Kegundahan Bahlul

Prof. Dr. Ok Saidin SH M. Hum H
Guru Besar Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara
Konten dari Pengguna
29 Oktober 2023 20:39 WIB
·
waktu baca 6 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Prof. Dr. Ok Saidin SH M. Hum H tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ilustrasi berdoa. Foto: Nong2/Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
ilustrasi berdoa. Foto: Nong2/Shutterstock
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Seperti biasanya, dalam kegundahannya Bahlul menghadap gurunya, Syech Sora Mettin.
ADVERTISEMENT
“Syech bantu saya mengatasi kegundahan hati saya yang sudah dalam seminggu ini melilit pikiran dan bathin saya,” ucap Bahlul dengan napas terengah-engah.
Bahlul subuh ini berjalan kaki dari Blue Mosque menelusuri lorong-lorong yang sejuk menuju rumah Syech Sora. Tampak Syech Sora sedang duduk membersihkan lensa kaca matanya. Di hadapannya tampak dua buku tebal. Satunya berjudul Ihya Ulumuddin. Kitab yang sangat legendaris. Karya besar Imam Ghazali yang sangat masyhur.
Bahlul menyampaikan tentang kerakusan manusia terhadap harta dan kekuasaan yang akhir-akhir ini menghinggapi kehidupan manusia. Seolah-olah ia tidak menghadapi kematian. Bahkan, saat ini berbagai cara dilakukan manusia untuk mengumpul-ngumpul dan menghitung-hitung harta.
Orang berlomba-lomba untuk melanggengkan kekuasaan. Bahkan menggunakan dan menghalalkan tindakannya dengan berbagai cara. Tak tanggung-tanggung di Negeri Bahlul perangkat kerajaan dalam bidang mahkamah di negeri itu ikut dirancang untuk bisa mengubah Qanun.
ADVERTISEMENT
Qanun sebagai kepakatan bersama yang hanya bisa diubah dengan kerapatan Dewan Diraja sebagai lembaga pembuat Qanun. Bukan oleh Lembaga yang yang melindungi, mengawal, dan mengawasi jalannya Qanun. Kini Lembaga yang mengawal penegakan Qanun ikut membuar Qanun.
Ketika Sang Penguasa tak memungkinkan lagi meneruskan kekuasaannya ia cari jalan untuk meneruskan kekuasaan itu kepada kerabatnya. Harapannya tentu agar kekuasaan itu tak jauh-jauh meninggalkannya. Itulah yang membuat Bahlul begitu gundah selama sepekan ini.
“Bahlul, jangan gundah gulana. Jangan putus asa dan jangan mudah mengeluh”, ucap Syech Sora memulai dialognya dengan Bahlul.
“Semua yang terjadi di alam ini tunduk pada takdir Ilahi Rabbi. Termasuk takdir terhadap orang-orang yang disesatkan Allah Azza Wa Jalla dalam perjalanan hidupnya. Tak ada yang bisa menunjukinya kecuali Allah Azza Wa Jalla. Karena Allah yang Maha Perkasa lagi Maha Kuasa yang memiliki kekuasaan untuk menentukan takdir, maka Allah juga yang dapat mengubahnya. Begitu juga terhadap orang yang diberi petunjuk oleh Allah Subhanahu Wata’ala, maka tak ada satu manusia atau golongan syaitan dan jin sekalipun tuntuk menyesatkannya. Begitulah takdir Allah Ilahi Rabbi akan berjalan sesuai kehedak-Nya, jika manusia tak pernah meminta dan berdoa untuk mengubahnya. Engkau tahu, Bahlul, tak akan berubah nasib satu kaum jika kaum itu tak mau mengubahnya.”
ADVERTISEMENT
“Kalau begitu bisa juga taqdir Ilahiyah itu diubah?” tanya Bahlul sambil menatap Syech dengan penuh harap.
“Bahlul, Allah Azza Wa Jalla yang Maha Berkehendak, Dia bisa mengubah apa yang Dia kehendaki. Mengubah api yang panas menjadi tak panas untuk Rasulullah Ibrahim Alaihissalam. Berkehendak atas kehamilan Maryam binti Ali Imran yang sekalipun ia tak pernah disentuh laki-laki. Nabi Yunus Alaihissalam yang tetap hidup di perut ikan selama berhari-hari. Takdir-takdir yang ditentukan Allah Azza Wa Jalla bisa berubah atas kehendak-Nya. Tapi kehendak itu tidak muncul tiba-tiba. Kehendak itu muncul jika manusia sebagai makhluk ciptaan-Nya yang menghendaki perubahan itu sungguh-sungguh meminta kepada-Nya. Tak cukup hanya meminta, makhluk itu harus menyucikan hati dan pikirannya. Manusia harus membuat jembatan panjang dalam doa-doanya menembus semua halangan dan rintangan untuk sampai kepada Allah Azza Wa Jalla Seumpama infrastruktur, jembatan panjang itu adalah kepatuhan manusia terhadap kewajibannya terhadap Allah Azza Wa Jalla. Infrastruktur itu dibangun dengan salat, zakat, puasa, dan menunaikan ibadah haji jika ada kemampuan. Setelah itu doa-doa itu akan memasuki lorong-lorong yang jauh seumpama jalan-jalan kecil untuk sampai kepada Ilahi Rabbi. Jalan-jalan kecil dibangun melalui infak, sedekah, dan wakaf,” jelasnya.
ADVERTISEMENT
“Tak cukup itu saja, Bahlul, yang paling penting adalah silaturahmi. Ini yang banyak dilupakan manusia, Bahlul. Silaturahmi akan 'menguak' jalan takdir. Alkisah seorang pemuda yang akan melangsungkan pernikahannya. Pada sore harinya terjadi dialog antara malaikat Jibril Alahissalam dengan malaikat Izrail Alahissalam . Malaikat Izrail Alahissalam mengatakan, 'Aku sebentar lagi di tengah malam ini mendapat perintah dari Allah Azza Wa Jalla untuk mencabut nyawa laki-laki ini'. Jibril hanya berkata, 'Engkau jalankanlah tugas yang telah diperintahkan Allah Azza Wa Jalla kepadamu'.”
Lanjutnya, “Malam itu si pria yang akan menikah esok pagi, disibukkan dengan satu kegiatan. Tiada hentinya malam itu ia membagi-bagikan makanan dan minuman yang lezat cita rasanya kepada siapa saja yang datang. Bahkan untuk kaum fakir dan miskin ia memberikan pakaian dan sedikit uang. Pekerjaan itu ia lakukan sampai larut malam. Beberapa tahun kemudian malikat Jibril Alaihissalam bertanya kepada malaikat Izrail Alaihissalam setelah menyaksikan pasangan pria itu begitu berbahagia dengan istri dan anak-anaknya. Padahal pria itulah yang beberapa tahun yang lalu oleh malaikat Izrail Alaihissalam akan dicabut nyawanya pada tengah malam satu hari sebelum pernikahannya. Malaikat Jibiril Alaihissalam bertanya, 'Mengapa demikian ya Izrail? Apa yang terjadi, dan apa yang dilakukan Pria itu?' Malaikat Izrail Alaihissalam menjawab, 'Pada malam itu pria itu telah membagi-bagikan makanan dan minuman yang lezat cita-rasanya kepada tamu-tamu undangan, kaum fakir miskin, jiran tetangga, dan siapa saja yang melintasi rumahnya. Tidak itu saja ia juga telah membagi-bagikan hartanya kepada tamu-tamu dengan penuh suka cita dan keikhlasan. Di antara orang-orang yang datang malam itu ada satu orang yang diijabah Allah Subhanahu Wataala doanya.”
Ilustrasi pria muslim sedang berdoa. Foto: Shutter Stock
“Orang itu adalah orang yang hidupnya serba kekurangan, tapi ia sangat menyayangi keluarganya. Menyayangi dengan sepenuh hati kedua orang tua, istri dan anak-anaknya. Baik akhlak dan adabnya kepada siapapun. Taat beribadah sesuai yang diwajibkan Allah kepadanya. Malam itu dia berdoa agar pria yang memberinya makan dan minum malam itu dipanjangkan umurnya, diberi limpahan rahmat kesehatan, diberkahi harta yang melimpah, dijadikan Allah istrinya menjadi istri yang saleha serta keturunannya menjadi anak-anak yang saleh dan saleha, serta dibahagiakan kehidupannya di dunia dan akhirat. Doa yang dikumandangkannya dikabulkan Allah. 'Allah kemudian memerintahkan aku', kata Malaikat Izrail Alaihissalam, 'Untuk tidak menjalankan tugas malam itu untuk mencabut nyawa pria itu'. Begitulah kisahnya Bahlul,” ungkap Syech Sora.
ADVERTISEMENT
“Karena itu, engkau harus banyak berdoa, sucikan dirimu, bersihkan pikiran dan jiwamu. Makanlah dari harta-harta yang halal. Perbanyak silaturrahmi,” pesannya kepada Bahlul.
Syech Sora memang seorang Sufi. Pandangannya selalu merujuk pada Kitab yang ditulis Imam Gazhali Ihya Ulumuddin yang dijadikan sebagai rujukan para ulama-ulama ahli fikih dalam membuat standar ilmu fikih.
Tidak itu saja Ihya Ulumuddin oleh para ulama sufi, kitab ini dijadikan pedoman yang materi-materinya menjadikan rujukan. Kitab ini mengandung dua unsur, yaitu fikih dan tasawuf, sehingga di dalamnya mengulas secara gamblang mengenai berbagai persoalan kehidupan dari berbagai perspektif pengetahuan, khususnya tentang ilmu tasawuf.
Secara umum, isi keseluruhan dari kitab Ihya Ulumudin ini mencakup tiga aspek utama dari ilmu agama, yaitu Ilmu Syari’at, Ilmu Thariqat, dan Ilmu Haqiqat. Imam Ghazali sebagai pengarangnya juga telah menghubungkan ketiga aspek tersebut menjadi satu penalaran yang mudah ditangkap dan dipelajari oleh pembaca.
ADVERTISEMENT
As-Sayyid Abdullah Al-Aydrus memberikan kesimpulan bahwa barangsiapa yang ingin meraih tiga ilmu tersebut (Ilmu Syari’at, Ilmu Thariqat, dan Ilmu Haqiqat), maka cukup baginya mempelajari kitab Ihya Ulumuddin.
Betapapun juga kegundahan yang dirasakan Bahlul pagi ini sedikit berkurang, setelah mendengar pencerahan dari Syech Sora Mettin. Tapi tentang ide dan gagasan perubahan tetap masih mengganjal di pikiran Bahlul.
Bahlul memang menginginkan adanya perubahan. Tapi ia tak tahu dari mana memulainya. Bahlul berjanji besok sore ia akan berkunjung lagi ke rumah Syech Sora, untuk menuntaskan kegelisahan yang masih tersisa di benaknya.