkan orang-orang yang ia sayangi dan ia cintai.
ADVERTISEMENT
Orang-orang yang juga menyayangi dan mencintainya. Oleh karena itu jika Engkau hendak mengetahui kisah itu sesungguhnya, Engkau harus belajar Bahasa Sang Khalik dan penjelasannya pun harus menggunakan Kitab yang diturunkan Sang Khalik. Jangan Engkau jelaskan dengan bahasamu sendiri. Jika tidak, cukuplah Engkau mengimaninya seperti yang dilakukan oleh Abu Bakar Siddieq ra. Jangan seperti pria yang malang yang dieksekusi Ali bin Abu Thalib ra dan juga seperti kawanan kepinding yang tak mengerti bahasa manusia. Yang tak paham arti berjalan dan diperjalankan", ujar Syekh Sora. Bahlul diam membisu, seolah-olah dia sudah dapat memahami keterbatasannya selama ini.
Syekh Sora kembali melanjutkan pencerahannya. "Cahaya yang kita bincangkan ini Bahlul, adalah anugerah Sang Khalik. Cahaya yang dapat mengubah hal-hal yang tak terjangkau oleh akal dan pikiran kita. Ia tidak hanya dapat berubah menjadi kendaraan, tapi ia dapat mengubah perilaku dan jiwa manusia. Cahaya Sang Khalik bisa masuk ke dalam, pikiran, jiwa dan bahkan tubuh manusia.
ADVERTISEMENT
Orang yang di dalam jiwa, pikiran dan tubuhnya telah dibungkus oleh Cahaya Sang Khalik, tampak tegar dan auranya terpancar di sekelilingnya. Jika Engkau menghendaki Cahaya Sang Khalik itu masuk ke dalam pikiran, jiwa dan tubuhmu, maka lakukan hal-hal ini, Bahlul.
Pertama, bersihkan tubuhmu dengan wudu dan tegakkan salat fardu. Pelihara wudumu setiap detik. Kedua, bersihkan hatimu, dan isi dengan prasangka baik, jangan bergunjing atau melakukan ghibah, agar cahaya Ilahi menempel dalam hatimu.
Ketiga, bangunlah pada waktu sepertiga malam, bertahajjudlah. Sujud dan ruku'lah Engkau di malam yang sunyi dan senyap itu di saat orang lain sedang tertidur lelap. Sang Khalik, akan meletakkan qudratNya dan iradatNya di atas pembuluh darah dan organ tubuhmu yang lain.
ADVERTISEMENT
Ginjal akan bekerja untuk membersihkan darahmu, paru-paru akan menyuplai oksigen ke seluruh tubuhmu dan jantung akan mengalirkan darah ke otak dan ke seluruh tubuhmu.
Keempat, Peliharalah silaturrahmi, setiap orang yang bertemu denganmu ucapkanlah salam, bersedekahlah dengan senyummu. Jangan memalingkan wajah dengan makhluk ciptaan Sang Khalik, termasuk dengan hewan dan tumbuh-tumbuhan. Beri perhatian secukupnya.
Kelima, berbuat adil dengan diri sendiri dan sesama makhluk, walaupun kadang-kadang makhluk itu tidak Engkau sukai atau ia pernah berbuat tidak adil kepadamu.
Keenam, berbaktilah kepada orang tuamu dan sayangi serta penuhi nafkah keluargamu. Ketujuh, berkata-katalah dengan kalimat yang indah dan lemah lembut.
Kedelapan, jauhi semua perbuatan keji dan munkar. Kesembilan, makanlah makananan yang halal lagi baik. Jangan masukkan benda haram ke tubuhmu. Kesepuluh, berkumpullah dengan orang-orang yang sholeh.
ADVERTISEMENT
Kesebelas, Bacalah Surat Al Kahfi yang waktunya mulai ba'dah Ashar di hari Kamis hingga ba'dah Ashar di hari Jumat. Keduabelas, bayarlah zakat atas harta-hartamu, bersedekahlah walau Engkau dalam keadaan sempit.
Ketigabelas, berpuasalah pada hari-hari tertentu yang disunatkan, dan pada hari Senin serta Hari Kamis. Jika semua itu dapat Engkau amalkan Bahlul, Cahaya Sang Khalik akan membungkus seluruh anggota tubuhmu, jiwamu dan pikiranmu. Sang Khalik, akan menepati janjinya, akan mengangkat Engkau ke tingkat derajat yang lebih tinggi.
Jika Engkau sudah bertekad untuk melakukannya, maka lakukanlah secara bertahap, itupun sudah dapat menghinggapi Cahaya Sang Khalik pada dirimu, sampai Engkau dapat melakukannya dengan paripurna dan mendapatkan cahaya yang paripurna pula", demikian Syekh Soramettin mengakhiri ceramahnya.Bahlul sangat bersuka cita.
ADVERTISEMENT
Di samping keimanannya bertambah, ia pun mendapat formula untuk meningkatkan kualitas dirinya di mata Sang Khalik. Bahlul berpamitan pulang. Cahaya langit Istanbul tampak diselimuti kabut tipis. Di perjalanan pulang ke rumahnya, butiran salju menggelinding di atas mantel jaket yang ia pakai.