Mehmed II

Prof. Dr. Ok Saidin SH M. Hum H
Guru Besar Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara
Konten dari Pengguna
15 September 2021 10:24 WIB
·
waktu baca 19 menit
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Prof. Dr. Ok Saidin SH M. Hum H tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Oleh: OK. Saidin
Tepat Pukul 09.15 TRT Waktu Istanbul, Bahlul turun dari Istanbul Metrosu, kereta jalur M1. Tangannya masih terasa kaku setelah lebih dari 30 menit ia bergelantung di kereta yang melayani jalur dalam Kota Istanbul. Tampak dari kejauhan papan nama Watchtower menunjukkan angka 42,8 derajat Fahrenheit atau setara dengan 7 derajat Celsius. Mantel bulu yang dipakai Bahlul pagi itu seolah-olah tak mampu membentengi udara dingin yang terasa seperti menembus sumsumnya. Ia melangkah setengah berlari menuju bangunan tua bekas barak militer Ottoman. Bangunan yang diberi nama Rami Artillery Quarters dibangun pada tahun 1770-an. Kini bangunan itu oleh Recep Tayyip Erdogan disulap menjadi perpustakaan terbesar di Istanbul yang menyimpan 7.000.000 (tujuh juta) buku.
ADVERTISEMENT
Bahlul, melalap satu persatu buku yang berkisah tentang sejarah Turki. Ia hendak mencari kebenaran sejarah penaklukan Konstantinopel yang dilakukan oleh seorang yang cerdas, memiliki integritas dan kuat karakter kepemimpinannya. Ia adalah Muhammad Al Fatih putra Sultan Murad II. Keputusan Bahlul untuk melakukan ini karena ia mengikuti saran gurunya Syekh Soramettin. Berikut penuturan Bahlul dari hasil penelusuran kepustakaannya.
Mehmed II
Sultan Mehmed II adalah nama setelah ia ditabalkan sebagai Sultan untuk pertama kalinya pada tahun 1444 melanjutkan kepemimpinan ayahnya Sultan Murad II. Nama kecilnya adalah Mehmed—kebiasaan orang Turki tidak menggunakan nama seperti nama nabi—yang berarti Muhammad. Mehmed dilahirkan di Edirne, pada tanggal 30 Maret 1432, bertepatan pada hari Jum'at 18 hari bulan rajab 835 Hijriah. Ibunya bernama Huma Valide Hatun yang merupakan istri kedua Sultan Murad II.
ADVERTISEMENT
Sebelum Sultan Murad II wafat, pada usia 11 tahun untuk melatih dan mendapatkan pengalaman dalam memimpin, ayahnya menunjuk Mehmed sebagai Gubernur di Amasya yang merupakan bagian dari Wilayah Ottoman. Sepulang dari Amasya, ayahnya melantik Mehmed II menjadi Sultan, pada tahun 1444 saat usianya memasuki usia 13 tahun. Ia adalah Sultan termuda sepanjang sejarah Utsmaniyah, tapi dua tahun kemudian Sultan Murad II, menurunkannya kembali dari takhta, karena banyak keputusan yang ia lakukan dipandang oleh kalangan Istana membahayakan kelangsungan Ottoman. Mehmed harus turun takhta karena bisikan orang dekat ayahnya para menteri dan penasihat senior istana, terutama Candarli Halil Pasha, Wazir Agung merangkap Perdana Menteri Ottoman kepercayaan ayahnya yang juga orang kedua terkuat di Ottoman.
ADVERTISEMENT
Sejak awal, Candarli Halil Pasha tidak begitu suka dengan Sultan Mehmed II. Sejak Mehmed kecil Candarli Halil Pasha, dipercayakan ayahandanya untuk mendidik dan mengkader Sultan Kecil ini. Halil melihat Mehmed akan berpotensi untuk menduduki takhta dan itu menjadi ancaman baginya. Di Ottoman tak ada garis kekuasaan dalam pemerintahan. Jika Sultan lemah, maka Perdana Menteri bisa berkuasa penuh dan Sultan duduk manis sebagai boneka. Adalah Candarli Halil Pasha, Wazir Agung merangkap Perdana Menteri Ottoman, yang sangat berambisi untuk menjalankan roda pemerintahan Usmaniyah, dengan harapan Mehmed akan menjadi Sultan Boneka dan ia akan memegang kendali pemerintahan.
Di luar dugaannya, Muhammad Al Fatih tumbuh jadi pria yang gagah, kuat, serta cerdas. Dalam usianya 12 tahun ia sudah menguasai lima bahasa asing. Ia mahir memainkan pedang dan panah karena berlatih bersama pasukan Yanisseri. Pasukan yang paling ditakuti di Kesultanan Ottemen. Pada usianya memasuki 13 tahun ia ditabalkan di Balairung Istana sebagai Sultan ke-13, sultan termuda dalam sejarah Ottoman. Namun dia dijatuhkan oleh isu dan rumor bahwa ia terlalu muda. Tak bijak dalam memimpin. Ottoman berada dalam bahaya. Konfrontasi dan perang terbuka dengan Byzantium dan Kerajaan-kerajaan di Eropa lainnya akan tak terelakkan, jika ide dan gagasan Mehmed II dilaksanakan. Ottoman dan rakyatnya sedang dalam ancaman dan bahaya besar. Itulah rumor yang terus dikembangkan oleh penasihat istana dan disampaikan ke telinga ayahnya Sultan Murad.
ADVERTISEMENT
Halil Pasha dan para Menteri menyampaikan kabar kepada Sultan Mehmed II ketika ia sedang berada di halaman Istana. Halil mengatakan ada tamu yang sedang menunggu. Mehmed II bergegas ke balairung Istana. Tampak Sultan Murad II sedang duduk di Singgasananya seraya mengatakan, "Kemari dan dengarkan, hari ini statusmu sebagai Sultan saya tarik dan akan kembali lagi ke takhta ini setelah engkau siap".
Mehmed II berang, ia marah. Ia merasa ada yang mengkhianatinya. Matanya tertuju kepada Halil Pasha, Wazir Agung yang merangkap sebagai Perdana Menteri. Sultan Murad II memerintahkan agar Mehmed II meminta maaf kepada Candarli Halil Pasha, Wazir Agung dan para Menteri. Mehmed II lama terdiam, sampai ayahnya mengatakan, "Lakukan jangan sampai aku kehilangan kesabaran!" Dengan berat hati Mehmed mengucapkan kata "maaf" tanpa mencium tangan Candarli Halil Pasha, Wazir Agung. Ia keluar meninggalkan balairung Istana. Candarli Halil Pasha, Wazir Agung kembali menjalankan roda pemerintahan, sedangkan ayahnya duduk sebagai Sultan boneka. Lepas pencopotannya dari jabatan Sultan, Mehmed ditunjuk untuk mengepalai wilayah Manisa Provinsi Aegea, sebagai Gubernur sampai ia berumur 19 tahun. Penunjukannya sebagai Gubernur oleh Mehmed dimaknainya sebagai "pembuangan", agar Candarli Halil Pasha, Wazir Agung dapat leluasa menjalankan pemerintahan.
ADVERTISEMENT
Pada Februari 1451, ia mendapat berita ayahnya Sultan Murad II wafat. Ia memacu kudanya dari Manisa menuju Istana Adrianopel. Ia disambut Candarli Halil Pasha, Wazir Agung layaknya seperti seorang putera yang kembali ke pangkuan ibunya. Candarli Halil Pasha membuka kedua tangannya lebar-lebar seperti seorang Sultan, sementara Mehmed masih di atas kuda tunggangannya. Mehmed turun dari kudanya, dan menyodorkan tangannya ke wajah Candarli Halil Pasha. Dengan gugup Candarli Halil Pasha mencium tangannya dan dari mulutnya keluar ucapan "Sultan".
Mehmed II naik takhta untuk kedua kalinya tepat pada usianya 19 tahun. Kini giliran Candarli Halil Pasha, Wazir Agung kehilangan pengaruhnya. Inilah saatnya Mehmed II mewujudkan impiannya, sejak ia kecil, yakni merebut Konstantinopel. Saat itu kekaisaran Byzantium dipimpin oleh seorangan Kaisar yang tangguh dan pemberani serta sangat peduli dengan rakyatnya Konstantinus XI, yang juga Kaisar Byzantium ke-57. Sangat sedikit Kaisar yang autokrat dan absolut melebihi para Kaisar yang pernah ada dalam sejarah Romawi Timur. Itu hanya ada pada Konstantinus XI. Tapi ia membiarkan tumbuh para pedagang yang berkomplot dengan mafia dan mengambil pajak dari rakyat serta biaya keamanan dari negeri-negeri tetangga.
ADVERTISEMENT
Hampir sepanjang Abad Pertengahan, Konstantinopel yang dibangun pada 11 Mei 330 itu menjadi ibu kota Kekaisaran Romawi Timur. Jason Goodwin, penulis buku "Lord of the Horizons", menamakan "Kota ini adalah kota yang ditakdirkan untuk menjadi Pusat Dunia. Engsel di antara Asia, Eropa, Laut Hitam, Wilayah Mediteranian, Balkan dan Italia. Kota ini bagaikan seekor kupu-kupu dan tubuh kupu-kupu itu adalah Konstantinopel". Dr. Karen Barkey, Haas Distinguished Chair UC Berkeley, menyebutnya, "Konstantinopel adalah konsep kota yang lebih dari sekedar tempat strategis. Kota ini merepresentasikan lapisan-lapisan kekaisaran, dari peradaban yang tertanam di dalamnya. Dr. Emrah Safa Gurkan, Associate Professor of History, Istanbul University menyebutkan bahwa "Jika ada kota terbesar di Mediteranian, maka itu adalah Konstantinopel. Kota ini selalu disebut sebagai tanah perjanjian. Siapapun yang menguasai Konstantinopel ia akan menjadi penguasa dunia".
ADVERTISEMENT
Itulah sebabnya Osmania terus menerus berusaha untuk merebut kota ini. Konstantinopel kota terbesar dan termakmur di Eropa tak tersentuh oleh Pasukan Ottoman dari generasi ke generasi yang tercatat sudah melakukan serangan sebanyak 23 kali.
Kesultanan Utsmaniyah (Devlet-i ʿAliyye-yi ʿOsmâniyye) didirikan oleh Sultan Usman pada 27 Juli 1299 di kota Bursa, Anatolia. Ayah Usman adalah kepala wilayah dalam Kesultanan Seljuk. Ketika terjadi konflik politik di kesultanan tersebut, Usman membentuk kesultanan sendiri dan meluaskan wilayah kekuasaannya. Mehmed ll merupakan sultan ke-13 dari dinasti Usman (Othoman) yang kala itu berkedudukan di Adrianopel (Asro Kamal Rokan).
Sejak kecil Mehmed II sudah berangan-angan untuk menaklukkan Konstantinopel. Mehmed terilhami dari penaklukan Alexander Agung terhadap Timur, pada usia 19 tahun. Karena itu Mehmed II sangat marah jika dikatakan ia belum siap, belum dewasa, atau ada yang mengatakan dia masih anak-anak. Akhirnya, hari yang ditunggu Mehmed II tiba juga. Setelah ia duduk di kursi Kesultanan, ia merancang strategi penaklukkan, pasukannya sebanyak 80.000 berjalan dari Adrianopel sejauh 238 Km menuju Benteng Konstantinopel dan tiba 2 April 1453.
ADVERTISEMENT
Muhammad al-Fatih—nama lain sebelum ia dinobatkan menjadi Sultan ke-13—melakukan konsolidasi internal. Tentu ini tidak mudah untuk ia lakukan, sebagai anak muda. Seperti rumor yang dikembangkan di seputar istana, kemampuannya diragukan oleh para menteri senior dan penasihat kerajaan. Rumor dan opini itu tentu saja dihembus oleh Candarli Halil Pasha, Wazir Agung merangkap Perdana Menteri Ottoman pada masa ayahnya berkuasa yang tetap diberdayakan Mehmed. Tapi Mehmed II juga membentuk Penasihat muda pimpinan Zaganos Pasha, sahabat yang mendampinginya ketika ia diberi tugas oleh Kesultanan sebagai Gubernur Manisa Provinsi Aegea setelah ia diturunkan dari takhta.
Ujian Pertama ketika ia baru naik takhta adalah menaklukkan pemberontak dan penjarah tanah di Anatolia. Para pemberontak berhasil ia luluh lantakkan. Takhta yang ia duduki sekarang inipun berada di bawah bayang-bayang ancaman dari Pamannya Pangeran Orhan yang hidup bersenang-senang. Ottoman membangun diplomasi dengan Romawi dengan menitipkan Orhan di kota Konstantinopel. Orhan memiliki klaim atas takhta Mehmed selaku adik kandung Sultan Murad II, lalu ia disembunyikan di kota Konstantinopel di bawah pengawasan Byzantium, sebagai imbalan Romawi meminta Ottoman untuk membayar biaya pengamanan dan penjagaan. Kini Byzantium meminta Ottoman menaikkan biaya keamanan dan penjagaan 300 % dari sebelumnya, jika tidak pamannya akan dibebaskan dari penjara. Ini menimbulkan kemarahan Sultan Mehmed II kepada Kaisar Konstantinus XI.
ADVERTISEMENT
Pada satu malam Mehmed II memerintahkan Zaganos Pasha untuk memanggil Candarli Halil Pasha. Wazir Agung itu tampak gugup dan membawakan hadiah seuncang emas ke hadapan Sultan. Sultan marah, sambil melemparkan emas itu Sultan mengatakan, "Aku tak perlu Emas, tapi aku perlu telingamu". Malam itu, Sultan Mehmed II menyampaikan keinginannya. Ia berkata, "Aku baru saja bermimpi. Aku melihat Ayahku, Leluhurku Osman, mereka tunjukkan jalanku ke depan membawaku bergerak ke Konstantinopel dan berjalan ke Hagia Sophia, dan merebut "Apel Merah" Allah telah memperlihatkan jalan kepadaku, Allah memerintahkan kepadaku untuk menaklukkan Benteng Theodosian Konstantinopel, menaklukkan Apel Merah "
Sultan menegaskan kemauannya untuk membangun Benteng di dekat Benteng Konstantinopel wilayah Romawi, Benteng itu diberi nama Rumeli Hisari, yang bermakna Benteng di negeri Romawi. Untuk mengontrol selat Bosporus dan memutus semua pasukan bantuan militer Eropa di Laut hitam. Benteng itu diberi julukan Pemotong Tenggorokan. Wazir Agung mengatakan ini bukan diplomasi, ini peperangan. "Pertimbangkan lagi keinginanmu", kata Wazir Agung. "Tempat itu wilayah Romawi", lanjut Wazir Agung. "Apapun yang ada di dalam Benteng Konstantinopel adalah milik Romawi tapi apapun yang ada di luar Benteng Konstantinopel adalah milikku", kata Mehmed II kepada Wazir Agung. Wazir Agung tak suka ide Mehmed II untuk membangun benteng. Ia lebih suka kompromi dan berdiplomasi. Sebaliknya pimpinan penasehat dari golongan muda Zaganos Pasha mendukungnya.
ADVERTISEMENT
Akhirnya benteng itu selesai dibangun dalam waktu 4,5 bulan. Kaisar Konstantinus XI mengirim utusan kepada Mehmed II mengajukan keberatan atas pembangunan benteng itu. Yang terjadi selanjutnya, Mehmed mengirimkan hadiah penggalan dua kepala sang utusan Konstantinus XI. "Kita perlu bantuan Katholik kata Konstantinus XI di hadapan para menterinya", kata Kaisar Konstantinus XI selepas membuka bungkusan dua kepala penasehatnya yang dikirim Sultan Mehmed II. Loukas Notaras, Grand Duke, seperti Wasir Agung di Ottoman, tangan kanan Kaisar protes keras terhadap keinginan Kaisar untuk mendatangkan bantuan Katolik dari Eropa. Loukas adalah orang terkaya di seluruh wilayah Balkan yang membiayai Kaisar dalam pembelian senjata. Ia pedagang dan penganut keyakinan Kristen Ortodoks, yang tak suka dengan Katolik. Ia mengatakan, "Aku lebih suka melihat orang bersorban memasuki benteng ini daripada melihat topi kardinal". Loukas adalah pedagang besar, Grand Duke Kekaisaran Konstantinus XI dan bersahabat dengan mafia, dan bajak laut.
ADVERTISEMENT
Sebelum penyerangan, Pada 6 April 1453, Mehmed mengirimkan tawaran terakhir – karena begitulah yang diajarkan Islam jika hendak berperang-kepada Kaisar Konstantinus XI, bahwa tidak akan ada pertumpahan darah, tidak akan ada nyawa manusia dikorbankan, tidak akan ada tindakan melukai orang, juga tidak akan ada penjarahan harta, jika Kaisar Konstantinus XI dengan sukarela membuka gerbang kota dan mencium tangan Sultan.
Konstantinus XI menolak tawaran itu, ia menyiapkan pasukannya dan mengundang Giovanni Giustiniani Longo, Pimpinan tentara bayaran dari Itali, Genova, sahabat Loukas. Ia membuat kesepakatan dengan Giustiniani. Jika pasukan Giustiniani dapat menaklukkan Mehmed II, maka Giustiniani mendapat hadiah Pulau Lemnos. Di situ Giustiniani boleh melakukan aktivitas apa saja, berbisnis tanpa dipungut pajak, dan lain-lain. Giustiniani menyanggupi tawaran Konstantinus XI dan membawa pasukannya sebanyak 2.000 personel.
ADVERTISEMENT
Sultan Mehmed menyiapkan strategi perangnya. Ia meminta penasehatnya untuk mengundang Orban keturunan Hungaria seorang Kristiani, ahli pembuat Mariam. Ia menawarkan membuat meriam raksasa dan selesai dikerjakan dalam waktu 3 bulan dengan panjang 8 Meter, berdiameter 750 mm dan mampu melemparkan peluru dari batu dengan diameter 63 cm seberat 1,5 ton, dengan jarak luncuran peluru sejauh 2 Km. Meriam ini beratnya 16,8 Ton sehingga untuk menghadapkannya ke tembok Konstantinopel perlu ditarik dengan kereta lembu sebanyak 60 ekor dan 200 tentara. Ini meriam terbesar pada zamannya untuk meruntuhkan tembok Konstantinopel. Orang Yunani menyebut meriam ini dengan nama Basilica (id.wikipedia.org)
Selama sepekan meriam ditembakkan ke Benteng Konstantinopel. Dentumannya bisa membuat wanita hamil jadi melahirkan. Sebagian dinding benteng yang terkena, rubuh. Tapi tidak pada sebahagian lagi, sebab benteng itu dibangun berlapis sepanjang 5,5 Km atau 14 Mil, Tinggi 12 meter, dan tebal tembok 5 Meter. Itu bahagian tembok dalam. Dengan jarak 20 Meter dari tembok dalam dibangun tembok luar dengan ketebalan dinding 2 Meter dan tinggi 8,5 Meter (www.tourketurki.com). Tembakan meriam itu membuat pasukan Giustiniani dan Kaisar ketir dan penduduk kota gaduh.
ADVERTISEMENT
Giustiniani melancarkan serangan terbuka, banyak jatuh korban di pihak Mehmed II. Serangan terbuka berlangsung dalam beberapa babakan, dan kelihatannya pasukan Ottoman semakin banyak yang gugur, melawan pasukan Giustiniani yang terlatih.
Sultan Mehmed menemui Giovanni Giustiniani Longo, Sultan Mehmed mengatakan, "Engkau hanya pasukan bayaran, ini bukan perangmu, tapi ini adalah perang kami. Sebaiknya Engkau mundur dan rumor bahwa Kaisar Konstantinopel menawarkan Pulau Lemnos kepadamu jika memenangkan pertarungan melawan kami, sesungguhnya itu juga ditawarkan oleh Kaisar Konstantinus XI kepada dua orang lainnya yang ikut dalam peperangan ini"
Kini Sultan Mehmed II menawarkan hal yang lebih dari apa ditawarkan oleh Konstantinus XII kepada Giustiniani, asalkan dia bersedia menarik pasukannya dan ia akan mendapat imbalan yang lebih dari apa yang ditawarkan Kaisar. Giustiniani sempat berubah pendirian, namun ia kembali lagi pada perjanjiannya semula dengan Kaisar Konstantinus XI, setelah Kaisar meyakinkannya akan datang bantuan dari Paus, bantuan pasukan 100.000 personil dari Venesia.
ADVERTISEMENT
Mehmed tak pernah kehabisan ide. Ia pria cerdas, ahli dalam strategi perang dan mampu menggunakan semua instrumen alat-alat perang. Ia mengepung Konstantinopel dari darat dan laut. Bagaimana Mehmed bisa melabuhkan kapalnya di laut Mediterania? Sedang pintu masuk ke Laut Mediterania dikawal ketat oleh kapal-kapal Byzantium. Mehmed memerintahkan pasukan nya untuk melabuhkan kapal-kapalnya melalui jalan darat. Ia memotong rute darat menarik kapal-kapalnya melalui daratan dan akhirnya berlabuh di laut Mediterania. Kaisar Konstantinus XI dan Giustiniani tak menduga itu akan terjadi. Penduduk kota panik, dentuman meriam terus berbunyi. Serangan dilakukan berminggu-minggu, tapi tak ada tanda-tanda kemenangan di kedua belah pihak. Pasukan Mehmed yang jumlahnya 40 kali lipat (80.000) dari pasukan Konstantinopel yang hanya mengandalkan tentara bayaran pimpinan Giustiniani (2.000), semakin hari semakin berkurang.
ADVERTISEMENT
Kedua belah pihak hampir putus asa. Byzantium bangkrut, koin emas dan perak habis. Kaisar Konstantinus XI memerintahkan untuk melebur perhiasan dan benda-benda yang terbuat dari emas dan perak, termasuk lambang-lambang suci dilebur untuk dijadikan koin. Konstantinus XI sedang menunggu bantuan tentara dari Venesia dengan jumlah 100.000 pasukan, tapi tak pernah tiba. Akhirnya kapal itu datang hanya 4 unit dan mendapat perlawanan dari pasukan Mehmed II. Di kubu Mehmed II juga mengalami keputusasaan. Banyak prajurit yang tewas. Pasokan makanan semakin menipis. Kondisi psikologis pasukan semakin hari semakin turun. Halil Pasha penasehat Mehmed II orang kedua Kerajaan, menyarankan agar diajukan tawaran gencatan senjata kepada Kaisar Konstantinus XI. Halil mengatakan, "Majukan syarat, Kaisar Konstantinus XI pasti akan memenuhinya. Nanti bila kita sudah kuat, kita kembali lagi", kata Halil Pasha. Halil Pasha terus mendesak Mehmed untuk gencatan senjata, karena ia melihat sudah terlalu banyak pasukannya yang menjadi korban dan belum ada tanda-tanda kemenangan. Meriam Basilica Pun sudah terbelah tak berfungsi lagi, yang pada saat terbelah banyak korban yang jatuh di kubu pasukan Mehmed II dan hampir juga menewaskan Sultan.
ADVERTISEMENT
Di tengah situasi itulah, Ibu tiri Mehmed Sultana Mara Brankovic dari Serbia yang mengasuhnya sejak ia berumur 6 tahun memberi kabar. Sultana Mara Brankovic adalah istri ketiga ayahnya yang tak memiliki keturunan. Sultana Mara menyemangati Muhammad Al Fatih setiap kali menghadapi persoalan, terutama jika terjadi ketegangan dalam hubungannya dengan Wazir Agung. Sultana Mara selalu berkata, " Engkau akan naik Takhta dan Konstantinopel Ibu Kota Romawi Timur itu akan jatuh di tanganmu. Masa kecil Mehmed berada dalam kasih sayang Ibu tirinya ini. Ibu kandungnya hanya mengasuhnya sampai ia berumur enam tahun. Saat ia dipanggil ayahnya untuk tinggal di Istana Andrianopel, karena kakak kandung Mehmet, anak pertama Sultan Murad II meninggal dunia. Saudara laki-lakinya yang lain juga didapati wafat dalam keadaan tak wajar dalam keadaan leher tercekik. Mehmed satu-satunya pewaris takhta kerajaan. Ia Pun tak begitu mengingat wajah ibunya. Buku-buku sejarah pun tak mencatat dari mana asal ibunya, ada yang menduga bahwa ibunya Huma Valide Hatun dari bangsa Byzantium. Orang hanya mengenalnya dengan panggilan "Hatun" dan sampai ia wafat tetap menjadi rahasia yang tak terungkap. Setelah Sultan Murad II wafat Sultan Mehmed II naik takhta, Sultan Mara kembali ke Serbia. Mehmed memintanya untuk menjadi "mata dan telinganya" di Eropa.
ADVERTISEMENT
Di saat Mehmed dalam keadaan bimbang terhadap tawaran Halil Pasha untuk gencatan senjata, tentara Venesia juga sudah akan merapat beberapa minggu lagi, malam itu sedang terjadi gerhana bulan. Dari negeri yang jauh Serbia, Sultana Mara mengirim kabar untuk bertemu Sultan Mehmed di luar kemahnya. Mehmed memacu kudanya dan menemui Sultana Mara. Pertemuan Sultana Mara dengan Mehmed sangat singkat di tempat rahasia, karena setelah itu Sultana Mara harus kembali ke negerinya. Sultana Mara mengatakan, "Berdasarkan ilmu astronomi, akan terjadi pergeseran tata surya, dan menurut kepercayaannya, Konstantinopel akan jatuh.
Malam itu bulan merah darah, itu pertanda kemenangan bagi Sultan", begitu tutur Sutana Mara, seperti yang dulu pada masa Mehmed kecil Sultana Mara selalu menceritakan kisah itu. "Karena itu, jangan mundur, mulailah susun pasukan dan berperanglah, taklukkan Konstantinopel", demikian perbincangan Sultana Mara dengan Mehmed malam itu. Spirit itulah yang menyemangatinya untuk menaklukkan Konstantinopel. "Lihatlah Gerhana bulan. Bulan merah darah, bagi Konstantinopel itu tanda kehancuran, tapi bagi Sultan itu adalah berita tentang kemenangan", lanjut Sultana Mara.
ADVERTISEMENT
Pasukan Mehmed melakukan sholat gerhana pada malam itu, malam sebelum serangan babak terakhir dimulai. Paginya langit Byzantium cerah, di atas kuba dibalik lambang Salib Gereja Hagia Sophia tampak asap putih tebal keluar dan terbang ke angkasa. Kaisar dan orang-orang kerajaan mengatakan itu pertanda buruk. "Lebih dari 1.100 tahun kota ini dijaga oleh Bunda Maria, tapi hari ini Bunda Maria meninggalkan kota ini. Ini pertanda tidak baik bagi kita", ucap Kaisar Konstantinus XI
Tanggal 29 Mei 1453, saat serangan terakhir dimulai, Mehmed menyadari ini harus dilakukan, atau tidak sama sekali. Kedua pimpinan kerajaan ini menjadi pemimpin pasukan dalam pertempuran sengit itu. Kaisar Konstantin XI juga berpendirian, ia akan ikut berperang bersama pasukannya. Gerbang st. Romanus tempat arena pembantaian di kawal oleh Giustiniani Longo.
ADVERTISEMENT
Malam itu Mehmed menyemangati pasukannya. Ia mengulangi cerita dalam pidatonya di hadapan pasukannya bahwa,"Di sini Ayah dan semua nenek moyang kita telah meneteskan darahnya. Mulai malam ini kita harus membalaskannya. Karena nabi mengatakan benteng ini nanti akan takluk di bawah panji-panji Islam, oleh seorang yang kuat dan luar biasa kepemimpinan dan pasukannya. Apel merah harus kita rebut, harus kita taklukkan". Apel merah adalah sebutan untuk Benteng Konstantinopel.
Di kubu Romawi, Konstantinus XI juga membakar semangat pasukannya dengan mengatakan, "Byzantium, Konstantinopel Ibukota Romawi Timur harus dipertahankan dari bencana Islam ke Eropa yang sudah kita pertahankan lebih dari 1000 tahun". Kaisar Konstantinus XI mengobarkan semangat mengingatkan persaudaraan Romawi. Walaupun ada sejarah masa lalu, bahwa Kristen Ortodoks dan Katolik Roma tak pernah bisa berdamai. Tapi hari ini keduanya ada di pasukan Konstantinus XI.
ADVERTISEMENT
Perang malam itu berlangsung sengit selama 4 Jam, banyak pasukan Ottoman tewas. Ada tiga type pasukan Osman, pasukan tidak terlatih (Kepala gila), menjadi umpan martir, Pasukan biasa dan pasukan Yanissari. Yanissari unsur yang paling ditakuti dari pasukan Mehmed II (Lord Kinross, The Ottoman Century: The Rise and The Fall of Turkish Empire, HarperCollins, London, 2002) Pasukan ini berasal dari anak-anak dari keluarga Kristiani yang kalah perang lalu dibesarkan di kerajaan Ottoman memeluk agama Islam dan dilatih untuk berperang. Pasukan barisan pertama Mehmed II kandas di tangan tentara Giustiniani. Masuk pasukan terlatih kedua dan disusul pasukan lapis ketiga Yanissari yang langsung dipimpin Mehmed II, Ia maju di barisan depan.
Giustiniani terkena busur panah. Anak buahnya yang setia membawa Giustiniani keluar dari barisan. Kaisar menolak, karena ini akan mempengaruhi psikologis pasukannya dan akan ikut meninggalkan medan pertempuran, tapi Giustiniani mengatakan", Tak ada gunanya Kaisar". Setelah Giustiniani mundur, pasukan Konstantinus XI melemah.
ADVERTISEMENT
Pasukan Mehmed berhasil masuk ke dalam benteng dan menancapkan bendera Ottoman, Bulan Sabit putih. Kaisar Konstantinus XI menyaksikan kejatuhan kota yang sangat ia cintai itu. Ia menyarankan kepada Panglima perangnya Sphrantzes untuk berlindung di Benteng Marmara, tapi Sphrantzes menolak, ia katakan ada kesempatan kita untuk meninggal kota ini, sudah ada kapal tersedia. Kaisar Konstantinus XI menolak, ia akan mengakhiri hidupnya bersama pasukannya yang masih tersisa. Ia mengatakan kepada Sphrantzes, "Morior invictus. Pergilah engkau menyelamatkan diri dan katakan kepada dunia kita Bangsa Romawi adalah bangsa yang tidak pernah menyerah". Ketika Kaisar berhadapan dengan pasukan Ottoman yang sudah tidak berimbang lagi, ia mengatakan "Tidak", ketika ia diminta untuk berlutut. Itulah jawaban bangsa Sparta, Lebih baik mati berdiri, daripada hidup bertekuk lutut.
ADVERTISEMENT
Giustiniani pimpinan tentara bayaran Byzantium kabur malam itu sebelum pertempuran usai, ia berkata, "Kota ini memang milik Bangsa Turki". Itulah mental bajak laut. Namanya dicatat dalam sejarah sebagai pengecut, hanya menunggu satu malam saja untuk dikenang sebagai pahlawan. Sebelum kabur Giustiniani Longo berkata kepada pasukannya, "Armada Venesia tak pernah sampai".
Armada kiriman Paus dari Venesia memang sedang bergerak, tapi terlambat berlayar, masih berada di laut Aegea. Tanggal 29 Mei 1453, hari Selasa bertepatan dengan 20 Hari Bulan Jumadil Awal 875 Hijriah, Pukul 05.37 Waktu Konstantinopel, Mehmed II memasuki Gerbang Konstantinopel, Pada usianya yang ke 21. Ia menyatakan, "Kaise I Rum", Kaisar Roma yang baru. Bangsa Ottoman mengatakan ia adalah Fatih "Sang Penakluk". Konstantinopel berganti nama menjadi Istanbul. Mehmed II terus melangkah memasuki Hagia Sophia bangunan besar di Eropa pada zamannya. Nama Mehmed yang bermakna Muhammad disematkan dibelakang namanya kata "Al Fatih" menjadi Muhammad Al Fatih, yang berarti Muhammad Sang Penakluk.
ADVERTISEMENT
Hagia Sophia, seperti ditulis Ensiklopedia Britannica, awalnya didirikan sebagai Kuil Pagan pada 325 Masehi. Pada 360 Masehi, Konstantinus II mengambil alih kuil ini dan menjadikannya sebagai gereja Kristen Ortodoks. Saat Mehmed ll menyingkirkan Kaisar Konstantinus XI, Hagia Sophia dijadikan masjid. Namun, semasa Turki dipimpin Mustafa Kemal Pasha, masjid tersebut diubah menjadi museum. Setelah 86 tahun, demikian Asro Kamal Rokan menulis, Hagia Sophia sebagai museum, oleh Presiden Erdogan dikembalikannya sebagai masjid, berdasarkan keputusan Pengadilan Turki. Hagia Sophia kembali bersinar. Cahayanya menyebar melewati Selat Bosphorus dan mengalir sangat jauh. Alfatihah untuk Allahyarham Muhammad Al Fatih. Demikian, Bahlul mengakhiri kisah penelusuran kepustakaannya.