Catatan dari Istana Maimun: Gelar Datuk Panglima Laksamana Diraja untuk KSAL

Prof. Dr. Ok Saidin SH M. Hum H
Guru Besar Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara
Konten dari Pengguna
21 Oktober 2023 14:58 WIB
·
waktu baca 18 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Prof. Dr. Ok Saidin SH M. Hum H tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Catatan dari Istana Maimun: Gelar Datuk Panglima Laksamana Diraja untuk KSAL Foto: Dok. Istimewa
zoom-in-whitePerbesar
Catatan dari Istana Maimun: Gelar Datuk Panglima Laksamana Diraja untuk KSAL Foto: Dok. Istimewa

Gelar Datuk Seri Amar Cendekia

ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
“Daulat Tuanku… Daulat Tuanku!”, terdengar suara lantang dari Bintara Kesultanan Deli, tatkala Sultan Deli XIV memasuki Balairung Istana Maimun. Semua orang-orang besar bergelar dan tamu-tamu undangan berdiri dan menjunjung tangan di atas kepala memberi penghormatan.
ADVERTISEMENT
Sesaat kemudian tepat Pukul 09.00, awal pekan lalu (16/10/2023) Ketua Majelis Perhelatan Pemberian Gelar Adat/Kebangsawanan Kesultanan Deli Tengku Ikhwan Helda, S.T. gelar Tengku Seri Setia Pedukaraja melaporkan bahwa Acara Pemberian gelar kebangsawanan kepada Kepala Staf TNI Angkat Laut Laksamana Muhammad Ali, segera dimulai.
Sesaat kemudian, Tuanku Seri Sultan Mahmud Lamantjiji menitahkan kepada Ketua Majelis pertanda acara segera dimulai. Suasana di Balairung Istana Maimun hening. Para tamu dibawa hanyut ke suasana masa lalu tatkala Sultan dan orang-orang besar Bergelar Istana Maimun datang menghadap Sultan untuk memutuskan berbagai kebijakan.
Wewangian setanggi yang memenuhi ruangan Balairung Istana yang dibangun tanggal 26 Agustus 1888 itu, turut membawa semua hadirin larut dalam rangkaian acara yang diawali dari doa yang dipimpin oleh imam besar Masjid Raya Al Manshun, Al Ustaz Al Mukarram Ulumuddin Siraj Al Hajj.
ADVERTISEMENT
Tamu-tamu berpakaian lengkap khas Angkatan Laut, Darat, Udara dan kepolisian tampak memenuhi ruangan Istana bersama tamu-tamu undangan lainnya dan kerabat Istana Maimun yang mengenakan busana Melayu.
Tampak di barisan depan tamu-tamu terhormat hadir Tun Dr (HC) Haji Rahmat Shah bersama dengan tamu Pangdam I Bukit Barisan Mayjend TNI Mochammad Hasan, Wakapoldasu Brigjen Pol. Jawari, Kabinda Sumatera Utara Brigjen TNI H.Asep Jauhari Puja Laksana, Danlantamal I Belawan Laksamana Pertama Johanes Djanarko Wibowo, Ir.Ardan Noor M.Si Kaban Kesbangpolsu mewakili Pj Gubernur Sumatera Utara dan juga tampak hadir yang mewakili Pangkosek I Medan.
Selain itu, tamu-tamu dari kerabat dan keluarga besar TNI Angkatan Laut mengambil posisi di sebelah kanan Balairung, sedangkan orang-orang besar Bergelar Kesultanan Deli mengambil posisi di sebelah kiri. Di tengah dengan latar belakang Singgasana Sultan duduk Tuanku Seri Sultan Mahmud Lamantjiji Perkasa Alam Sultan Deli XIV bersama Pemangku Sultan Deli XIV Tengku Hamdy Osman Delikhan Al Haj Gelar Tengku Raja Muda Deli.
ADVERTISEMENT
Di barisan kiri duduk datuk 4 (empat) suku dan orang-orang besar Bergelar Kesultanan Deli: Datuk Adil Freddy Haberham, S.E. Kepala Urung Sepuluh Dua Kuta Gelar Datuk Seri Setia Diraja, Datuk Fauzie Moeris Al Hajj Kepala Urung Sukapiring Gelar Datuk Seri Indera Asmara, Ir. Tengku Muhammad Syafei, Tengku Pangeran Nara Kelana, Wazir Negeri Bedagai.
Kesultanan Deli, Tengku Ricky Awaluddin, Gelar Tengku Peduka Raja, Wazir Kejeruan Percut, Kesultanan Negeri Deli, Tengku Fauziddin Gelar Tengku Pangerah Bendahara Deli, Prof.Dr. H.OK. Saidin, SH.M.Hum Gelar Datuk Seri Amar Lela Cendikia, Ir. Siska Marabintang, M.Si Gelar Raja Ampuan Indera Deli.
Kemudian Tengku Arief Hasan Delikhan Al Hajj, S.Sos.,MH gelar Tengku Pangeran Seri Indera Diraja, Tengku Moharsyah Nazmi,SH.,M.H gelar Tengku Duta Setia Narawangsa, Tengku Edar Husni Delikhan,S.P. gelar Tengku Temenggong Deli, Tengku Ikhwan Helda, S.T. gelar Tengku Seri Setia Pedukaraja, Tengku M. Syah Parunggit Husni Delikhan S.H.,M.Kn gelar Tengku Pangeran Seri Mangkunegara Deli, Tengku Nuhzatul Syima Delikhan gelar Tengku Puteri Seri Setia Kemala dan seluruh orang-orang besar Bergelar Kesultanan Deli lainnya.
Catatan dari Istana Maimun: Gelar Datuk Panglima Laksamana Diraja untuk KSAL Foto: Dok. Istimewa
Dalam sambutannya, Ketua Majelis Acara Tengku Ikhwan Helda, ST gelar Tengku Seri Setia Pedukaraja menuturkan. Bahwa Sultan Deli memiliki authority untuk mengi’tirafkan Gelar kepada siapa yang ia pandang berjasa bagi negeri ini.
ADVERTISEMENT
Tentu saja pengiktirafan Gelar Kebangsawanan kepada Kepala Staf Angkatan Laut Republik Indonesia yang hari ini dijabat oleh Laksamana TNI Dr. Muhammad Ali, SE.,M.M., M.Tr. Opsla yang kita ra’ikan bersama penuh dengan sukacita, menjadi titik awal pemantapan revolusi biru di Wilayah Kesultanan Deli dengan mengajak kawula masyarakat Adat Deli untuk bersama-sama memajukan bangsa dengan memanfaatkan potensi kelautan sebagai karunia dari Tuhan Yang Maha Esa.
Wilayah Kerajaan Negeri Deli yang tidak hanya meliputi daratan akan tetapi juga wilayah laut dan pantai sebagai mana tertera dalam Peta Sultansgebied dan ini sebagai bukti bahwa negeri Deli memiliki jejak sejarah yang panjang untuk mempertahankan wilayah laut.
Sebut saja kota Labuhan Deli, Belawan, Percut dan Bedagei adalah bukti sejarah yang tak bisa dipungkiri. Begitulah Putera Sultan Deli bernama Tengku Ismail bergelar Tengku Sulung Laut yang lahir di tengah perjalanan di lintasan laut dari Belawan menuju Bedagei, yang kelak kemudian memimpin Wazir Negeri Deli di Wilayah Kerajaan Deli di Bedagei dengan Gelar Tengku Pangeran Nara Kelana.
ADVERTISEMENT
Acara dilanjutkan dengan pembacaan sinopsis pemberian gelar oleh Prof. Dr. H. OK. Saidin, SH.M.Hum Gelar Datuq Seri Amar Lela Cendikia yang juga menjabat sebagai Kepala Urusan Pertanahan Kesultanan Del yang bersisikan alasan-alasan pemberian Gelar kebangsawanan ini. Alasan-alasan yang berisikan Memorie van Toelichting, Raison d’etre, Asbabun nuzul dari musyawarah kerapatan adat orang-orang besar Bergelar Kesultanan Deli.
Catatan dari Istana Maimun: Gelar Datuk Panglima Laksamana Diraja untuk KSAL Foto: Dok. Istimewa
Inilah cuplikannya.
Memahami arti penting melindungi negeri dengan mengobarkan semangat nasionalisme kerap kali tertumpu pada kemampuan individu. Individu yang tidak hanya terseleksi secara alami, tetapi melalui seleksi jabatan, profesinalisme, adab, akhlak dan kecintaan terhadap tanah air serta kesungguhan hati untuk melindungi segenap tumpah darah Indonesia.
Indonesia sebagai negara Erchipelago State, Laut menjadii tapal batas terluar dinding-dinding penyekat dengan bangsa lain yang hanya dapat dipagari oleh Angkatan Laut yang professional yang dikomandoi pimpinan tertinggi yakni Kepala Staf Angkatan Laut.
ADVERTISEMENT
Sebagai negara maritim, laut tidak hanya sebagai sarana transportasi yang menghubungkan dari pulau satu ke pulau lainnya, akan tetapi laut juga berisikan kekayaan plasma nutfah yang bernilai ekonomis. TNI Angkatan Laut adalah pelopor Revolusi biru. TNI Angkatan Laut berdiri tegak dengan wajah menengadah dan menghadap ke laut.
Konsep pembangunan ekonomi Indonesia ke depan tidak hanya mengandalkan pada konsep ekonomi hijau tapi juga bertumpu pada konsep ekonomi biru. Yakni konsep ekonomi yang memusatkan perhatiannya pada pembangunan berkelanjutan pada sektor kelautan. Marine resources management dengan pendekatan blue green economics.
TNI Angkatan Laut di bawah pimpinan tertinggi Angkatan Laut selama bertahun-tahun telah mengamankan dan menjaga keseimbangan daya dukung lingkungan laut. TNI Angkatan Laut telah mengawal laut dengan visi yang jauh ke depan, yang tidak untuk kepentingan generasi hari ini, akan tetapi untuk generasi yang akan datang. Menjaga dan merawat laut menjadi penting, agar bumi menjadi tempat yang aman dan nyaman untuk kita huni. Wilayah Indonesia menjadi surgawi bagi rakyat Indonesia.
ADVERTISEMENT
Karena itu Kesultanan Deli memandang kehadiran Institusi Angkatan Laut telah menorehkan prestasi gemilang di negeri tercinta ini dan karenanya Kesultanan Deli menyematkan gelar kebangsawanan Datuk Panglima Laksamana Diraja, kepada Kepala Staf Angkatan Laut Republik Indonesia yang yang hari ini dijabat oleh Laksamana TNI Muhammad Alidan Gelar ini dapat digunakan secara berkelanjutan terhadap pejabat yang memangku jabatan sebagai Kepala Staf Angkatan Laut Republik Indonesia.
Demikian alasan-alasan pemberian gelar kebangsawananan kepada Kepala Staf Angkat Laut Republik Indonesia, yang dibacakan dengan hidmat oleh Prof.Dr.H.Orang Kaya Saidin, SH.M.Hum yang juga Ketua Program Studi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
Selepas itu acara dilanjutkan dengan pembacaan dan penyerahan surat Cindera Tabalan, diikuti dengan pemasangan tanjak (tengkuluk) dan keris masing-masing oleh Tuanku Seri Sultan Mahmud Lamantjiji Perkasa Alam Sultan Deli XIV dan Pemangku Sultan Deli XIV Tengku Hamdy Osman Delikhan Al Haj Gelar Tengku Raja Muda Deli yang didampingi oleh para Datuq Empat Suku dan Orang-orang Besar Bergelar Kesultanan Deli.
ADVERTISEMENT
Rangkaian acara selanjutnya adalah mendengarkan fatwa dan titah Sultan Deli. Titah Sultan Deli diawali dari ucapan selamat datang kepada Bapak Laksamana TNI Dr.Muhammad Ali, SE.,MM., M.Tr.Opsla, selaku Kepala Staf Angkatan Laut Republik Indonesia beserta rombongan.
Catatan dari Istana Maimun: Gelar Datuk Panglima Laksamana Diraja untuk KSAL Foto: Dok. Istimewa
Seperti yang telah kita saksikan bersama prosesi pemberian gelar kepada Kepala Staf Angkatan Laut Republik Indonesia yang hari ini disematkan Laksamana TNI Dr.Muhammad Ali, S.E.,M.M., M.Tr. Opsla, yang baru saja berlangsung dengan hidmat tadi pagi, adalah sebuah pemberian gelar kebangsawanan yang sangat istimewa.
Istimewa karena selama ini yang mendapat anugerah gelar itu adalah pribadi perorangan. Tapi kali ini yang menerima anugerah geloar kebangsawanan ini adalah Instituysi yang. Bermakna bahwa, gelar ini dapat dilekatkan kepada siapa saja yang menyandang jabatan sebagai Kepala Staf Angkatan Laut Republik Indonesia.
ADVERTISEMENT
Pemberian gelar ini bukan tidak beralasan, demikian Sultan Deli. Pertama, KSAL adalah pejabat tertinggi di lingkungan Tentara Nasional Indonesia dalam bidang pengamanan wilayah laut Republik Indonesia.
Kedua, Indonesia memiliki wilayah laut yang luas nya 2/3 bagian dari total luas wilayah Indonesia yang merupakan satu kesatuan antara wilayah laut dan daratan dengan luas mencapai 5.193.250 kilometer persegi, yang terdiri dari luas daratan 1.919.440 kilometer persegi dan luas lautnya 272.820 kilometer persegi.
Luas daratan tersebar di berbagai pulau besar dan kecil yang jumlahnya mencapai 17.499 pulau di mana 2,55 juta kilometer persegi merupakan luas Zona Ekonomi Eksklusif, dengan panjang garis pantai 108.000 km.
Ketiga, Menurut Konvensi Hukum Laut Internasional UNCLOS III (United Nation Convention on the Law of the Sea III, 1982) paham negara kepulauan di Indonesia didasarkan pada archipelago concept yang telah mendapat pengakuan secara resmi oleh PBB yang bagi Indonesia pemaknaannya adalah sebagai penghubung antar daratan di Indonesia;
ADVERTISEMENT
Keempat, Konsep pembangunan ekonomi Indonesia ke depan tidak hanya mengandalkan pada konsep ekonomi hijau tapi juga bertumpu pada konsep ekonomi biru. Yakni konsep ekonomi memusatkan perhatiannya pada pembangunan berkelanjutan pada sektor kelautan.
Kelima, Jika sejak dulu dikumandangkan Indonesia sebagai Negara Agraris, tetapi ke depan Indonesia harus menguatkan pemahamannya sebagai negara maritim yang bermakna bahwa kita tidak lagi semata-mata berdiri menghadap ke darat dengan konsep ekonomi hijau, akan tetapi kita harus berdiri menghadap ke laut dengan konsep ekonomi biru. Keduanya harus dipadukan yang terangkum dalam satu kalimat, marine resources management and land resources management atau blue and green economics.
Sebab laut, demikian Sultan Deli, “Tidak hanya kaya dengan sumber protein, akan tetapi menjadi jembatan Penghubung antar negara dan secara sarana lalu lintas dan menjaga keseimbangan bobot planet Bumi.
ADVERTISEMENT
Karenanya juga laut harus dirawat agar dapat diwariskan untuk generasi yang akan datang. Merawat daratan dan lautan menjadi penting, agar bumi menjadi tempat yang aman dan nyaman untuk ditinggali. Kerusakan bumi dan langit tak akan dapat diminimalisasi, jika manusia menyadari akan arti masa depan Bumi.
Manusia selalu menjadi pangkal tiap-tiap perbuatan. Perbuatan menjaga alam dan perbuatan merusak alam. Dalam kajian Iptek dan Budaya, manusia menjadi makhluk penentu keberlangsungan bumi dan langit. Manusia di beri akal, pikiran dan kemampuan untuk melahirkan berbagai invensi dan inovasi.
Ilmu pengetahuan dan teknologi hasil olah pikir manusia, telah merubah alam dan prilaku manusia dan makhluk lainnya. Industrial Revolution 1.0 sampai dengan Industrial Revolution 4.0 yang hari ini memasuki Industrial Society 5.0 adalah capaian peradaban yang dibangun oleh manusia dari waktu ke waktu, yang bertumpu pada capaian ilmu pengetahuan dan teknologi. Industrial Revolution 4.0 dan Industrial Society 5.0 adalah merupakan sebuah konsep di mana dengan teknologi kehidupan manusia semakin hari semakin mudah.”
ADVERTISEMENT
Jika dicermati, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi itu sendiri bagaikan dua mata uang koin yang memiliki kekuatan dan kelemahan. Sisi kekuatannya urusan manusia kana dipermudah, efisiensi dan tingkat akurasi hasilnya lebih mendekati harapan atau keinginan manusia.
Sisi kelemahannya diperkirakan satu saat tugas yang seharusnya dilakukan oleh manusia akan dengan mudah digantikan oleh mesin. Itu saja berdampak pada semakin tingginya angka pengangguran, akan tetapi menyangkut juga soal tanggung jawab, hak dan kewajiban bila pekerjaan itu hasilnya akan berakibat pada aspek hukum.
Kegagalan robot atau artificial intelligence dalam mengeksekusi satu pekerjaan bisa membawa akibat atau berdampak pada kerusakan harta benda, kerusakan fisik alam dan lingkungan dan tak jarang pula akan membawa kematian.
ADVERTISEMENT
Pertanyaannya adalah; siapa yang bertanggung jawab atau kerugian dan kerusakan lingkungan itu. Karena itu konsep Industrial Revolution 4.0 dan Industrial Society 5.0 tak cukup hanya dipahami sebagai capaian peradaban manusia guna meningkatkan kualitas kehidupan manusia, akan tetapi juga capai kemajuan peradaban itu harus mampu menjaga keseimbangan masa depan bumi dan langit agar anak cucu kita hidup lebih aman dan nyaman di kemudian hari.
Di sinilah peran manusia sebagai inventor yang sekaligus pengendali ilmu pengetahuan dan teknologi beserta invensinya. Pada gilirannya semua itu diimplementasikan dengan mengajak negara hadir di dalam aktivitas itu. Semua elemen masyarakat, semua stake holders harus mengambil bagian.
Indonesia harus mengambil peran ini, sebagai negara pemilik hutan tropis ketiga terbesar di dunia setelah Brazilia dan Kongo. Ketika Indonesia menjadi tuan rumah di KTT ASEAN 2023 dengan mengusung tema “ASEAN Matters: Epicentrum of Growth”, Indonesia ingin membawa ASEAN menjadi kawasan yang memiliki peran penting, bagi negara kawasan dan dunia, baik berperan sentral sebagai motor perdamaian maupun kesejahteraan kawasan.
ADVERTISEMENT
Selain itu, Indonesia juga ingin menjadikan ASEAN sebagai pusat pertumbuhan ekonomi kawasan dan dunia. Dalam hal sustainability, ASEAN sebagai kawasan yang paling terdampak oleh bencana alam dan risiko terkait iklim maka perlu merapatkan barisan guna mempersiapkan dan mengarah ke tujuan yang sama dalam kaitan transisi menuju green technology, di antaranya melalui penyusunan ASEAN Taxonomy on Sustainable Finance dan Study on the Role of Central Banks in Managing Climate and Environment-Related Risk.
Tidak berhenti sampai di situ, wilayah laut Indonesia menyimpan banyak potensi produk obat-obatan yang diperlukan dalam industri farmasi. Potensi obat-obatan itu selama ini dikelola secara tradisional yang berbasis pada traditonal knowledge.
Ke depan para peneliti Indonesia haruslah terdorong untuk melahirkan invensi-invensi yang dapat mendukung kemandirian bangsa pada sektor obat-obatan atau industri farmasi yang bahan bakunya bersumber dari biota laut.
ADVERTISEMENT
Di sinilah peran Angkatan Laut Indonesia. Tugasnya tidak hanya dimaksud untuk menjaga wilayah perbatasan laut yang langsung berbatasan dengan negara asing, akan tetapi mengamankan dan menjaga wilayah laut Indonesia dari pencurian sumber-sumber kekayaan laut Indonesia melalui tugas dan fungsinya yang sangat strategis.
Dalam kaitannya dengan keberadaan Kesultanan Deli yang memiliki perjalanan sejarah yang panjang di negeri ini, mulai dari Sultan Deli pertama, Gojah Pahlawan (1632-1669) sampai Sultan Deli ke-XIV yang usianya memasuki 4 abad, Deli sejak sebelum zaman kemerdekaan telah mempertahankan wilayah laut. Sultan Deli awal berdirinya memilih pusat pemerintahannya di Labuhan Deli, sebuah kota di pinggir laut.
Pada masa Sultan Ma'moen Alrasyid Perkasa Alamsyah (1873-1924), Sultan Deli yang ke IX, berhasil meletakkan sendi-sendi pembangunan ekonomi yakni mendatangkan investor asing Belanda, terbukalah perkebunan yang luas dengan hasil ekspor yang melimpah ruah, sejak saat itu terbuka dan terjalin hubungan dagang antar negara hingga sampai ke Eropa. Semua itu dibuka melalui jalur laut.
ADVERTISEMENT
Oleh karena itu, bagi Kesultanan Deli, pengamanan wilayah laut tidak hanya penting, akan tetapi menjadi alasan kuat mengapa ibu kota kerajaan negeri Deli itu dibangun di Kawasan Wilayah Laut.
Karena alasan itu pulalah mengapa Gelar Kebangsawanan ini perlu kami sematkakan kepada Institusi KSAL, tanpa bermajksud mengurangi arti penting institusi Angkatan Darat dan Angkatan Udara.
Catatan dari Istana Maimun: Gelar Datuk Panglima Laksamana Diraja untuk KSAL Foto: Dok. Istimewa
Oleh karena luapan kegembiraan dan penuh sukacita kami menyambut kehadiran kerabat Istana Maimoon yang baru dan dalam kesempatan ini ingin rasanya kami menyampaikan curahan hati kami kepada Yang Mulia Laksamana TNI Dr. Muhammad Ali, S.E.,M.M., M.Tr. Opsla Gelar Datuk Panglima Laksemana Diraja.
Pada bulan Desember 1945 Sultan Deli mendapat telegram dari panitia Kongres Pemangku Adat se-Sumatera. Isinya adalah untuk menghadiri pertemuan raja/sultan/pemangku adat se-Sumatera pada tanggal 21-23 Desember 1945.
ADVERTISEMENT
Dalam pertemuan yang berlangsung selama tiga hari itu, Toenkoe Sulthan Oesman Alsani Perkasa Alam, Sultan Negeri Deli selaku Ketua Kongres menyampaikan dalam pidato penutupan kongres kalimat sebagai berikut:
Banyak peristiwa terekam dan tidak terekam yang memperlihatkan peran para Sultan se-nusantara dalam mewujudkan negeri yang merdeka.
Segera setelah itu Sultan Deli dan seluruh Sultan dan raja-raja se-Sumatera yang hadir berkomitmen untuk menyokong Republik Indonesia yang baru berusia 163 hari. Secara perlahan-lahan kekuasaan politik Sultan yang semula memiliki kedaulatan penuh, secara smart, smooth dan elegent dialihkan ke Pemerintah Republik Indonesia.
“Sultan Deli dalam upayanya bertahun-tahun membangun negerinya, meniggalkan warisan budaya materil dan immaterial. Dalam konteks budaya materil, Sultan Deli neninggalkan kebun-kebun yang luas, dari kontrak-kontrak konsesi, Deli Maaschappij, Deli Rubber Maaschaapij, Arensberg Maastchappij, American Company, kemudian menjadi Perkebunan Negara, sekarang PTPN, II, III dan IV,” tandas Sultan Deli.
ADVERTISEMENT
Sultan Deli juga meninggalkan bangunan infrastruktur, Telefonken Maastchappij, Deli Spoorweg Maatchappij, Ajer Bersih Maaschappij, masing-masing di kemudian hari menjadi, PT. Kereta Api Indonesia, PT. Telkom, PDAM Tirtanadi, Saranan Kantor Pos, Hotel dan kantor-kantor pemerintah, yang dibangun di atas tanah milik Kesultanan Deli, seperti Pelabuhan Udara Polonia, Pelabuhan Laut Belawan, semuanya kelak di kemudian hari diwariskan sebagai asset bangsa dan negara dan saat ini sebagian besar dikelola oleh Kementerian BUMN.
Dalam bidang budaya immaterial, peradaban dan budaya yang santun lagi lemah lembut, meninggalkan bentuk jalinan kekerabatan dan interaksi sosial yang egaliter, mampu menciptakan suasana kondusif di tengah-tengah masyarakat yang multi etnik.
Deli telah meninggalkan warisan peradaban masyarakat modern yang kelak menjadi contoh pembangunan di Indonesia dengan suasana kerukunan yang terpelihara yang mengundang banyak investor. Deli pada zamannya mendapat julukan Parisj van Sumatera. Lagu-lagu serta tarian modern pun turut disumbangkan dari Istana yang bertuah ini.
ADVERTISEMENT
Tidak itu saja, sajian kuliner, tata krama berpakaian, adab dan akhlak yang religius telah menjadi dasar pembentukan karakter warga Melayu yang kemudian banyak dicontoh oleh warga-warga lain. Sebut saja adat perkawinan yang megah, sya’ir, pantun dan petatah petitih yang berisikan nasehat-nasehat dan petuah-petuah.
Itu adalah warisan budaya yang tak ternilai harganya yang ditinggalkan oleh Peradaban Melayu Deli di bawah Imperium Kesultanan Deli selama hampir berusia 4 abad, sejak Sultan Deli Pertama naik takhta Tuanku Panglima Gotjah Pahlawan (1632-1669) yang semula diutus oleh Sultan Iskandar Muda untuk membuka hubungan diplomatik dengan “raja-raja kecil” di wilyah Kesultanan Deli sekarang.
Tuanku Panglima Gotjah Pahlawan adalah panglima Perang Angkatan Laut Sultan Iskandar Muda. Hari ini, Kesultanan Deli melekatkan Gekar Kebangsawanan Tertinggi dalam Bidang Kelautan dan memilih Laksamana TNI Dr.Muhammad Ali, S.E.,M.M., M.Tr. Opsla, dengan Gelar Datuk Panglima Laksemana Diraja yang bermakna sebagai penjaga, pengawal dan pelindung Wilayah Laut Republik Indonesia.
ADVERTISEMENT
KSAL menjadi bagian yang terintegrasi dengan Istana Maimun. Harapan besar Kesultanan Deli KSAL dapat memberikan sumbangan yang lebih baik lagi bagi negeri ini, bagi bangsa ini, bagi peradaban dunia modern yang religius dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia yang puncaknya adalah mewujudkan masyarakat adil dan makmur di bawah naungan Ideologi Pancasila, landasan juridis UUD Negara Kesatuan Republik Indonesia tahun 1945 serta tetap berada dalam kesatuan dan persatuan di bawah semboyan Bhinneka Tunggal Ika.
Keputusan untuk menganugerahkan gelar kebangsawan ini telah melalui pemikiran dan permusyawaratan dengan tilikan nur qalbu yang jernih oleh kerapatan adat Kesultanan Deli, mengingat Kesultanan Deli tidak memiliki tradisi secara berkala menganugerahkan gelar-gelar kebangsawanan tersebut, akan tetapi diberikan pada waktu yang sesui dengan Keputusanm Kerapatan Adat.
ADVERTISEMENT
Pertimbangan-pertimbangan utama kami untuk menganugerahkan gelar kebangsawanan ini adalah setelah menyaksikan betapa kerasnya Angkatan Laut Republik Indonesia dalam mempertahankan wilayah laut Indonesia dari berbagai ancaman.
Akhirnya, kami beserta seluruh jajaran kerapatan adat Kesultanan Deli berdoa agar kiranya stabilitas politik, keamanan, serta kemajuan perekenomian nasional yang dicapai oleh pemerintah—saat terlepas dari kesulitan-kesulitan yang dihadapi akibat gejolak politik dan ekonomi global—dapat terus secara kontiniu kita nikmati paska pesta politik nasional pada tahun 2024 yang akan datang.
Oleh karena itu, selaku Sultan di Negeri Deli, kami serukan, hormati setiap perbedaan, seperti yang dicontohkan oleh pendahulu-pendahulu kami, tempatkan perbedaan itu untuk merajut kesatuan, seperti kata pepatah Melayu, si Buta untuk menghembus lesung, si Pekak untuk membunyikan meriam, semua manusia adalah berguna.
ADVERTISEMENT
Perbedaan dalam pandangan, perbedaan dalam pilihan, perbedaan dalam berbagai hal adalah sebuah keniscayaan yang tak dapat dihindari di alam demokrasi modern. Itulah peradaban baru dalam sistem pemerintahan dan negara modern.
Tetapi pemimpin yang arif akan menempatkan perbedaan itu menjadi suatu kekuatan. Itulah yang dilakukan oleh Sultan Deli dari zaman ke zaman, sehingga suasana kondusif dalam perbedaan etnik dan keyakinan yang begitu plural Deli terus dapat membangunn negerinyaItulah tuah Deli, tuah tanah Deli yang terus mengikuti zamannya.
Menutup sambutannya, Sultan Deli mengajak semua para tamu undangan berdoa, semoga Allah SWT memberi kekuatan dan Rahmat yang melimpah kepada Datuk Panglima Laksemana Diraja, Laksamana TNI Muhammad Ali, selaku Kepala Staf Angkatan Laut Republik Indonesia, beserta jajarannya. Aamin Ya rabbal alamin.
ADVERTISEMENT
Sebelum acara ditutup terdengar suara dari pemebawa acara untuk meminta kepada Datuk Panglima Laksemana Diraja, Laksamana TNI Muhammad Ali untuk menyampaikan sambutannya. Dalam sambutannya, Perwira Tinggi Angkatan Laut yang lahir 9 April 1967 ini menyampaikan rasa suka cita yang dalam atas penyematan gelar ini kepadanya. Dengan gelar kebangsawanan ini resmilah sudah Lulusan Akademi Angkatan Laut Tahun 1989 ini menjadi Orang Besar Bergelar di Kesultanan Deli, menjadi Keluarga Besar Kesultanan Deli.
“Semoga, Perwira Tinggi Angkatan Laut dengan nama dan gelar akademik Laksamana TNI Dr.Muhammad Ali, S.E.,M.M., M.Tr. Opsla dapat membawa keberkahan yang melimpah bagi Kesultan Deli,” demikian harapan yang disampaikan Tengku Hamdy Osman Delikhan Pemangku Sultan Deli XIV.
ADVERTISEMENT
“Pengalaman beliau sebagai ajudan Wakil Presiden RI.Boediono, Pejabat Kasguskamlabar, Pati Sahli Kasal Bidang Ekojemen, Staf Khusus Kasal, Danguskamlabar, Waasrena Kasal, Gubernur AAL, Koorsahli Kasal, Pangkoarmada I, Asrena Kasal, Pangkogabwilhan I dan hari ini sebagai Kepala Staf TNI Angkatan Laut serta aktif mengikuti simposium serta seminar nasional dan internasional di berbagai negara seperti Amerika Serikat, Singapura, Malaysia, Sri Lanka, Korea Selatan, Bangladesh, sudah cukup menjadi alasan bahwa Gelar Kebangsawanan yang disandangkan Kesultanan Deli memanglah sudah pada tempatnya,” tutur Datuk Adil Freddy Haberham, Kepala Urung Sepuluh Dua Kuta.
Semoga ini akan membawa keberkahan bagi Kesultananan Deli khususnya dan bagi negara Negara Kesatuan Republik Indonesia secara keseluruhan.